Bukan Salahku

5.3K 470 127
                                    

Danil, anak laki-laki yang belum lama merayakan ulang tahun ke enam itu, Ia baru saja keluar dari toilet setelah membuang hadas nya.

Langkahnya tegap, dan mata elangnya selalu tajam menatap yang ada di hadapannya. Tulangnya juga kuat dan kokoh. Calon bibit unggul. Sudah kelihatan Ia akan menjadi pria tampan dan gagah ketika sudah dewasa kelak. High quality

Secara perlahan tapi pasti, akhirnya Danil sudah sampai di ambang pintu kelasnya. Langkah kakinya perlahan berjalan menuju bangku dimana Ia biasa duduk.

Tiba-tiba alis tebal Danil menyatu seiring dengan Ia mengerutkan kening. Matanya menyipit, menatap tajam pada Frans yang sedang jongkok di lantai dengan punggung yang naik turun. “Kau kenapa?”

Suara Danil membuat Frans tersentak, Ia langsung mendongakkan kepala menatap nanar wajah anak laki-laki pemilik mainan itu. Mata bulatnya sudah dipenuhi dengan genangan air mata. Frans menangis karena Ia benar-benar ketakutan. Perlahan Fransisco berdiri sambil memegangi mainan robot yang sudah terlepas kaki dan tangannya itu. Ia merunduk, punggungnya naik turun karena tangis yang sesenggukan.

“Apa yang kau lakukan? Kau merusak mainanku?” Danil terkejut saat melihat hadiah ulang tahun dari bundanya sudah terbelah menjadi beberapa bagian. “Aku hanya memintamu untuk menjaganya! Bukan untuk merusaknya. Bundaku akan marah padaku!” Nada suara Danil terdengar lebih tinggi, karena Ia marah melihat mainan kesayangannya sudah rusak.

“Ini bukan salahku.” Ucap Frans dengan kepala yang masih merunduk. Ia tidak berani menatap wajah Danil. “Sungguh, Aku tidak merusaknya.” Frans mencoba membela diri, dengan nada suara yang lirih.

“Kalau bukan Kau siapa lagi?” Danil tidak percaya dengan apa yang dikatakan anak pendiam itu. “Kau harus mengganti sebelum bundaku melihatnya.”

Frans mengangkat wajahnya menatap ibah pada Danil, Ia berharap akan mendapatkan belas kasihan. “Tapi bukan Aku yang merusaknya.”

“Bohong!”

Suara Neo mengundang perhatian Frans dan Juga Danil. Keduanya memandang Neo secara bersamaan. “Aku lihat Dia menjatuhkan mainanm.” Ucap Neo sambil menunjuk Frans, yang sontak membuatnya terkejut.

Frans hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat Danil menatap tajam padanya. Frans sangat ketakutan.

“Dimana rumahmu?” Tanya Danil dengan wajah yang bertambah emosi.

“Kau mau apa?”

“Bilang ke Bundamu suruh mengganti mainan yang sama.”

“Jangan Danil.” Frans menolak, Ia tidak ingin memberitahu rumahnya pada Danil. “Aku akan mengganti tapi biarkan aku menabung dulu, tolong jangan beritahu bundaku.”

Menjelaskan yang sebenarnya pada Danil, rasanya percuma dan sia-sia. Neo melotot tajam padanya seolah sedang memberikan ancaman jika Ia memberitahu yang sebenarnya. Ia lebih memilih menabung untuk mengganti mainan itu, ketimbang menerima ancaman dari Neo yang akan selalu menghantuinya setiap hari.

“Tidak!”

Sayang sekali, usulan Frans mendapat penolakan keras dari Danil.


“Kau harus menggantinya sebelum bundaku melihatnya!” Sepertinya Danil juga takut pada Ibunya, itu sebab Ia memaksa Frans harus mengganti mainannya hari itu juga. Mungkin karena mainan itu memang benar mahal, atau mungkin pesan dari ibunya untuk tidak merusak hadiah ulang tahunnya itu.

“Ayo!”

Danil menarik pergelangan tangan Frans, mengajaknya keluar meninggalkan Neo yang sedang memicingkan bibirnya menatap mereka.

“Mampus!” Ucap Neo setelah Frans dan juga Danil sudah keluar kelas.

Di halaman sekolah semua murid melihat Danil yang sedang menarik pergelangan tangan Fransisco. Tidak ada guru yang melihat, karena mereka para guru sedang berada di ruangannya.

Mungkin karena Danil selalu mengonsumsi makanan yang bergizi, ketimbang Frans yang selalu makan seadanya. Sehingga tulang dan tenaga Danil jauh lebih kuat, Ia dengan mudah menarik Frans hingga sampai keluar halaman sekolah.

“Danil lepaskan tanganku.” Frans memohon pada Danil. “Tolong jangan beritahu bundaku, Aku pasti akan menggantinya.” Suaranya juga terdengar memohon.

Wajah Fransisco terlihat memelas namun Danil tidak memedulikannya. Ia terus menarik pergelangan tangan anak yang dianggap sudah merusak mainannya itu.

Setelah beberapa menit menarik Frans, Danil berhenti saat mereka sudah berada di seberang jalan sekolah. Danil melihat ada dua buah lorong yang Ia kira salah satu dari lorong itu adalah jalan masuk menuju tempat tinggal Frans.

“Katakan dimana rumah mu?” Tanya Danil dengan nada tinggi.

Frans diam dan merunduk, Ia tidak ingin memberi tahu dimana rumahnya. “Danil, jangan beritahu bundaku, Aku akan mengganti kalau Aku sudah punya uang.” Frans kembali memohon dengan memasang wajah yang memelas.

“Katakan atau Aku akan memukulmu.”

Danil kembali berteriak, membuat Frans terkejut, dan semakin ketakutan. Lalu perlahan Ia mengulurkan tangan untuk menunjuk pada lorong, jalan masuk menuju rumahnya.

“Ayo..!” Ucap Danil sambil menarik kembali pergelangan tangan Frans. Masuk ke lorong yang ditunjuk oleh Fransisco.

Fransisco hanya bisa pasrah, Ia berjalan mengikuti tarikan tangan Danil.

Setelah beberapa meter berjalan Frans menghentikan langkahnya, dan mengibaskan tangan Danil yang mencengkeram pergelangannya.

“Ini.” Ucap Frans sambil menunjuk sala satu bangunan kecil.

Ada beberapa bangunan berjejer dan semuanya berbentuk sama dengan yang lainnya. Sala satu Bangunan kecil itu adalah tempat dimana Frans dan ibunya tinggal. Bangunan kecil dan sederhana itu dikontrak oleh ibunya setelah satu bulan ayahnya meninggal dunia, karena kecelakaan saat mengendarai mobil bus.

Sebelum meninggal Ayah Frans sempat dirawat di rumah sakit, dan bea pengobatan yang mahal mengharuskan ibunya untuk menjual semua harta benda yang tidak seberapa.

Saat itu Frans baru berusia dua tahun.

“Danil... Aku mohon jangan beritahu bundaku.” Berulang kali Frans memohon, mengharap ibah pada Danil. Namun Danil tetap tidak menghiraukannya.

“Tidak!” Jawab Danil singkat.


Danil kembali menarik pergelangan tangan Frans, berjalan mendekati pintu kontrakannya. “Panggil bundamu.” Sifat tegas Danil adalah turunan dari ayahnya, yang seorang anggota polisi militer dan mempunyai pangkat yang cukup tinggi.

Took...took... took...

Dengan perasaan yang cemas tangan mungil Frans mengetuk pintu rumah kontrakannya.

Took...took.... took...

Tangan mungil Frans kembali mengetuk pintu berwarna cokelat yang sudah memudar itu.

Beberapa menit kemudian, pintu itu dibuka oleh seorang wanita yang usianya sekitar 29th. Wanita yang masih terlihat cantik, namun tidak terawat itu, mengenakan daster, dan rambut lurusnya dikucir ke belakang menggunakan karet gelang.

Ibu Hana menatap bengong saat melihat anaknya sudah berdiri di depan pintu bersama temannya. Ia mengusap peluh, pada pelipisnya menggunakan punggung tangan. “Kau sudah pulang?” Wanita itu terlihat sangat letih. Mungkin Ia baru saja mengerjakan pekerjaan rumahnya.

Frans merundukkan kepalnya tidak berani menatap Ibu Hana.
“Kau kenapa?” Tanya Ibu Hana  menatap heran pada anaknya.

Frans masih belum mengangkat wajahnya. Hatinya sangat gelisah dan ketakutan.

Melihat Frans yang hanya diam, Danil meraih robot mainan yang masih di pegang oleh anak pendiam itu. “Dia merusak mainanku!” Ucap Danil sambil menujukan mainannya yang sudah Ia ambil dari tangan Frans.

“Apa!?” Ibu Hana terkejut, matanya menatap tajam pada Frans yang masih belum berani menujukan wajahnya. “Benar begitu!?” Ibu Hana meminta kepastian dari anaknya.

Frans semakin merunduk dan menggelengkan kepalanya. “Maaf Bunda, bukan Aku yang melakukannya.”

“Bohong!” Sergah Danil. “Dia yang merusaknya, Kau haru mengganti, atau Bundaku akan marah padaku.”

“Frans...! Jawab Bunda apa benar yang temanmu itu katakan!” Ibu Hana menaikkan nada suaranya, membuat Frans dan juga Danil sedikit tersentak.

“Ampun Bunda!”

“Anak nakal...! Bunda tidak pernah mengajarimu berbuat nakal!” Kata-kata Bu Hana membuat Frans semakin ketakutan. “Kemari Kau!” Wanita yang masih terlihat cantik itu, menarik tangan mungil Frans untuk masuk ke dalam rumah kontrakannya.

Danil sedikit terkejut dan mengikuti mereka dari belakang.

“Berikan tanganmu!” Ucap Bu Hana saat mereka sudah di dalam rumah.

“Ampun Bunda ini bukan salahku!” Frans mencoba membela diri.

“Sudah salah, berani berbohong pula! Cepat berikan tanganmu!”

“Jangan Bunda, Ampun!”

Danil bengong, Ia merasa bingung dengan apa yang akan dilakukan Ibu Hana terhadap anaknya itu.

“Cepat berikan tanganmu!” Ibu Hana kembali berteriak sambil mengambil sendal jepit yang sedang Ia pakai.


Secara perlahan Frans mengulurkan kedua tangannya. Ia memejamkan mata sambil menjauhkan wajahnya. Sepertinya Frans sudah tahu dengan apa yang akan dilakukan Ibunya. “Jangan Bunda!” Frans kembali memohon dengan gaya anak kecilnya.

Plaaaak... Plaaak... Plaaak...!

Ibu Hana memukul telapak tangan anaknya seraya berkata. “Anak nakal, kau harus dihukum, dari mana kita dapat uang untuk mengganti mainan itu?”

“Ampun Bunda... sakit Bunda...!” Frans sudah mengeluarkan air mata dan suaranya dibarengi dengan tangisan panjang.

Plaaak... Plaaaak... Plaaak....!

Ibu Hana memukul telapak tangan Frans berulang kali, dan membuat Danil tersentak berkali-kali, seiring dengan suara pukulan sandal jepit pada telapak tangan Frans.

“Kita orang miskin, Kau harus sadar itu!” Ucap Bu Hana yang semakin kuat memukul telapak tangan anaknya.

“Bunda Sakit! Ampun!”


Adegan yang dilakukan Ibu Hana terhadap Frans, membuat Danil bergidik merinding. Ia benar-benar tidak menyangka Frans akan mendapatkan pukulan dari Ibunya. Ia sekalipun tidak pernah dipukul oleh orang tuanya, semua yang diinginkan dengan mudah dikabulkan oleh Ayah dan Ibunya. Oleh sebab itu Danil juga merasa ketakutan, dan timbul perasaan ibah pada Frans.

Danil tidak menyangka, kehidupan Frans sangat jauh berbeda dengannya.

Plaaak... Plaaak... Plaaaak...!

“Ampun Bunda...! Sakit!” Air mata Frans sudah jatuh bercucuran.

Danil semakin merasa kasihan, saat melihat kedua telapak tangan Frans yang sudah memerah karena luka. Danil berkali-kali tersentak, tiap kali Ibu Hana memukul telapak tangan anaknya dengan sandal jepit. Ia bingung apa yang akan Ia lakukan.

Ibu Hana menjatuhkan sendalnya. Tangan kiri menarik pundak anaknya, lalu tangan kanan mencubit paha, dan memukul bokong Frans berkali-kali.

Suara tangisan Frans-pun semakin menjadi-jadi dibuatnya.

Tiba-tiba bola mata Danil berkaca, saat melihat wajah Frans penuh dengan keringat, pipinya basah karena air mata, dan mulutnya yang mungil terbuka, seiring dengan suara tangis yang Frans jeritkan.

Hati Danil merasa ibah, Ia merasa bersalah dan tergerak hatinya  untuk menenangkan Ibu Hana.

Danil menjatuhkan mainannya, berlari mendekat pada Ibu Hana, lalu Ia memeluk kaki wanita yang sedang membabi buta itu.

“Cukup...! Hentikan bibi... jangan pukul Dia lagi Aku mohon!” Ucap Danil yang sudah mengeluarkan air mata. “Sudah bibi jangan Kau sakiti Frans lagi, Aku mohon hentikan!” Imbuh Danil yang merasa ibah kepada Frans.

“Dia harus dihukum!”

“Tidak, jangan, kasihan Dia!” Danil sering melihat Frans dilukai temanya, dan kali ini Ia lebih merasa kasihan lagi saat ibunya memukul temannya itu. “Sudah Kau tidak perlu mengganti mainanku. Tapi kumohon jangan pukul Frans lagi!”

Ibu Hana terdiam saat melihat wajah polos Danil memohon untuk anaknya. Ia menghentikan pukulannya pada Frans saat melihat air mata Danil mengalir sambil memeluk kakinya.

“Sudah ku katakan, tolong jangan beritahu Bundaku.” Suara Frans masih diiringi dengan isak tangis.

“Maafkan Aku Frans, kau tidak perlu mengganti mainanku. Maafkan Aku!” Ucap Danil masih memeluk kaki  Ibu Hana.

Beberapa saat kemudian pandangan mereka tertuju pada pintu yang masih terbuka, dimana telah berdiri disana seorang wanita paruh baya, yang usianya jauh di atas Ibu Hana. Wanita yang terlihat wibawa dan sangat elegan, dengan pakaian bak orang kantoran.

Dan di belakang wanita elegan itu, ada gadis kecil yang berseragam TK, sama seperti Frans dan Danil. Erlina.

“Bunda.” Ucap Danil sambil melepas pelukan pada kaki Ibu Hana.

Danil berlari mendekati sosok wanita yang Ia panggil Bunda tadi, lalu memeluk kaki ibunya saat sudah bereda di dekat wanita paruh baya itu.

“Ada apa ini?” Ucap Ibunya Danil.


Pdf lengkap udah ada di karya karsa. Silahkan klik link di bio profil.

 Silahkan klik link di bio profil

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Eternal Love (End)Where stories live. Discover now