21-Dia yang menghilang

9.9K 565 17
                                    

"Memikirkan tanda suka, merindukan tanda sayang dan mengkhawatirkan tanda cinta. That's tahapan perasaan seseorang"

***

Hari Pertama...

Semuanya berbeda. Salah, salah. Semuanya kembali ke awal. Ah, itu pun salah.

Hari ini berbeda seolah kembali ke keadaan awal mungkin itu yang benar. Namun satu yang tak sama dengan keadaan awal itu.

Hati.

Ya, hati yang tengah dilanda kegusaran, rasa penasaran, kegelisahan, kehampaan, kekosongan atau semua yang hambar. Pikiran yang berkelana kemana saja namun satu titik yang pasti.

Senja.

Satu nama yang memenuhi kepala Pagi dan satu orang yang mengosongkan hari-hari Pagi. Namun lagi-lagi cowok itu hanya menyangkal semuanya.

Berulang kali cowok itu, sepertinya salah lagi. Dia terus menghadapkan wajah dan fokusnya pada kursi yang sudah kosong selama sembilan jam itu. Pagi tak bisa memungkirinya, bukan peduli hanya saja caranya tak benar kalau ingin meninggalkan semuanya.

Pagi hari tadi, Pagi hanya menerima sebuah surat dari guru tata usaha yang berisikan surat sakit dari siswi bernama Senja.

Mungkin memang benar dia sakit, oleh karena itu Pagi sekarang telah berdiri di depan gerbang rumahnya. Namun tempat itu seolah kosong tak berpenghuni.

Kembali lagi Pagi menyandarkan punggungnya di pohon rindang di samping rumah cewek itu dan dengan bodohnya dia berdiri sampai sore menyapa di sana.

Pagi melirik lagi pintu rumah itu, masih sama tak ada yang keluar. Pagi menghela napas dan akhirnya memutuskan pulang.

***

Hari kedua...

Bahkan sampai bel masuk berbunyi, Pagi tak kunjung mendapati batang hidung gadis itu. Bukannya khawatir, tapi dia hanya ingin menjalankan tugasnya sebagai ketua kelas yang bertanggung jawab.

Bertanggung jawab?

Pagi menyeringai kecil dan sebuah tangan tiba-tiba memeluk pundaknya.

"Ngapain lo masih di sini? Udah bel noh."

Pandu menarik bahu Pagi dengan santainya. Pagi melirik Panji yang juga berjalan dengan santai di sampingnya. Cowok itu mengangkat sebelah alisnya pertanda dia bertanya pada Pagi.

Pagi kembali menatap ke depan dan Panji hanya mengangkat bahunya acuh.

Cowok aneh!

***

Pulang sekolah, Pagi kembali mendatangi tempat itu. Membuang semua ego dan gengsi yang dia punya dengan bersusah payah. Pikirannya menentang untuk ke sana namun roda motornya malah membawanya ke tempat itu.

Kini Pagi duduk di ayunan kayu di bawah pohon itu, dari matahari yang bersinar terik sampai senja sore kembali menyapa. Banyak tatapan-tatapan mata yang menatapnya bingung namun Pagi hanya mengacuhkannya dengan berpura-pura sibuk dengan ponselnya.

Dan akhirnya Pagi kembali pulang dengan tak membawa apa-apa selain semakin besarnya rasa yang menyebalkan di hati dan pikirannya.

Hari ketiga, keempat sampai seminggu berlalu bergitu saja.

Pagi ini Pagi kembali menerima surat yang isinya berketerangan bahwa gadis itu sakit. Pagi sengaja datang lebih awal untuk melihat siapa pengirim surat itu namun Pagi tak melihat siapa-siapa. Yang ia dapat dari guru tata usaha hanyalah ciri-ciri bahwa dia seorang murid di sekolah mereka tapi entah siapa.

Senja Pagi [Completed] ✔️Where stories live. Discover now