BAB 42: Turning Point

32K 3.3K 140
                                    

Mahesa mengendarai mobil dalam hening. Wanita di sampingnya juga seperti tidak memiliki keinginan untuk mengucapkan sepatah kata pun. Aria hanya tertarik pada lampu-lampu kendaraan yang memancarkan cahaya merah dan kuning bergantian saat mobil melaju dnegan lambat di jalanan yang padat. Gadis itu tidak bisa menoleh ke samping. Hanya sekali saja dia mencuri pandang pada pria yang pernah mengisi harinya di masa lalu.

Dilihat dari facial hair yang mulai bermunculan sepertinya pria itu tidak lagi rutin bercukuran seperti dulu. Dalam minimnya cahaya oleh lampu sein dari mobil depan mereka, Aria bisa menandai warna hitam di bawah mata pria itu tanda ia kekurangan asupan tidur. Dari jemarinya yang lentik itu mulai menonjolkan beberapa sendi terlihat semakin kurus saja. Padahal seingat Aria pria itu sangat mahir menjaga diri sendiri.

Aria sedikit ragu untuk mulai menyapa tapi dengan tekad yang besar setidaknya dia harus menguatarakan sesuatu, kan?

"Bapak, bagaimana kabarnya?"

"Kamu bagaimana kabarnya?" tanya Aria dan Mahesa bebarengan. Keduanya saling bertatap sesaat kemudian Mahesa kembali fokus menatap jalan raya. 

Aria diam sejenak menunggu Mahesa memulai tapi karena tak ada jawaban Aria pun membalas, "Baik."

"Baik," jawab Mahesa yang juga bebarengan. Untuk keduanya mereka saling bertatap dengan kebingungan.

Pria tersebut menahan diri untuk tidak melengkungkan bibirnya ke atas. Sepertinya mereka menilai kesunyian yang canggung itu dengan cara yang sama. Mahesa mengetuk setir di tangannya sambil mencoba mencari topik pembicaraan lain selain menanyakan kabar. Sebenarnya cukup banyak pertanyaan yang berkeliaran di kepalanya seperti apa kamu yang dimaksud oleh Asahi sebagai tamu penting? Kamu kenapa bisa dekat sama Asahi? Kamu kenapa bisa ke pesta bareng Asahi? Sejak kapan kamu balik Jakarta? Atau ... Is there any chance for me? Tapi semua itu tentu tidak akan Mahesa ungkapkan yang ada Aria akan kabur tunggang langgang.

"Sekolahnya bagaimana?" tanya Mahesa. Ia mengangguk puas akan pertanyaan netral yag baru ia utarakan.

"Oh, udah selesai, kok. Magangnya juga sudah selesai sekarang ikut seorang Chef di restoran."

Aria menjelaskan posisinya di salah satu restoran milik Chef Iskandar. Sesekali Mahesa bertanya tentang tugas-tugas dan sepertinya mahasiswa pemalas yang sering kali ketiduran di atas karpet saat mengerjakan skripsi sudah tidak ada lagi. Mahesa senang mendengar perkembangan Aria tapi jauh di lubuk hatinya ia mulai merasa kesepian. Seperti orang di masa lalunya telah beranjak menjadi orang baru sedangkan dia hanya bisa jalan di tempat. 

"Keren," puji Mahesa membuat Aria tersenyum lebar. "Berarti sekarang sudah bisa masak tumis kangkung tanpa keasinan kan?" 

"Apaan sih! Ya dari dulu juga udah bisa kali!" Aria memukul lengan Mahesa kesal membuat pria itu tertawa. Wajah gadis itu jelas merona ketika diingatkan kembali tentang bagaimana buruknya kemampuan Aria memasak.

Mobil terus melaju sampai di sebuah persimpangan. Lampu menujukkan warna merah. Ada perasaan tidak rela untuk membelokkan setir ke arah kiri. Lima belas menit berkendara maka mereka akan sampai di kediaman Aria dan Mahesa tidak ingin waktu berlalu secepat itu.

Angka detik di lampu merah semakin mengecil. Tangan pria itu tak bisa berhenti mengetuk-ngetik setirnya sambil mempertimbangkan sesuatu. Sampai lampu berubah menjadi kuning kemudian hijau, Mahesa dengan cepat mengubah arah lampu sein dari kiri menjadi kanan.

Aria baru sadar saat Mahesa berbelok ke arah kanan sedangkan arah menuju rumahnya ke sebelah kiri.

"Lho? Kita mau kemana?"

"Ada buku yang harus aku beli."

"Eh tapi ... pakaianku ...." 

Mahesa melirik kimono yang dikenakan Aria. Jika tidak sedang menyetir ingin hati Mahesa melihat lebih lama kimono tersebut. Dia sendiri bukan penggemar budaya seperti sang sepupu, Asahi, yang kemana-mana mengenakan kimono. Tapi melihat Aria mengenakan satu membuat Mahesa inin mengabadikan momen itu selamanya. 

Call It Fate, Call It Karma (Complete)Where stories live. Discover now