Wan

2.2K 189 66
                                    

"Jennnnnn!"

Suara malaikat tapi persis seperti toa masjid itu menelusup ke telinga indah gue. Gue yang mulanya lagi menonton sambil telungkup, spontan berdiri tegak di samping kasur empuk gue.

Ets! Gue menonton sebuah film normal kok. Ada tiga series dari film itu, dan ini adalah series ketiga. Judulnya 'Fifty Shades'. Hehe, normal untuk seumuran gue, kan?

Gue nyisir jambul hitam indah nan unik ini dengan jari-jari gue sekilas. Setelah merasa lebih rapi, gue keluar dari kamar untuk menyusul malaikat toa di lantai bawah.

Gue udah pause filmnya kok. Nanggung, lagi seru. Jadi, nanti gue lanjutin.

Tersisa beberapa anak tangga lagi dan gue bakal sampai di lantai bawah. Tapi gue udah liat malaikat toa gue nyaris teriakin nama gue lagi.

"Zayn ganteng udah dateng, Bunda." Ucap gue sedikit memekik, mencegah Bunda mengeluarkan suara peraknya.

Yoi, Bunda adalah malaikat toa gue. Keren, kan, nama khusus dari gue untuk Bunda?

Bunda duduk di sofa yang ternyata sudah ada Ayah yang lagi nyisir rambut abu-abunya menggunakan sisir mainan boneka barbie milik Safaa, Kak Doniya yang lagi mencoba warna-warna lipstik terbarunya, Waliyha yang lagi asik selfi tapi posisi handphone terbalik, dan Safaa yang lagi membuka baju boneka barbie-nya.

Gue berhenti sejenak. Geleng-geleng kepala. Heran aja, gitu. Punya keluarga, kok, gini-gini amat. Untung gue ganteng.

Gue pun duduk di sofa tempat Kak Doniya dan Waliyha duduk -gue duduk di tengah mereka berdua-.

"SYAITON!"

"BANG JEN!"

Gue berjingkat karena mendapat serangan dadakan dari kanan-kiri sekaligus. Gue ngelus kuping gue yang terasa pengang sambil meringis.

"Apaan, sih? Salah mulu perasaan. Lo apalagi, Kak, ngegas banget. Masa gue dikatain setan. Terus, lo iblisnya gitu?" Sungut gue.

Gue noleh ke Waliyha. Ternyata handphone-nya mental dan berhasil mencium lantai dengan mulus. Dan sekarang dia lagi ngelus-ngelus itu handphone yang sebenarnya nggak cedera. Tapi, bibirnya udah manyun aja kayak mau cium gue.

Lalu gue noleh ke Kak Doniya... Bhaks! Gue sekarang benar-benar ngakak asli. Bahkan gue ngakak sampai susah melek. Saking ngakaknya juga gue sampai nggak bisa bersuara lagi.

Ternyata lipstik yang lagi di coba Kak Doniya tadi belepotan melebihi batas bibirnya. Ya, gimana mau nggak ngakak, coba? Nggak afdhol kalau nggak ngakak, mah.

Disaat gue masih ngakak guling-guling, gue ngerasa kedua kuping gue molor dan panas. Eh, lama-lama sakit anjir.

Gue nggak berani ketawa dan berusaha ngelindungin nasib kedua kuping gue yang lagi ditarik ulur sama dua perempuan galak ini.

"Sakit, anjir! Ampun elah!" Teriak gue karena ini benar-benar sakit-sakit panas gimana gitu.

Waliyha ngelepas jewerannya dengan kasar, gue sampai ketoyor ke samping. Lalu, Kak Doniya juga ngelepas jewerannya dengan kasar juga, alhasil gue ketoyor ke bawah. Eh, ke samping maksud gue.

Gue megangin kedua kuping gue yang terasa kedutan dan gue yakin sekarang warnanya merah kayak lipstik Bunda. Eh.

"Kok berhenti? Terusin, dong." Kata Ayah santai yang langsung gue pelototin. Gue nggak peduli mau dikatain anak durhaka, karena gue nggak mau kuping gue lebih molor.

"Ayah apaan, sih. Panas, tau!" Protes gue kesal.

"Makanya jangan suka ganggu saudara-saudara kamu." Timpal Bunda. Gue liat Safaa ngakak tapi tertahan di sebelah Ayah.

Gue ngangkat bantal sofa di belakang gue, berniat ngelempar dia...

BUGH!

"Awh!" ringis gue. Sialan. Kan, gue yang mau ngelempar. Tapi gue yang kena lempar duluan.

"Berani kamu lempar bantal ke Safaa?" tanya Bunda dengan tatapan paling seram yang pernah gue lihat. Gue ganti nama malaikat toa jadi malaikat penyedot nyali. Seram, asli.

"Zayn bukan mau lempar. Cuma mau nerbangin aja kali, Bun." Gue memanyunkan bibir seksi gue.

"Lebay lu, Bang." Cibir Safaa sambil cekikikan. Tangan gue gatel banget udahan. Tapi hati gue masih berfungsi.

Berfungsi buat ngatain dia.

"Udah, udah, kok malah akur gini." Tukas Ayah yang langsung dapat tatapan macam-macam dari seluruh penghuni rumah ini tak terkecuali gue.

Ayah cuma mesem-mesem sok ganteng. Ya, ganteng sih. Tapi masih gantengan gue kemana-mana.

"Bun, langsung aja omongin." Lanjut Ayah.

Waduh, kok perasaan gue ngehasut gue buat mikir yang enggak-enggak.

"Zayn, gini," kata Bunda. Gue nelan ludah. "Ayah, Bunda, Kak Doniya, Waliyha dan Safaa mau mudik besok."

Lah, lah, gue nggak diajak? Wah, wah, gawat. Eh, tapi bebas nonton sepuasnya, sih.

"Mungkin habis lebaran baru balik." Sambung Ayah.

Ehmm, sebulan lebih dong? Lumayan.

"Sekalian liburan." Timpal Kak Doniya dengan nada ledek yang pengen gue ganti pakai suara kucing lagi ngigau.

"Tapi..." ucap Bunda menggantung.

Plis deh, Bun. Zayn jadi ser-seran sekarang.

"Harry bakal nemenin kamu di sini selama kita mudik." Ujar Ayah tenang.

Tapi nggak dengan gue. "What?! Harry anaknya Tante Anne?"

Mereka berlima ngangguk kompak.

"Harry adiknya si Gemma?"

Mereka berlima ngangguk lagi.

Seketika gue berkeinginan nyebur ke parit. Baru aja gue membayangkan, gue bakal nguasain ini rumah dengan bebas selama Ramadhan sampai Idul Fitri. Nonton sepuasnya tanpa takut diintip. Tidur seenaknya. Ngajak perempuan ke kamar. Eh, nggak deng. Bohong.

Tapi itu semua nggak akan gue rasain di bulan Ramadhan besok lusa. Semua bakal masam. Karena sepupu yang paling pengen gue tenggelemin di parit belakang rumah.

***

hello!
wellcome to my gabut world.
hope u enjoy, and keep reading

Jangan lupa Vomment + Share <3

Love u,

-Rin

Our RamadhanWhere stories live. Discover now