7. Rumah Baru.

7.3K 339 33
                                    

Kedua pihak keluarga sudah berkumpul di lobi hotel. Rencananya mereka akan memberi salam perpisahan untuk pengantin baru yang sebentar lagi akan pindah ke rumah baru.

Satu persatu mulai memberi pelukan dan wejangan pada anak dan menantu mereka.

"Jaga menantu Mama, ya. Awas kalau lecet dikit, Mama masukin lagi kamu ke rahim Mama. Jangan sakitin Kiya," ujar Indah sembari mengusap air matanya. Ibu mana yang tak merasa kehilangan jika anaknya sudah tak lagi pulang ke rumah. Ya meski Fathur memang lebih sering menginap di kantor, tapi setidaknya tempat berpulangnya adalah masih di rumah. Namun, sekarang putra tunggalnya itu akan pulang ke rumah yang baru.

Fathur diam tak menanggapi membuat Indah geram dan menjewer telinga anaknya. "Kamu dengerin Mama nggak, Kaizo Fathur Saddam, hm?" Oke, jika Mama-nya sudah memanggil nama lengkap itu berarti tidak ada pilihan lain selain mengiyakan.

"Iya, Ma."

Andre maju dan menepuk pundak Fathur dua kali dan bertatapan selama beberapa detik seolah berbicara melalui mata. Fathur menghela napas dan mengangguk lagi.

Giliran orang tua Kiya yang maju dan memberi pelukan erat untuk anak tunggal mereka. "Inget pesan Bunda, ya. Jaga suami kamu, selesaikan masalah dengan baik-baik."

Kiya ikut menitihkan air mata. Rasanya langkah kakinya semakin berat untuk melangkah meniti takdir. Sedangkan Khoiri tak banyak bicara selain memberi amanat agar Fathur menjaga putrinya.

Alena berlari dari arah lift dan menghambur ke pelukan sang Kakak. "Abanggg, sering-sering main ke rumah. Nanti yang aku jailin siapa coba kalau abang pergi?"

Fathur tersenyum dan mengusap rambut adiknya lembut. "Kuliah yang bener."

Kiya turut memberikan senyuman untuk adik iparnya, tapi ternyata gadis yang terpaut umur tidak jauh darinya itu melengos setelah memberi lirikan sinis.

"Mah, Pah, Alen mau ke kampus dulu, ada kuliah pagi." Selepas berpamitan, gadis itu berlari kecil keluar hotel membuat Kiya memandangnya dengan tatapan tak terbaca.

Indah meringis malu. "Besan, maafin kelakuan anak gadis saya yang kurang sopan, ya."

Rina memberi senyum maklum. "Iya, gak apa-apa kok."

Memberi cubitan pada sang suami yang seperti patung selamat datang, Indah melirik jengkel. "Anak kamu tuh, ih. Gak sopan banget."

"Anak kamu juga," balas Andre membuat Indah bungkam.

"Kita berangkat." Dua kata yang keluar dari mulut Fathur membuat suasana kembali mellow.
.

.

.

Hanya ada keheningan yang terjadi di dalam mobil. Fathur yang memang pendiam dan Kiya yang bingung ingin memulai obrolan apa yang akhirnya memilih ikut diam dengan menatap lurus ke luar jendela sembari memainkan jarinya yang bertaut.

"Apa masih jauh?" tanya Kiya pada akhirnya setelah lebih dari 30 menit dan belum sampai di rumah yang akan mereka tempati.

Fathur masih diam sebelum akhirnya mengatakan, "Tidak." Lalu sunyi kembali.

Tin...

Tin....

Fathur membunyikan klakson di depan rumah yang pagarnya masih tertutup. Tak lama terlihat seorang paruh baya yang sedikit tergopoh menghampiri dan membuka gerbang, mempersilakan sang tuan rumah untuk masuk.

Pact Of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang