PART 27 - BOOMERANG

6.5K 1K 123
                                    

Gue cuma mau bilang, tiati bacanya 😁
Bantu koreksi juga yaaa!

Makaciwww

***

Cuaca panas hari ini seolah tidak menyurutkan semangat yang ada. Dengan kaki setengah berlari, Iqbaal yang baru saja turun dari mobil, segera memasuki bagian lobi yang sudah hampir rampung dipoles oleh para pekerja. Riuh ramai dalam ruangan tak mampu dihindarkan lagi. Iqbaal bahkan harus menggunakan refleksnya dengan baik jika tidak mau bertubrukan dengan orang-orang yang berlalu lalang di hadapan.

Tubuh jangkung yang berbalut kemeja putih dan celana khaki itupun bergerak menyebrangi ruangan menghampiri Ardio yang tengah berbincang dengan seseorang. Iqbaal tidak tahu siapa yang Ardio ajak bicara terlebih jika matanya hanya mampu melihat punggung lebarnya saja. Baru terlihat jelas ketika Iqbaal menghentikan langkah untuk berdiri tepat di sebelah Ardio, sekaligus berhadapan dengan sosok yang menjadi lawan bicara sekretarisnya itu.

“Baal,” Ardio menyadari kehadiran Iqbaal, lantas menepuk bahunya dan berkata, “kebetulan lo kesini.”

Dengan gayanya yang cool, Iqbaal mengangkat sebelah alis. “Kenapa? Ada masalah?”

“Enggak. Ini gue lagi ngobrol sama model yang dikontrak perusahaan buat ngiklanin cottage.” Tanpa melepaskan tangannya yang menyangga di bahu kiri Iqbaal, Ardio tersenyum sumringah. “Kenalan dong, biar akrab!”

Iqbaal memincingkan mata begitu mengalihkan pandangan pada sosok perempuan di depannya. Perempuan yang sejak tadi Ardio ajak bicara adalah perempuan yang seharusnya Iqbaal jauhi demi menjaga perasaan istri. Entah bagaimana ceritanya hingga Iqbaal tidak tahu menahu tentang model yang direkrut oleh perusahaannya. Tapi memang bukan salah karyawannya karena Iqbaal sendiri sudah memberikan titah penuh pada mereka untuk memilih model yang sesuai dengan kriteria. Lagipula Iqbaal terlalu sibuk untuk mengurusi hal lain selain cottagenya ini.

“Jadi, kamu yang jadi modelnya?”

Perempuan itu mengangguk seraya memasang raut angkuh di wajah. Seolah ingin memberi kesan bahwa dirinya adalah model kelas atas yang sudah memiliki jam terbang tinggi. “Absolutely, I am.”

“Sudah tahu tugas kamu disini sebagai apa?”

“Oh, c’mon! Stop acting like you don’t recognize me!” Ujarnya jengkel seraya menyilangkan tangan di depan dada. “Sikap profesional kamu terlalu berlebihan, Baal. I’m your ex if you're forget.”

“Karena kamu mantan saya, makannya saya bersikap profesional.” Balas Iqbaal tenang, juga wajah yang expressionless. “Saya harap kita bisa bekerja sama dengan baik dan sebagaimana semestinya. Kalo kamu butuh bantuan, bilang saja pada Ardio. Dia yang akan membantu kamu selama bekerja disini.”

“Baal? Really?” Decaknya tak percaya. “Kamu beneran jaga jarak cuma karena kamu udah nikah?”

Iqbaal yang tak mengindahkan protes Steffy, mengalihkan pandangan pada Ardio seraya menepuk pundaknya pelan. “Cabut dulu, Yo!”

Tanpa mau berlama-lama lagi, Iqbaal segera mengambil langkah panjang untuk pergi dari tempat ini dan membiarkan Steffy bersama dengan Ardio yang masih termenung karena terlalu bingung untuk memahami apa yang baru saja terjadi. Maklum saja, Ardio memang tidak tahu menahu tentang hubungannya dengan Steffy di masa lampau. Terlebih, bukan hal penting untuk Iqbaal bagikan pada Ardio meski mereka bisa dibilang sahabat dekat. Hanya tentang (Namakamu) saja Iqbaal beritahu segala sesuatunya. Hanya (Namakamu), istrinya.

Masuk ke dalam mobil, Iqbaal yang duduk di balik kemudi, sesaat teringat (Namakamu). Hari-hari disini tanpa hadirnya amat kentara berbeda. Baru genap tiga hari dan Iqbaal rasanya ingin pulang saja ke Jakarta. Bertemu (Namakamu) yang entah sedang apa di siang hari begini. Kalau bukan pergi dengan Salsha, mungkin mengunjungi rumah orang tuanya atau menghabiskan waktu seharian di starbucks ditemani cappucino ukuran grande favoritnya. Tanpa sadar Iqbaal terkekeh menyadari dirinya tengah merindukan (Namakamu).

My Perfect HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang