67

545 34 5
                                    

Rianty menyeka keringat yang bercucuran dengan tangan kirinya yang bergerak bebas. Cuaca hari ini memang terlihat terik sekali. Wajar jika banyak orang yang berkunjung ke taman untuk mencari udara segar.

Seharian ini Adrian sengaja mengajak Rianty untuk menyebar undangan pada teman-teman sekolahnya. Dan sebagai salam perpisahan juga untuk mereka berdua. Karena setelah ini tak akan ada pergi berdua. Tak akan ada lagi kata bersama antara Adrian dan Rianty.

"Capek banget ya?"

Rianty mengangguk dan mencuatkan bibir. "Iya nih, mana panas banget lagi hari ini," celotehnya kembali menyeka keringat.

Pemuda itu tersenyum tipis. "Ini yang terakhir kok, karena setelah ini kita gak akan bisa jalan berdua kayak gini lagi."

Rianty menoleh tenang. Membalas tatapan Adrian. "Iyalah, kan udah punya istri, masa jalannya sama cewek lain," ujar Rianty bergurau.

"Maaf ya."

Rianty menggigit bibir gusar. Agak menoleh kearah lain untuk menghindari tatapan Adrian. "Kita udah janji gak akan bahas ini lagi," katanya pelan.

Pemuda itu jadi memejamkan mata menenangkan pikiran. Gundah gulana hatinya mengambil keputusan ini. "Iya maaf."

Rianty bisa mendengar ada helaan nafas lelah dari Adrian. Hatinya mencelos pasrah kembali membuka lembaran lama yang seharusnya telah selesai.

"Itu tinggal punya siapa?" tanya Adrian mengalihkan pembicaraan.

Rianty langsung mengambil sisa undangan dan melihat nama-nama yang tertera disana. "Ini punya Vano, terus Faren, Franda, sama punya Jovi?" Nama terakhir membuat Rianty mengernyit dan menatap Adrian langsung meminta penjelasan.

"Whats wrong?" Adrian menatap Rianty balik bertanya.

"Seriously?"

Adrian mengangguk. "Iyalah."

Gadis itu menyunggingkan senyum tipis. Tidak tau apa yang dia rasakan saat nama itu kembali disebut dan didengar. Nama yang sudah lama ia lupakan dalam pikiran namun tetap melekat erat dalam hati.

Matanya mengedarkan pandangan. Seketika membulat melihat bayangan seseorang yang baru saja ia sebut namanya. Gadis bermata sipit itu mengerjap. Mungkin hanya halusinasinya karena tadi dia sempat menyebutkan nama pemuda itu setelah 5 tahun tidak bertemu.

Mata Rianty makin membulat lebar saat bayangan itu benar-benar orang yang ia tunggu kedatangannya selama ini.

"Itu Jovi," seru Rianty heboh.

"Ha? Mana?" kata Adrian membelalakan mata.

"Ck, itu!" Rianty gemas dan langsung beranjak meninggalkan Adrian di tempat. Adrian yang menyadari pergerakan cepat Rianty jadi cepat mengamit barang-barang mereka dan ikut berlari mengejar.

"JOVI!" panggilnya berteriak.

Rianty berhenti. Kakinya sudah lemas. Nafasnya terengah-engah. Dan saat ia kembali melihat ke depan, sosok itu sudah tidak ada lagi. Garis wajah Rianty berubah sendu seketika. Tak lagi bersemangat.

"Lo manggil gue?" Rianty tersentak ditempatnya berdiri. Kakinya semakin melemah untuk berpijak di atas bumi. Dengan perlahan membalikan tubuh. Matanya melebar saat orang yang dikejarnya kini berdiri tepat di belakangnya sebelum ia berbalik.

"Jo.. Jo.. Jovi?" panggil Rianty tergagap. Mengucek matanya sendiri demi memastikan pemuda di depannya ini adalah Jovi.

"Ini beneran Jovi?" tanyanya menyelidik.

"Hm, ini gue," ujar pemuda itu tenang.

"Ri, kamu lari cepet bener sih, sampe semua barang kamu tinggalin," gerutu Adrian yang baru saja datang.

ADRIANTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang