Bab 3

3 4 1
                                    

Apa semua ini ada sangkut paut padanya?

Aileen menyetuh dahinya pelan, kepalanya seakan – akan rasanya ingin meledak sampai mengeluarkan seisinya. Lalu, ingatannya kembali mengingat suara jeritan yang sebelumnya ia dengar. Ia terus mengulang – ngulang berusaha mengenal suara siapa baru saja. Mengingat sesuatu merupakan bakatnya dari dulu. Ia mencoba menyamakan suara itu dengan suara semua orang yang pernah ia dengar.

Sampai akhirnya ia menemukan sebuah jawaban dari pertanyaannya. 'Suara itu! Suara Ibu!'

Ia mulai tidak dapat berpikir jernih. Pikirannya mulai melayang jauh dari tubuhnya. Ia mengepalkan tangannya kecang, dari matanya ia sudah mulai berkaca – kaca.

'Jika saja sesuatu terjadi pada Ibu dan Ayah, aku tidak akan mengampuninya.'

Aileen bergerak cepat mencari apapun itu yang dapat membantunya naik ke lantai atas, kamarnya. Ia menjelajahi seluruh ruangan, dan menemukan sebuah tangga dari tali tambang yang berukuran cukup besar. Tangga itu ia lempar ke atasnya, sampai tersangkut pada sebuah kail yang seperti sudah disiapkan untuk ditumpu.

Aileen memanjat tangga dengan hati – hati agar tidak terjatuh. Setelah sampai ke puncak, aileen dengan susah payah menggeser sesuatu yang menghalangi atap. Marmer yang menjadi pintu masuk sekaligus pintu keluar dari dalam persembunyiannya.

Sebelum ia membuka seluruh marmernya. Ia melihat dari bawah tempat tidurnya. Semua barang – barangnya sangat berantakan. Pakaian maupun boneka yang Aileen miliki tergeletak secara tidak beraturan di lantai.

Aileen merangkak di bawah tidurnya dengan perlahan, lalu mencoba mengintip dari celah pintu yang tidak tertutup. Sama seperti kamarnya, lorong dan ruangan lainnya tampak sangat berantakan. Beling dari vas kaca juga, berserakan di atas marmer. Tetapi, ia tidak melihat siapapun disana. Sunyi senyap di rumahnya. Aileen membuka pintu kamarnya, dan berjalan dengan pelan di lorong rumahnya.

"Ayah? Ibu?" tanyanya pelan.

Aileen mulai merasakan ketakutan seperti saat itu. Saat dimana ia membunuh seluruh serigala. Ia berari kecil mencari keberadaan orang tuanya.Aileen menoleh ke arah kiri kanannya berusaha untuk tidak dalam keadaan panik.

Aileen melihat ke arah bawahnya di ruang keluarga. Sebuah bercak berwarna merah seperti mengalir di sela marmernya. Ia menekuk kedua kakinya, lalu mencolek cairan itu dan menciumnya.

'Darah!'

Rasa panik yang telah ia tahan – tahan, sekarang keluarga tanpa dapat dicegah. Tangannya bergetar mengingat kejadian itu. Rasa traumanya masih tidak dapat ia lupakan. Ia kepalkan tangannya berusaha untuk menyingkirkan bayangan itu.

'Yang terpenting sekarang adalah mencari Ayah dan Ibu.'

Aileen terus memanggil kedua orangtuanya dengan suara yang dikencangkannya. Ia berlari seraya menghindari setiap barang yang jatuh. Bahkan, sampai ke ladangnya. Rumahnya kosong, ladangnya pun tidak ada orang sama sekali. Aileen terus menoleh kesana kemari mencari keberadaan orangtuanya. Sampai terdengar suara gemerisik dari semak yang berukuran lumayan besar.

"Siapa itu!" teriak Aileen.

Tidak ada jawaban sama sekali yang keluar dari arah suara. Detak jantung Aileen berdetak dengan cepat. Bagaimana kalau itu adalah seseorang yang menghancurkan rumahnya. Itu yang ada pada pikirannya. Sampai sepasang kaki mulai menampakkan wujudnya.

"Kau!"

"Ya, ini aku, Aileen." jawabnya.

"Bagaimana kau tahu, kalau aku berada disini?"

"Tentu saja, insting, karena aku menyukaimu."

Aileen tersipu malu mendengarnya. Kata – kata yang keluar dari bibir Thomas.

"Omong – omong apa yang sedang kau lakukan disini?" tanya Thomas.

"Aku tidak dapat menemukan Ayah dan Ibuku. Di rumah maupun disini."

Aileen berusaha untuk menahan air matanya. Hanya saja dari cara bicara dan tubuhnya yang bergetar menahan tangis, membuatnya menjadi jelas. Kalau Aileen, tidak sedang baik – baik saja. 

It's All a LieOn viuen les histories. Descobreix ara