Aku Pulang

73 1 0
                                    

Aku terbangun dari tidurku, mengusap kedua mataku dan mendudukan tubuhku. Rupanya aku tertidur di atas ranjang berukuran king-size di sebuah kamar yang gelap. Aku menoleh ke sebelah kiri ranjang. Terdapat jendela besar dan pintu kaca yang menyambungkan kamar ini dengan balkon. Jendela itu menampakkan pemandangan langit malam yang indah. Bulan purnama nampak lebih besar dan bersinar sangat terang. Sinarnya masuk ke kamar ini, sehingga aku masih bisa melihat dengan jelas. Di atas ranjang terdapat dua bantal putih dan selimut biru tua yang kududuki. 

Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh bagian kamar. Sepertinya dinding kamar ini dicat berwarna biru muda. Terdapat sebuah pintu berbahan kayu di dinding kanan kamar. Di sebelah kanan ranjang terdapat meja dan kursi berbahan kayu. Di depan ranjang terdapat lemari built-in dengan pintu berwarna putih. Rasanya kamar ini sangat familiar. Walaupun begitu, aku tidak ingat kejadian apapun yang terjadi sebelum aku tidur.

Aku berjalan perlahan menuju meja yang terletak di sebelah kanan ranjang. Di atas meja terdapat berkas-berkas yang tersusun dengan rapih dan laptop hitam dalam keadaan mati. Di sebelah kiri laptop itu terdapat lampu meja berwarna putih dalam keadaan mati. Di sebelah kanan laptop terdapat sebuah bingkai foto kecil. Di dalam bingkai foto terdapat foto empat orang berukuran kurang lebih 10R. Aku meraih bingkai foto itu dan mendekatkannya pada wajahku agar bisa melihat fotonya dengan jelas. Empat figur dalam foto tersebut terdiri dari seorang pria dewasa, seorang wanita dewasa, seorang anak perempuan berusia kira-kira 5 tahun, dan seorang bayi dalam gendongan wanita itu. Mereka semua tersenyum menampilkan kebahagiaan mereka. Nampaknya mereka adalah keluarga yang menempati rumah ini. Entah mengapa aku merasa bahagia melihat foto mereka. Aku merasakan sesuatu yang hangat dalam hatiku. Tiba-tiba aku meneteskan air mata. Air mata itu jatuh ke permukaan kaca bingkai foto yang sedang kugenggam. Aku segera menyeka air mataku dengan lengan bajuku, kemudian mengelap permukaan kaca bingkai foto itu dan menaruhnya ke tempat semula.

Di atas meja tersebut, terdapat sebuah cork board yang tertempel di dinding. Pada cork board tersebut, terdapat beberapa sticky notes dan foto seorang wanita dewasa berbaju putih dan tersenyum manis sambil memegang bunga mawar putih. Nampaknya wanita ini sama dengan wanita yang ada di foto keluarga tadi. Di samping foto wanita itu, terdapat foto seorang bayi yang dibedong dengan selimut berwarna biru muda. Tak jauh dari foto mereka, terdapat beberapa potongan berita surat kabar. Salah satunya berjudul "Pengeboman di Gedung Perkantoran Amarilis, Merenggut 300 Jiwa", "Pelaku Pengeboman Gedung Perkantoran Amarilis Tertangkap", dan "Pelaku Pengeboman Gedung Perkantoran Amarilis Dijatuhi Hukuman Mati." Setelah membacanya, entah kenapa tiba-tiba kepalaku sakit. Aku berjalan ke depan lemari built-in sambil menahan rasa sakit di kepalaku.

Aku membuka pintu lemari tersebut. Di dalamnya terdapat kemeja dan jas yang tergantung, serta sepatu olahraga dan pantofel di bawah gantungan kemeja dan blazer tadi. Di sebelah tempat menggantung baju tersebut terdapat 3 buah rak. Di rak paling bawah terdapat tumpukan celana dan di rak tengah ada tumpukan kaos oblong. Di rak paling atas ada setumpuk baju dan di depannya terdapat tumpukan baju berukuran kecil, seperti baju bayi. Karena penasaran, aku mengambil tumpukan baju tersebut dan menaruhnya di ranjang.

Aku mengambil baju di tumpukan paling atas dan melebarkannya di udara. Kemeja berkerah peterpan, berlengan panjang, dan berwarna beige dengan motif floral berwarna merah. Terdapat tulisan kecil di bawahnya.

Baju yang kau kenakan saat aku melamarmu.

Aku bergidik ngeri. Bagaimana bisa pemilik kamar ini menyimpan baju pasangan kencannya? Demi apapun, orang ini sangat menyeramkan. Kuharap wanita itu tidak apa-apa. Setelah melempar baju itu ke ranjang, aku mengambil baju selanjutnya. Sebuah kaos oblong berwarna baby blue bertuliskan "Heaven on Earth." Aku melihat ke bawah kaos tersebut. Benar saja terdapat sebuah tulisan di sana.

Baju yang kau kenakan saat melahirkan Adina dan Farrel. Rasanya bagaikan surga.

Mungkinkah jika Adina dan Farrel adalah nama anak kecil dan bayi yang ada di foto keluarga itu? Mungkinkah baju-baju ini adalah baju sang istri? Jika benar, mengapa dia harus menuliskan memori-memori itu di bajunya? Aku melempar baju itu ke ranjang dan mengambil baju selanjutnya. Aku melebarkan baju itu di udara. Sebuah kemeja putih polos. Nampaknya seperti kemeja yang dipakai di kantor-kantor. Aku mengarahkan pandanganku ke bagian bawah baju. Terdapat sebuah tulisan di sana.

Baju yang kau kenakan saat kau mati. Tragedi Pengeboman Gedung Perkantoran Amarilis. Selamanya merindukanmu. Kembalilah padaku.

Aku merinding begitu selesai membacanya. Spontan, aku melempar kemeja itu ke sembarang arah. Tiba-tiba saja kepalaku sakit sekali. Rasanya seperti dilempari batu berkali-kali. Aku terduduk di depan ranjang, melipat kakiku ke dada sambil memegangi kepalaku. Samar-samar aku mendengar sebuah suara. Suara ledakan besar dan jatuhnya puing-puing bangunan, disertai jerit tangis orang-orang yang ketakutan dan kesakitan. Aku menutup telingaku dengan tangan dan memejamkan mata. Saat memejamkan mata, aku melihat reruntuhan di sebuah gedung. Banyak orang tertimpa puing-puing dan berlarian meminta pertolongan. Di pelukanku ada seorang bayi yang menangis dengan keras. Tiba-tiba rasa sakit di kepalaku semakin parah. Spontan, aku berteriak sekeras-kerasnya, menahan rasa sakit yang dahsyat di kepalaku sambil terus memejamkan mata.

Tiba-tiba, aku merasa seseorang memelukku dengan erat. Dia mengelus rambutku dengan lembut dan mengelap air mataku. Entah kenapa perlahan-lahan sakit kepalaku mulai hilang. Suara-suara dan penglihatan akan kejadian itu pun berangsur hilang. Dia mengucapkan beberapa kata yang tidak bisa kudengar dengan jelas. Aku membuka mataku perlahan dan dia melepaskan pelukannya. Rupanya, orang yang memelukku adalah pria yang ada di dalam foto itu. Dia terlihat sangat kacau. Rambutnya berantakan, matanya bengkak seperti habis menangis berhari-hari, kantung matanya hitam seperti sudah tidak tidur dalam beberapa hari.

"Akhirnya, kau kembali. Aku merindukanmu, istriku. Hidupku berantakan semenjak kepergianmu dan Farrel," ucapnya sambil sesenggukan karena menangis, dan kembali memelukku.

Aku hanya terdiam dalam pelukannya. Tidak tahu apa yang harus kulakukan. Pikiranku kosong. Sepertinya dia mengingatku. Sepertinya aku pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Tetapi, aku benar-benar tidak ingat apapun tentang hal itu. Aku melihat seorang anak perempuan mengintip dari balik pintu. Raut wajahnya sangat ketakutan, seperti sedang melihat hantu. Matanya terbelalak sempurna dan keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Dia seperti terdiam membatu. Aku mengalihkan pandanganku pada sesuatu yang tersembunyi di bawah ranjang yang mencuri perhatianku. Bentuknya seperti papan bertuliskan huruf alfabet disertai kata iya dan tidak. Di atasnya, sebuah potongan kayu berbentuk panah mengarah pada tulisan iya.

Papan Ouija.

Aku PulangWhere stories live. Discover now