Pinginnya update malam, tapi malam tidur lebih awal. Jadi ngetiknya seringnya habis Subuhan karena di jam itu udah bebas, nggak masak karena puasa. Masaknya sore aja buat buka puasa, untuk sahur biasanya cuma nambah goreng lauk.
Happy reading...
Hari Minggu ini, Sakha dan Alea menghabiskan waktu di rumah. Alea masih berjibaku menyelesaikan rancangannya, pesanan salah seorang pelanggan setia. Tak terasa fashion week tinggal dua hari lagi. Acara itu sengaja diadakan sebelum puasa.
Alea menggambar di ruang tengah. Matanya sesekali awas mengamati sang suami yang tengah berbincang dengan seseorang di telepon. Seusai menerima telepon, Sakha mendekat ke arah istrinya.
“Lea, tadi teman SMA-ku telepon. Namanya Rasyid. Dia baru pulang dari Turki. Dia ngajak ketemuan. Jadi nanti kami ketemuan berempat sama teman-teman yang lain. Dulu kita kan satu geng. Masing-masing bawa keluarga. Sebenarnya sih satu geng ada enam orang. Yang dua jauh, satu di Jakarta, satu di Lampung.”
Alea hanya mengangguk, “Ya, udah ketemuan aja.”
“Kamu ikut, kan, Lea? Teman-temanku yang lain bawa istri juga.”
Alea menghela napas sejenak.
“Kerjaanku padat, Sakha. Kamu berangkat sendiri, ya?” Alea setengah merajuk.Sakha mengembuskan napas kecewa.
“Masa iya aku berangkat sendiri? Yang lain bawa istri semua. Lagipula cuma sebentar, kok. Nggak lama, nggak akan mengganggu pekerjaan kamu.” Sakha menatap Alea tajam. Ia berharap Alea menerima ajakannya tanpa harus diwarnai drama penolakan.
“Cuma acara ketemuan biasa, kan? Bukan urusan penting.” Alea menaikkan alisnya. Sakha tak suka mendengar nada meremehkan dari Alea.
“Segala urusanku memang nggak penting buat kamu. Aku hanya minta kamu ikut aku ketemu teman-teman. Apa susahnya?” Sakha tak bisa lagi menyembunyikan rasa kesalnya.
Alea terdiam sesaat. Ditatapnya sang suami dengan raut wajah datar.
“Okay, aku temani,” jawab Alea datar. Ia tak mau memperpanjang masalah. Terlalu lelah jika harus beradu argumen lalu ujung-ujungnya bertengkar dan marahan.
Sakha lega mendengarnya. Ia tidak meminta hal yang berat.
******
Malam ini Alea mengenakan dress panjang selutut dengan lengan pendek yang membelah jadi dua bagian seperti mahkota Tulip. Ia memilin sebagian helai rambut di sisi kanan dan kiri lalu ia satukan, mengitari di kepala bagian belakang. Ia terlihat begitu cantik, seperti seorang princess.
Sakha menatap lekat-lekat sang istri yang semakin hari terlihat semakin menawan di matanya. Sebenarnya ia menghendaki Alea untuk mengenakan jilbab, tapi ia tak berani meminta. Alea sudah mau menemaninya saja, itu sudah bagus. Ia tak mau mengacaukan mood Alea yang berimbas pada enggannya Alea untuk menemaninya.
“Alea, apa sudah selesai? Jangan kelamaan dandannya, nanti kita telat.” Sakha mulai tak sabar menunggu Alea yang menurutnya lama berdandan.
“Iya, sayang, tinggal pakai lipstik. Tunggu sebentar.”
Seusai mengoleskan lipstik warna peach, Alea mendekat ke arah Sakha yang duduk terpaku di ujung ranjang.
“Udah selesai. Ayo berangkat.” Alea tersenyum tipis.
Mereka berjalan beriringan menuju garasi. Sakha membukakan pintu untuk Alea. Ia dan teman-temannya janjian bertemu di salah satu restoran yang cukup mewah.
Setiba di sana, ketiga temannya sudah hadir dengan membawa istri masing-masing. Saat Sakha mengenalkan Alea pada teman-temannya, ketiga temannya sedikit kaget karena ekspektasi mereka akan sosok istri pilihan Sakha meleset jauh. Mereka pikir sahabat mereka yang terkenal cerdas itu akan menikahi seorang perempuan yang berjilbab dan kalem. Sejak SMA, Sakha menyukai tipikal-tipikal perempuan berjilbab lebar bahkan pernah mengagumi salah seorang akhwat pentolan Rohis.
YOU ARE READING
Dear, Pak Dosen 2 (Completed)
RomanceRank #1-lifestory 29/05/2020 Rank #1-kehidupan 23/02/2020 Rank #2-lifestory 23/06/2019 Rank #2-kuliah 11/08/2019 Untuk lebih memahami cerita ini silakan membaca Dear Pak Dosen dan Adira terlebih dahulu. Sesekali Sakha melirik gadis yang dulu ia julu...