🌿DTP 23🌿

2.8K 477 37
                                    

Seokjin menatap kosong pada jalur gua yang mengarah ke kiri. Beberapa saat setelahnya, ia menghela nafas, tak siap untuk kembali menempuh perjalanan. Bukannya Seokjin tak siap karena malas, hanya saja, pemuda itu tak ingin melihat siapapun terluka lagi.

Seokjin mendongak kala merasakan sebuah genggaman di jari-jarinya. Manik hazelnya menemukan Namjoon yang tengah tersenyum di sampingnya, mau tak mau membuat pemuda itu ikut tersenyum.

"Kita semua akan baik-baik saja." Pria itu berkata seolah-olah ia tau apa yang sedang dipikirkan Seokjin. Seokjin mengangguk kecil, berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Namjoon menoleh ke belakang, mengisyaratkan Daniel untuk memandu jalan. Mengerti apa yang ingin disampaikan Namjoon, Daniel mengangguk, lantas berjalan maju dan menempatkan dirinya di barisan paling depan.

Tak lama, sebelas demigod mulai berangkat. Di depan sendiri, Daniel berjalan sambil memegang obor dan peta di tangannya. Dahinya tertekuk, menandakan bahwa ia sedang serius dan tak ingin diganggu sama sekali, mereka tak punya banyak waktu.

Perjalanan itu hanya diiringi dengan cahaya dari obor dan kesunyian yang mencekam. Namjoon menatap Seokjin yang berada di sampingnya.

Manik emeraldnya meneliti secara rinci pahatan wajah Seokjin dari samping, berusaha merekam wajah itu dalam ingatannya selama mungkin, karena ia tau, ia tak akan bisa lagi menikmati pemandangan itu.

Tanpa sadar, sebuah senyum sendu terbit di bibirnya. Mengingat kembali, bahwa ia tak akan bisa berada di sisi Seokjin selamanya.

Tak akan bisa menemani Seokjin kembali ke camp dan menghabiskan waktu bersama pemuda itu, karena itu adalah takdirnya dan Namjoon tak seharusnya membuat Seokjin jatuh cinta padanya. Agar pemuda itu tak perlu terlalu merasa sakit saat Namjoon akan pergi, meninggalkannya, untuk selamanya. Tapi semuanya sudah terjadi, Seokjin mencintainya, begitu pula dirinya.

Terlalu sibuk dengan pikirannya, Namjoon tak sadar jika mereka telah sampai pada tujuan, karena memang, perjalanan terakhir ini tak membutuhkan waktu lama.

Langkah kesebelas demigod itu terhenti. Di depannya, sebuah portal berbentuk lingkaran menanti dengan pola pusaran berwarna hitam berada di tengahnya. Jika kau membayangkannya, mungkin itu akan seperti black hole.

Seokjin meneguk ludah sejenak, sebelum akhirnya mengeratkan genggaman tangannya pada Namjoon. Namjoon yang merasakan tangan Seokjin mengerat, mengalihkan perhatiannya pada pemuda itu. Ia bisa melihat raut Seokjin menegang dan mendadak, Namjoon merasakan sesak di hatinya.

Mereka telah tiba di portal dan sebentar lagi, sebentar lagi pria itu akan meninggalkan Seokjin. Ia akan menjalani apa yang disampaikan ayahnya.

Sebagai putra dewa terkuat, Zeus, Namjoon yang harus mengakhiri semuanya. Mengakhiri mala petaka dan bencana akibat portal ini, sekalipun ia harus mengorbankan dirinya sendiri, mengorbankan kehidupannya.

"Seokjin.. " Lirihan itu membuat Seokjin menoleh pada Namjoon. Baru saja pemuda itu ingin mengatakan sesuatu, Namjoon sudah menariknya ke dalam sebuah pelukan erat, membuat Seokjin mau tak mau tercengang. "Namjoon?"

"Aku mencintaimu."

Sesak memenuhi relung hati Seokjin kala Namjoon baru saja mengatakan hal itu, seolah-olah ia sedang menyampaikan salam perpisahan dan Seokjin panik karenanya. "Jangan katakan! Kalimatmu seolah menunjukkan bahwa kau akan pergi dariku dan aku benci itu, maka jangan katakan!"

Seokjin balas memeluk Namjoon erat yang dibalas oleh kecupan kecil di puncuk kepalanya, begitu lama dan Namjoon memang sengaja melakukannya. Agar ia bisa merasakan moment ini lebih lama di dalam hidupnya.

Kau benar, aku akan pergi, selamanya. Darimu dan dari dunia ini. Maka biarkan aku mengatakannya, bahwa aku mencintaimu, lebih dari apapun di dunia ini.

●●●

Sebelas demigod itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam portal. Larva yang mengeras menjadi pijakan mereka dan anehnya, suhu di sini terasa dingin, bukan sebaliknya. Jauh beberapa meter di depan mereka, sebuah batu besar berada di tengah-tengah.

Seokjin mengernyit kala maniknya melihat cahaya merah yang berasal dari larva mendidih di belakang batu dan ia baru mengerti, jika tempat ini memiliki dua suhu.

Tempat yang dipijakinya sekarang merupakan daratan yang bersuhu rendah, sedangkan aliran larva yang membentang panjang di belakang batu merupakan cairan bersuhu tinggi.

Sesaat, keheningan terjadi, sebelum sebuah getaran besar di tanah menandakan bahwa sesuatu sedang mendekat. Sebelas demigod itu saling melirik sebelum akhirnya mencari tempat persembunyian berupa celah-celah tebing.

Hoseok mengintip dari balik celah dan matanya membulat kala melihat objek yang berada di sekitar batu. Itu adalah hydra dengan ukuran yang lebih besar daripada hydra sebelumnya yang pernah menyerang mereka.

Hoseok mengumpat dalam hati karena akan sangat sulit membunuh makhluk itu dan sialnya lagi, makhluk itu sepertinya adalah rajanya karena tak ada monster lain di dalam sini.

Sesaat setelahnya pria itu menghela nafas lega karena teringat rencana yang sudah mereka susun sebelumnya. Ia menoleh pada Taehyung yang berada di seberang, memberi isyarat untuk segera menyerukan aba-aba.

Taehyung yang melihatnya mengangguk lantas menoleh pada Namjoon yang bersembunyi beberapa meter di belakangnya. Ia mengangkat satu ibu jarinya, menandakan bahwa semuanya telah siap.

Namjoon menahan nafas sesaat sebelum akhirnya ia mengambil sebuah keputusan dengan berteriak untuk menyerang hydra tersebut dan ia akan memastikan, bahwa semuanya akan berakhir.

~TBC~

Hai, i'm back😘😘

Adakah yang menunggu cerita ini up? Kalau ada, makasih ya buat yang udah menunggu saya

Btw, cerita ini udah mendekati end ya, mungkin beberapa chapter lagi, hehe:v

Oke, see you in next chap🙋🙋

Borahae💜💜

Destroy The Problem [ NamJin ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang