(SUDAH DITERBITKAN OLEH BUKUNE)
Nadine tidak percaya sihir, sulap, atau apalah itu.
Namun, ketika kucing yang ia temukan di teras dan ia adopsi berubah menjadi laki-laki tampan, Nadine kehilangan kata-kata untuk menjelaskannya. Bahkan untuk dirinya...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Nakuga, siap baca chapter 8 ini? Sudah vote dan tinggalkan jejak 🙃?
***
Bukan hanya tentang sekadar nyaman, tetapi juga tentang rasa ingin bertahan.
***
Dari luar pun, pasar sudah kelihatan ramai.
Begitu turun dari mobil, Nadine mengencangkan ikatan di tangan mereka. Apa Kuga punya ketakutan khusus yang akan membuatnya lari?
Nadine pernah melihat kucing ketakutan karena mendengar suara keras tiba-tiba. Nadine juga pernah melihat kucing melompat gara-gara mentimun diletakkan di belakangnya.
Kuga tidak akan seperti itu, bukan?
Nadine sedikit menengadah sebab Kuga lebih tinggi satu kepala darinya. Saat ia lihat, Kuga menoleh ke segala penjuru begitu cepat. Mungkin merasa aneh akan apa yang dia lihat.
"Meow."
Masih ragu kalau Kuga akan lari begitu saja, Nadine memegang lengan Kuga, memperpendek jaraknya.
"Ou." Kuga bersuara.
Bagus, mulai sekarang Nadine tidak akan mendengarkan seseorang mengeong dalam suara rendah saja.
Kuga belum bisa menetapkan fokus, terbukti ketika Nadine mengajaknya memasuki area pasar, dia menatap takjub ke pedagang alat-alat dapur, toko kelontong, tempat menjahit, dan banyak lagi. Nadine seperti mengajak anak kecil yang pertama kali pergi ke luar rumah.
Pikirannya kini sibuk memikirkan pakaian apa yang pantas dipakai Kuga. Berhubung dia punya wajah menarik, Nadine rasa apa saja akan cocok untuknya. Satu hal secara mendadak hinggap di kepala.
Apa Nadine perlu membelikannya pakaian dalam?
Tidak menggantinya dalam waktu lama rasanya tidak nyaman, bukan?
"Kuga."
Kuga menoleh padanya. "Din."
"Mau kaus atau kemeja?"
"Auh."
Lama-lama Nadine mengira, kata yang diucapkan Kuga semakin beragam karena ia lebih sering mengajaknya bicara. Mungkin begitu.
Keduanya memasuki penjual pakaian yang pertama terlihat oleh mata. Ada beberapa wanita berusia tiga hingga empat puluhan bersama anak mereka, berisik oleh permintaan dibelikan es krim.
