65

1.2K 172 10
                                    

Author's Points Of View


L

angit mulai menggelap. Namun alasan dan keadaan itu belum cukup untuk membuat dua insan yang ada di pemakaman itu beranjak pergi.

Stella terduduk lemas di samping sebuah makam dengan mata yang masih mengalirkan air matanya. Tubuhnya lemas. Emosinya terkuras hari ini.

Felix yang di sampingnya hanya bisa menahan tubuh Stella agar tidak terjatuh ke tanah. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tak kuasa melihat makan yang ada di depannya.

Nama Davian Jaemin terpampang di batu nisan makam tersebut.

Stella tak mampu berbicara. Tenggorokannya tercekat. Namun ia tak mau beranjak, ia ingin melihat Jaemin.

"Jaemin ku. Kenapa kamu pergi? Kamu pergi di saat kamulah yang menjadi obat buat aku. Aku pengen ketemu kamu. Aku kangen, kangen banget sama kamu."

Stella menutup matanya erat. Mencoba mengatur nafasnya.

Setelah beberapa menit, ia cukup tenang. Kepalanya bergerak untuk melihat ke arah Felix di sampingnya.

"Gea.. Gea kemana?" Tanya Stella.

Bagaimanapun juga, Gea adalah sahabat pertamanya. Ia tidak bisa melupakan kenangan yang pernah ia buat dulu bersama Gea.

"Kamu yakin mau dengar?" Tanya Felix.

Stella mengangguk karena tidak pernah mengira bagaimana keadaan Gea. Ia hanya berpikir bahwa Gea sudah menjadi pasangan Felix dan hidup bahagia.

Felix menghela nafas dan menatap mata Stella, "Tepat tiga bulan lalu, Gea meninggal." Jawab Felix.

Stella mendelik kaget, nafasnya lagi lagi tercekat. Apakah ia harus kehilangan dua orang yang berharga dalam hidupnya?

Ia tak pernah menyangka bahwa ia akan di beri tahu fakta yang menyakitkan ini.

"K—kenapa?" Tanya Stella.

"Gea punya riwayat penyakit parah. Kalo kamu mau tau, kenapa dulu kecil dia pindah, itu karena dia berobat keluar negeri." Jelas Felix.

"Saat dia datang sampai acara pertunangan, keadaannya sudah membaik bahkan hampir sembuh. Tapi, karena aku yang tiba tiba membatalkan pertunangan membuat dia kaget dan drop."

"Dia sempat membaik, tapi gak lama dia pergi." Felix menundukkan setelah menjelaskan kepada Stella.

Stella menangis kembali. Seharusnya dia tidak datang waktu acara pertunangan itu. Dengan begitu, mungkin saja Jaemin masih berada di samping nya dan Gea bisa merasakan indahnya dunia.

Keduanya menangis. Tak kuasa menahan perasaan bersalah di dalam hatinya. Mereka tidak menyangka bahwa sampai begini kisah mereka.

Jaemin yang mengorbankan nyawanya agar Stella bahagia.

Gea yang pada akhirnya merelakan Felix.

Jauh di dalam hati Jaemin dan Gea, tersimpan sedikit harapan diantara harapan lainnya agar Stella dan Felix bahagia.

Dalam hati, Felix menyalahkan dirinya sendiri. Harusnya ia tidak bertindak gegabah dahulu. Dia tidak mengira akan sampai begini.

Keduanya menyalahkan diri masing masing tanpa sadar bahwa inilah takdir yang telah digariskan.

Entah bagaimana kedepannya, apa mereka akan bersatu kembali atau berjalan di jalan yang berbeda.

🌈🌈🌈

Felix dan Stella telah sampai di hotel. Namun, keduanya belum ada niatan untuk beranjak dari lobby hotel.

Bahkan supir taksi yang mengantarkan mereka, sempat bingung dengan keadaan keduanya.

Stella menghela nafas. Emosi, tenaga, bahkan rasanya sari sari semangatnya terkuras habis hari ini.

"Aku mau pulang besok." Ucapnya tanpa melihat Felix.

Felix yang mengerti langsung mengiyakan permintaan Stella. Keduanya berjalan masuk ke dalam hotel dan mengistirahatkan diri di kamar masing masing.

🌈🌈🌈

Selesai mandi dan berganti baju, Stella duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Ia menghela nafas dan menatap langit langit kamar.

Tangannya bergerak untuk mengambil ponselnya yang ada di atas nakas, lalu mencari sebuah kontak yang ingin ia telpon.

"Halo?"

"Hyunjin,"

"La? Lo gak apa apa? Suara Lo lemes gitu. Habis di Apain Lo sama Felix?!"

"Gue nggak di apa apakan sama Felix."

Suara helaan nafas lega terdengar dari seberang, "Yaudah deh. By the way, kenapa call? Ada masalah? Lo diajak kemana sama Felix?"

"Jin, Lo harus jujur sesuatu sama gue." Bukannya menjawab, Stella mengajukan permintaan kepada Hyunjin.

Hening awalnya sampai Hyunjin bersuara kembali, ".... Apa??" Tanya nya.

"Lo.. Lo tau kan kalo Jaemin meninggal?" Tanya Stella. Sesungguhnya ia sedang menahan tangisannya. Ia lelah untuk menangis kembali.

"La, sebelumnya gue minta maaf—"

"Gue tanya, Lo tau kan kalo Jaemin meninggal?"

"Iya, gue tau la. Bahkan malam terakhirnya gue dan dia sempat ketemu dan berbicara."

"Kenapa Lo gak kasih tau gue? Kenapa Lo a pernah jawab pertanyaan gue kalo gue tanya Jaemin ada dimana??!!"

".....Maaf la,"

"Papa sama Mama tau soal ini?"

"Tau. Waktu itu papa sama Mama sempet datang ke acara pemakamannya."

"Lo jahat, Hyunjin,"

"La, bakal gue jelasin sesuatu ke lo kalo Lo udah sampai disini. Gue bakal ceritain semuanya. Gue bakal—"

Pip—!

Sambungan telepon terputus sepihak. Stella memutuskan panggilan tersebut. Ia mengusap kasar wajahnya dan menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan yang bertumpu pada kakinya.

Entah apa yang ia rasakan. Jika ia mengetahui bahwa sesakit ini mengetahui faktanya, ia tidak akan mencari jawaban atas pertanyaan pertanyaannya selama beberapa tahun terakhir ini.

Stella merasa lelah.

—Tbc

🍁Untitled ‖ Felix ✔Where stories live. Discover now