Aku ingin menikah, Mi.

14.8K 250 6
                                    

Wajib Follow dan Vote !
...

Lelaki berparas Arab itu hanyut dalam sholat malam itu, tepatnya waktu ibadah Isya. Ia terlihat sangat khusyuk, sesekali terdengar suara desah pelan menahan tangis. Ya, ia banyak menangis. Ia menangis ketika membaca surat wajib dalam sholat 'Al fatihah' terutama dalam kalimat 'Ihdinash shiraathal mustaqiim'. Ia dengan sungguh-sungguh, dengan hati merendah meminta selalu dinaungi dengan rahmat petunjuk jalan yang benar dalam mengarungi samudra kehidupan kepada yang maha pemilik kehidupan.

Bacaan surat-surat pendeknya tartil, ia sangat menyukai membaca ayat-ayat perihal azab, sebagai pengingat diri bahwa sejatinya manusia hanyalah berasal dari air yang hina kemudian berkat rahmat dan kasih sayang dari Allah sajalah ia bisa menjadi makhluk yang diakui memiliki tingkat teratas dalam siklus dan menara kehidupan manapun.

Selepas sholat ia masih betah berlama-lama duduk diatas sajadah hadiah dari seseorang saudari yang sekian tahun lalu berangkat umroh. Ia terlihat khusyuk, komat-kamit mendoakan dirinya, Ibundanya, Ayahandanya, saudara saudarinya juga kaum muslimin diseluruh jagat raya. Setelah selesai ia meneruskan dzikirnya. 33 kali untuk tasbih, 33 kali untuk tahmid dan 33 kali untuk takbir ditambah satu doa penutup.

Dzikir sendiri baginya adalah laksana ruh, juga laksana minuman yang merupakan kebutuhan primer dalam tubuh, coba saja kalian sehari semalam tidak minum, sebaian orang mungkin kuat berpuasa makanan selama 4-7 hari dalam kondisi terdesak, namun untuk minum, rasanya belum ada penelitian atau penemuan mengenai hal tersebut. Ia juga selalu mengingat hadist Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengenai dzikir, Abu Musa Radiallahu 'anhu berkata :

"Permisalan orang yang mengingat Rabbnya (Berdzikir) dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya (Tidak berdzikir) seperti orang yang hidup dengan yang mati.

Setelah selesai ia berdiri, merapihkan kembali sajadah beraroma wangi molto pure yang baru saja dicuci kemudian keluar dari kamar untuk bersiap makan.

^^^

"Aku ingin menikah, Mi"

Jantung kedua orang tua itu serasa mau copot, bergemuruh dengan darah berdesir. Ada hening sesaat setelah sang bungsu mengungkapkan hal tersebut langsung dari bibir merahnya. Sang pembantu yang berusia kepala empat hampir-hampir saja menumpahkan sup tulang sapi panas ke atas meja dan bukannya ke mangkuk putih yang sudah teronggok manis, lantaran setengah tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Sudah lama sekali. Sudah lama sekali mereka semua menantikan perkataan itu keluar dari laki-laki tampan berkulit putih tersebut.

"Alhamdulillah" kedua orang tua tersebut berkata serentak

"Barakallah nak" susulan kata-kata berikutnya keluar dari mulut orang tua yang mengenakan gamis putih bersih lengkap dengan peci putihnya yang jika diperhatikan akan sangat serasi dengan perabotan yang terdapat diruang makan yang lumayan besar tersebut. Putih dan bersih.

"Umi sudah lama nunggu kamu berkata seperti ini, nak. Kenapa baru sekarang"

"Iya mi, Alhamdulillah. Allah sudah menggerakkan hati Arif"

"Lalu, kamu mau perempuan seperti apa nak?"

"Terserah Umi saja, yang penting cantik dan soleha"

"Loh, yang mau menikah kan kamu, bukan Abi, kok bisa terserah Umi?"

Sontak saja tangan perempuan tua itu memukul pelan lengan lelaki tua yang baru saja bercanda tersebut. Menandakan perkataan barusan sangatlah tidak masuk akal. Ketiganya serentak tertawa kecil melihatnya.

"Ya, yang penting itu solehah Bi, sisanya ya yang mana menurut Umi baik saja. Arif yakin, Bi, Umi tak mungkin menjerumuskan anaknya. Contohnya saja sudah ada 3 kan yang sukses" sambil melirik kearah foto keluarga besar yang sengaja dipajang diruang makan

Dzikir Cinta (Selesai)Where stories live. Discover now