When I Meet You (2)

546 60 7
                                    

Sudah 15 tahun berlalu, banyak yang berubah di dalam diriku. Aku bukan lagi pria yang cengeng bahkan lemah.

Saat ini aku telah memiliki perusahaan yang kubangun dari nol.

Aku sangat berterimakasih oleh Suho Hyung. Pria konglomerat yang mendidik aku hingga aku bisa berdiri seperti ini.

Aku memang tumbuh dari keluarga biasa-biasa saja sampai aku bertemu dengannya.

Pria yang benar-benar merubahku dan asalkan kalian tau ia adalah segala-galanya bagiku. Ia adalah inspirasiku untuk maju dan berkembang.

Biarpun saat ini kami tak lagi bertemu bahkan aku tidak tau nomer ponselnya.

Aku sedih dan hancur kala ku tau dari keluargaku jika keluarga Xi telah pindah.

Andai saja waktu itu kami tidak kerumah nenek mungkin aku bisa bertemu dengannya bahkan berpamitan.

Ada salah satu tetangga di dekat rumah kami jika keluarga Xi meninggal rumah pada malam hari. Orang itu mengatakan jika Luhan anak dari tuan Xi menangis kala di seret oleh Babanya masuk ke dalam mobil. Sedang Mama Luhan tak bisa apa-apa karena waktu itu memang Tiongkok, Korea Selatan dan Korea Utara tengah panas.

Aku tidak menyalahkan Luhan jika sampai keluarga mereka dipaksa pulang, kembali ke negara mereka.

Bodohnya aku menyuruhnya untuk tetap bersama ku yang pada akhirnya kami harus berpisah.

Awalnya aku terpuruk, aku bahkan sampai menangis, menangisi Luhan. Aku merindukannya, aku akan menangis dalam tidurku.

Luhan adalah segala-galanya. Mungkin karena sudah jalannya seperti ini, mau bagaimana lagi. Aku pasrah dengan keadaan.

Yang bisa aku lakukan hanya mendoakannya dari jauh. Aku ingin dia bahagia, biarpun tak dengan ku.

Sampai tiba saatnya aku bertemu dengannya – di perusahaan milikku.

Aku yang adalah anak dari keluarga biasa-biasa saja mampu mendirikan perusahaan bahkan saat ini pasarnya telah sampai ke mana-mana. Ini semua tak mudah, aku harus berjuang mati-matian untuk berada di posisi sekarang.

Mungkin Tuhan dengan baik hatinya mendengar doaku. Doa supaya aku bertemu dengan Luhan.

Dan saat ini di hadapanku terlihat Luhan berdiri menghadap ke arahku.

Aku menyapanya, dan mengatakan kabarnya. Kulihat ia tampak terkejut melihatku. Aku ingin sekali memeluknya, tapi kutahan. Aku tak ingin dicap pria yang agresif.

Ku lihat awalnya ia seperti bahagia melihatku tapi setelah itu aku merasa Luhan tampak murung.

Mengapa?

Aku baru menyadari, mungkin Luhan salah sangka denganku. Aku memakai cincin di jari manis ku. Dia mengira aku sudah menikah.

Sepertinya lain kali aku akan mengatakan padanya, jika cincin yang tersemat di jariku ini sebenarnya untuk dirinya.

Karna nama di ukiran cincin yang aku gunakan adalah namanya.

.


.


Acara rapat membangun bisnis dengan perusahaan Luhan berjalan dengan lancar. Perusahaan kami akhirnya setuju untuk bekerjasama dengan perusahaan milik Luhan.

Sebagai bentuk rasa hormat, aku mengajaknya makan malam berdua. Sebenarnya tujuan ku mengajaknya makan malam untuk menyatakan perasaanku selama ini.

Aku sengaja mengajak dirinya makan malam di restoran favoritku. Salah satu restoran yang menyajikan hidangan  Eropa.

Ku lihat Luhan heran dengan ajakanku kali ini. Mungkin dalam pikirannya mengapa hanya makan berdua saja? Mengapa tidak rame-rame?

Karena memang aku ingin mengajaknya berkencan sekalian merayakan ulang tahunnya.
Mungkin Luhan melupakan hari ulang tahunnya saat ini. Sehingga ia tak menyadari niatanku.

Kami memesan steak dan anggur merah kualitas terbaik. Aku hanya ingin menyenangkan hatinya saja setelah sekian lama tidak bertemu.

"Sehun mengapa hanya berdua saja, kemana...." Luhan menjeda kalimatnya. Ia ragu untuk melanjutkannya.

Aku menatap Luhan pura-pura tak mengerti.

"Hms... istrimu." Lanjutnya.

Aku tersenyum mendengarnya dan Luhan menyerngit tak mengerti.

"Cincin ini? Aku masih single Luhan. Aku sengaja memakainya karena aku tak suka ada seseorang yang mendekatiku. Kau taukan jika banyak dari mereka hanya tertarik pada hartaku. Lagipula aku telah menyukai seseorang." Jawabku.

Ku lihat Luhan menegang. Apakah ia terkejut mendengarnya?

"Ah... betapa beruntungnya wanita yang menjadi pendampingmu kelak." Balasnya sambil memotong steak di piringnya.

Aku menatap Luhan lekat, lalu berkata, "Kuharap begitu, tapi sayang orang yang ku sukai sepertinya tak mengerti perasaanku." Jawabku.

"Wae? Apakah kau pernah menyatakan perasaanmu padanya?"

"Bagaimana aku dapat menyatakan perasaan ku padanya jika kami sudah lama sekali tidak bertemu, dan saat ini di hadapanku orang itu muncul dengan tiba-tiba." Jawabku menatapnya lekat.

Luhan seketika menghentikan kegiatannya memotong daging steaknya.

"Ma-maksudmu?"

"Aku mencintaimu Lu, sudah lama sekali aku menunggumu. Cincin yang ku pakai ini adalah cincin untuk melamarmu." Aku melepas cincin di jari manis ku, lalu menunjukannya pada Luhan.

Luhan menerima cincin yang ku lepas, matanya membola saat melihat nama di cincin itu terukir namanya.

"Aku memakai cincin dengan nama dirimu Lu karena sosok yang aku sukai, dan aku tunggu adalah dirimu. Aku ingin menikah denganmu Lu..."

Greb!

Aku terkejut atas balasan yang Luhan berikan padaku. Ia memelukku erat. Bahkan kurasakan bajuku basah, Luhan menangis di pelukanku.


"Aku mau Sehun... aku juga mencintaimu. Kau tau hatiku hancur saat melihat cincin itu, ku kira kau telah menikah dan saat ini kau melamarku aku sangat bahagia. I Love you." Jawabnya masih memelukku.

Aku semakin tersenyum kemudian kedua belah bibir kita saling beradu. Saling menyicip rasa rindu, bahagia dan cinta yang ada di dalam hati kita masing-masing.

Ku harap kebahagiaan ini tak akan pernah berakhir untuk selamanya.





End.












HunHan Oneshoot. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang