III

22K 2.7K 83
                                    

Bibi Meena menarik Tala agar duduk di sebelahnya.
Kursi itu terlihat memang sengaja dikosongkan dari awal.
Entah karena dia akan datang atau memang itulah yang terjadi selama ini, mengingat bagaimana potretnya ada di dinding itu.
Semua yang dilihat dan cara mereka mengingatnya membuat Tala menganggap mereka sangat munafik.

"Kau mau makan apa sayang?" pertanyaan penuh kasih itu terucap dari bibir ibunya Taha. Wanita yang dulunya sangat dia benci di dunia ini.
Sedangkan putranya adalah pria yang paling Tala benci di dunia ini sampai sekarang.

Tala membalas tatapan Wanita yang dulu dipanggilnya sebagai Tante Yuma itu untuk sekilas.
"Tidak. Aku tidak lapar" jawab Tala acuh sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling meja, sengaja menunjukan kalau dia tidak merasa hebat dengan perlakuan Tante Yuma.

Perlahan Tala tersenyum sinis karena kini rumahnya ternyata menjadi tempat tinggal bagi musuh-musuhnya dulu.
Ada Vivi sepupu Taha yang selalu cemburu melihat kedekatannya dengan Taha dan melakukan cara untuk mengerjai atau mempermalukan Tala.
Ada Rino kakak dari Vivi, yang dulu akan selalu berusaha melecehkannya jika Mereka bertemu dan Tala sedang sendirian.
Sepertinya Dua orang tersebut tidak ikut berdiri menyambut Tala barusan.

Sedangkan orangtua dari mereka, yaitu Riri sang ibu dan Sony sang ayah yang merupakan adik dari Tante Yuma adalah dua orang dewasa paling melakukan yang dulunya, saat Tala remaja.
Keluarga tidak berguna ini sejaka kapan menompang hidup di rumah ini?
Apakah semenjak dia pergi ataukah setelah papa meninggal?

Tala kembali fokus pada Bibi Meena yang bicara tanpa melepas genggamannya pada tangannya.
Tala tersenyum, mengangguk sebagai jawaban meski tidak tahu apa tadi yang dikatakan bibinya itu. Tala jadi menyesal hingga memilih Mengabaikan yang lainnya yang kini justru fokus memperhatikannya.
Terutama sekali Taha yang seperti terpaku menatapnya.

"DiMana kau meletak barang-barangmu sayang?" tante Yuma kembali bicara padanya.
"Apa pelayan sudah membawanya naik ke kamarmu?" tanyanya lagi sambil meletakan segelas Jus lemon yang dibawakan seorang pelayan dihadapan Tala.

Tala ingat pada tas kecilnya yang masih berada dalam mobil Taha. Lebih baik tetap di sana. Dia toh memang tidak akan tinggal cukup lama di sini.

"Tidak.. Aku tidak akan menginap di sini. Aku akan kembali malam ini. Besok aku harus kembali bekerja"
Beritahu Tala tanpa menoleh pada siapapun dan memilih meraih gelas lemonnya.

Remasan kuat tangan Bibi Meena membuat Tala menoleh padanya.
"Tidak!! Kau tidak boleh pergi lagi!!"
Ucap mulai terisak, menekan bibirnya ke tangan mereka yang tergenggam.

Tala membungkuk agar matanya sejajar dengan Bibi Meena.
"Aku bisa dipecat jika tidak masuk kerja besok" dustanya.
"Padahal aku suka sekali bekerja di sana. Ada uang kontrakan yang juga harus kubayar"
Tambahnya yang sedang memutar otak agar bibi Meena percaya dan mau melepaskannya.

"Padahal sayangku, kau tidak perlu bekerja untuk mendapatkan uang. tapi kau menolaknya dan lebih memilih susah daripada memaafkan papamu yang begitu mencintaimu"
Kalimat pedas yang dikatakan tante Riri membuat suasana terasa begitu tegang seketika.

Mata Tala bertemu dengan mata Taha yang sepertinya sedang mengejeknya karena mengakui kebenaran yang dikatakan oleh tantenya itu.

Tala menarik tanganya, lebih kasar dari yang dia maksud hingga Bibi Meena kaget dan menatap bingung padanya.
"Maaf" bisiknya membelai pipi Bibi Meena sebelum duduk dengan posisi tegap dan menatap Tante Riri.

"Aku tidak tahu kalau hidup menompang di rumah ini membuatmu bisa bicara seperti itu padaku. Mungkin kau memang sudah terbiasa menerima pemberian tanpa merasa malu, tapi aku berbeda dengan kalian"
Katanya yang membuat kaget semua orang.

(Repost) Belitan Di HatiWo Geschichten leben. Entdecke jetzt