09. Ice Cream

1.8K 237 18
                                    

Happy Reading~

©soobincredible

Selagi menunggu Soobin, aku hanya melamun dan sesekali bermain dengan kucing yang menghampiriku dengan segala keimutannya. Mengusapkan tubuhnya, mulai dari kepala hingga bokongnya ke kakiku yang terbalut kain piyama.

"Maaf ya mpus, aku nggak bawa uang buat beliin kamu makan." Ucapku berlutut untuk mengusap lembut kepala si kucing dan membiarkannya pergi ketika melihat kucing lainnya berlari.

Merasa bosan, aku mengedarkan penglihatan yang langsung disuguhkan dengan pemandangan yang sungguh tidak etis sama sekali.

Sepertinya Soobin salah mengajakku ke sini. Ini bukanlah festival makanan, melainkan tempat cadangan untuk orang dewasa berpacaran yang tak memiliki modal.

Tak memiliki modal? Tapi terlihat romantis juga, tapi bukankah akan lebih resmi jika di restaurant? Dan tidak akan menganggu penglihatan para orang single layaknya diriku. Aku tak mau menyebut diriku jomblo, karena satu kata itu don't deserves me anyway, hehe.

Ah iya aku baru ingat, ini fase pertengahan sampai akhir bulan. Tanggal tua. Di mana honor para pekerja belum turun, mana bisa foya-foya ke restaurant mahal?

"Bengong aja!" Soobin datang dengan membawa dua cup es krim dengan warna dan tentunya rasa yang berbeda. "Nih es krimnya." Kemudian ia memberiku cup dengan es krim berwarna pink di dalamnya.

"Hehe, makasih Soobin! Lo rasa vanilla almond, ya?" Tanyaku menunggu jawabannya sambil menyendok es krim cotton candy yang benar-benar rasa surga ini.

"Ngapain nanya? Kan lo udah tau, idiot." Jawabnya tanpa menatapku, anak itu lebih memilih menyendok es krimnya dengan damai seperti tanpa beban.

I'm so sick of him.

"Basa-basi doang gila, sensian amat najis."

Soobin hanya diam, tetap menyendok es krim itu ke dalam mulutnya. Ia sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Karena yang aku lihat sebelum ia pergi ke stand es krim, raut wajahnya berseri, namun sekarang kenapa terhalang kabut seperti ini?

"Abis ini gue bawa lo pulang."

Begitu ternyata.

Pasti kak Jungwoo telah menghubunginya—bukan, mungkin bisa saja orang yang sangat sayang padaku itu menelpon semua teman dekatku.

Jangan tanya kak Taeyong bagaimana. Sebelum ia bisa menenangkan diriku dan pikiranku dari masalah ini, orang itu haruslah mengurung diri untuk bisa mengontrol emosinya.

Kak Taeyong itu galak dan terlihat kuat, orang yang terkesan tak akan menangis seberat apapun masalah yang ia beban, orang itu juga penuh akan kasih sayang. Namun kalau sudah menyangkut masalah keluarga seperti ini... aku tak dapat mengeskpresikan rasa sakit hati yang ia alami sebagai kakak pertama kami.

"Nar..." suara itu memecah pikiranku untuk kembali fokus padanya.

"Nggak mau." Nada bicaraku sangat menekan pada dua kata itu.

"Dengerin gue dul—"

"Nggak mau Soob—"

"Gue mau ngomong bangs—"

"Nggak! Diem lo—"

"DENGERIN GUE DULU!" Gertaknya menghentak, memukul meja pelan dan menatapku sangar.

Aku lebih memilih untuk diam mengalah. Pertikaian tidak akan pernah selesai sampai salah satunya berubah menjadi demon dengan suara yang menyeramkan seperti itu.

The Truth; Choi SoobinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang