✏ 5

17.6K 1.6K 209
                                    

-Rabbani-

⭐⭐⭐

Seperti biasa perjalanan kami Malang-Surabaya-Malang hanya diramaikan oleh cuap-cuap penyiar. Tak ada celotehan lain. Bhanu baru bicara saat kuajak bicara. Di satu sisi aku senang dengan perempuan yang tidak cerewet tentang hal yang tak perlu dan di sisi lain, Bhanu sepertinya takut padaku.

Hhh!

"Bhanu?"

"Iya?" Dia menoleh sebentar lalu kembali menatap depan.

"Kamu keberatan dengan hubungan kita atau permintaanku selama pergi denganku pakai rok?"

"Uhmm...saya..."

"Ngomong aja. Aku lebih suka kamu jujur. Aku nggak mau kita menjalaninya dengan berat. Ketika aku bilang kasih komitmen seratus persen ya itu yang kamu dapat dari aku."

Kulirik Bhanu yang tampak diam berpikir. "Mmas Bani yakin tentang kita?"

Aku menghela nafas dalam. Capek menjelaskan pada Bhanu. Semua yang mengenalku tak pernah meragukan komitmenku tapi aku sadar Bhanu tidak mengenalku. Dan ini salah satu saatnya aku mengenalkan diriku padanya.

"Aku yakin. Kalau memang ada jalan denganmu, aku minta dimudahkan." Jawabku sabar. "Jangan bilang kalau kamu minder sama aku?" Tebakku.

"Saya..."

Aku menghela nafas lagi. "Aku ini cuma cowok biasa, Bhanu. Aku nggak pernah lihat orang dari harta dan fisik. Apalagi aku tentara."

Halah...wajar sih dia mikir gitu. Papi kan Paman Gober bedanya Papi nggak pelit.

"Nggak usah tertekan karena masalah itu." Kataku mencoba menenangkan dia.

Kami shalat maghrib di Pandaan. Di masjid Chengho.

"Makan di kefsi Taman Dayu aja ya sekalian jalan?" Usulku.

"Boleh."

Arah Taman Dayu dan Malang yang searah membuatku mengusulkan itu biar kami tidak sampai Malang terlalu malam.

"Kamu mau makan apa?" Tanyaku saat kami memasuki pelataran parkir kefsi.

"Yang penting nasi." Jawab Bhanu pelan.

"Paha, dada, sayap?"

"Paha."

"Oke. Kamu cari tempat biar aku yang pesan."

"Iya."

Kami pun keluar dari mobil. Dan berpisah di dalam.

Setelah antri sekitar sepuluh menit, ditanganku sudah ada makan malam kami. Paha untuknya dan dada untukku. Aku mencari sebentar keberadaan Bhanu dan ketemu. Dia duduk di area pinggir. Aku segera kesana lalu kami pun bergantian cuci tangan.

"Makasih." Ucap Bhanu sebelum makan kemudian doa.

Aku hanya mengangguk dan makan makananku. Doa dulu pastinya.

"Mas Bani, boleh tanya?"

Aku mendongak. "Boleh."

"Kenapa Mas mutusin langsung menikah?" Tanyanya ragu dan canggung.

"Aku sudah bilang kan kalau aku nggak pacaran. Begitu kita melakukan penjajakan dan nggak berhasil, kita berpisah. Toh dari awal kita nggak ada perasaan. Cinta itu buatku hanya untuk istri. Saat masa penjajakan, selama aku nyaman dengan dia itu tandanya bisa lanjut. Kamu lebih suka pacaran nggak jelas?"

Bhanu menggeleng. "Ya...kan Mas Bani..."

"Ck! Bhanu...yang casingnya luar biasa itu belum tentu dalamnya luar biasa." Aku mengunyah dan menelan nasiku dulu sebelum melanjutkan. "Akan aku usahakan setiap ada waktu untuk ketemu kamu. Atau minimal hubungi kamu. Kamu juga jangan segan-segan hubungi aku. Kamu takut jadi Ibu Persit?"

Mr. Perfect & Miss PlainWhere stories live. Discover now