[Part sudah tidak lengkap! Segera beli dari Shopee: Rex_Publishing agar dapat memeluk versi cetaknya!] [Amazing cover by: Rex Publishing | @Rex_Publishing]
"Jangan melihat orang hanya dari luarnya saja."
Kata bijak seorang bad boy ternyata tidak sal...
Aku membuka mataku perlahan. "Hanya foto kemarin."
"What? Foto kemarin?" ucap Tania terkejut.
"Hmm." Aku berjalan mendahului Tania.
"Eh ...." Tania menyusulku. "Tapi ini tuh jadi viral, loh."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku meletakkan kepalaku di atas meja sambil memejamkan mata.
Tania menaruh tasnya diatas meja, lalu ia mengguncang-guncangkan tubuhku. "Lyn, kita ke kantin, yuk, Pak Kora, 'kan tidak hadir."
"Mumpung dosen itu tidak hadir, jadi aku tidur saja," ucapku malas.
"Lah, tapi ...."
"Nanti kususul kalau tenaganya sudah ada," ucapku sambil menunjuk arah dengan tanganku ke sana kemari.
"Yaudah, deh." Tania pun berjalan pergi meninggalkanku.
Lagian siapa suruh Tania meneleponku di saat aku sedang tidur nyenyak. Untunglah dosen super killer itu tidak hadir, jadi 2 jam ini bisa aku pakai untuk mengumpulkan tenagaku.
Baru saja aku mau bermimpi tentang Aro, tiba-tiba sesuatu yang sangat dingin menempel di pipi. Dengan refleks aku memegang tangan tersebut.
"Aduh, Tan, kamu tuh ...." Aku terkejut saat ternyata di hadapanku ternyata bukan Tania.
Visio menoleh ke arah tanganku yang sedang memegangnya.
"Oh." Aku melepas tanganku. "Maaf, tadi aku refleks."
Visio mengangguk. "Nih." Ia memberikan sebotol air mineral dingin kepadaku. "Biar ada tenaganya."
Aku hendak menerimanya, namun terhenti. "Kenapa kamu baik kepadaku?" Aku memicingkan kedua mataku.
"Lho, kalau aku berbuat baik memang harus ada alasannya?"
Aku berpikir sejenak. Iya juga, ya. Aku pun menerima pemberian Visio. "Terima kasih."
"Atas?"
"Botol ini dan kemarin karena kamu aku jadi mendapat nilai A+ dalam fotografi," ceritaku, "terima kasih."
"Pretzel bisa berterimakasih juga, ya?" Visio tertawa kecil.
Aku memutar mata dengan malas. "Mulai lagi, deh."
Visio tersenyum.
"Visio."
Visio yang mendengar namanya dipanggil pun menoleh. "Kaila?" ucapnya sambil berdiri.
Aku memperhatikan mereka berdua, tapi Kaila justru menatap tajam ke arahku, sehingga entah apa yang terjadi, aku menjadi ikut berdiri bersama mereka.
"Maaf, aku mau ke toilet ...."pamitku, Saat aku hendak melangkahkan kakiku, ada sebuah tangan menahanku dan itu membuatku menoleh.
"Di sini saja," pinta Visio tanpa melepas genggaman tangannya. Ia menoleh ke arah Kaila. "Minta balikan? Ditolak!"
"Jadi, mereka sudah putus? Bukankah kemarin kata Kaila mereka akan menjadi suami-istri?" batinku menerka.
Kaila menggeleng. "Aku suka sama kamu, aku cinta sama kamu, dan aku tidak mau kita putus."
Kaila memegang tangan Visio, namun ditepis oleh sang pemilik tangan. "Ucapanku kemarin malam sudah jelas," tegas Visio.
"Apa karena ...." Kaila melihat ke arahku.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.