Catatan Kedua Puluh Satu - Aris Sunarya

40 4 1
                                    

Part II


H+9, Cipanas - Jawa Barat



Gila, udah ga keitung lagi berapa kilometer yang saya tempuh dengan sepeda ini, sudah berapa desa yang kulewati, namun tidak ada satu orangpun yang kutemui di jalan. Semuanya sama sepinya dengan desa yang kusinggahi semalam, tak berpenghuni, seperti terburu buru ditinggalkan oleh para penghuninya. Saya mencoba beberapa kali masuk ke beberapa rumah untuk meminta pertolongan, namun semua rumah yang kumasuki tidak terkunci, mereka seolah olah lenyap dari bumi ini. Hanya tinggal saya sendirian saja disini bersama sepeda yang bahkan bukan milik saya. Ah biarlah, pemilik sepeda ini mungkin sama saja seperti orang orang yang raib ini.

saya tidak dapat menolak pikiran saya yang mengaitkan peristiwa orang orang gila yang memakan dan mengejar saya di gunung sepertinya berkaitan dengan hilangnya orang orang disini. Apakah semua orang orang disini berubah menjadi seperti yang di gunung? Atau jangan jangan mereka sudah mati sama seperti yang berada di balai desa yang saya datangi kemarin? Apakah tidak ada seorangpun yang selamat? Lalu siapa yang membunuh mereka? Dan apa yang menyebabkan semua ini? Astagaaa kepala ini jadi pusing sendiri membayangkan semua pertanyaan itu.

Bangunan bangunan di kiri dan kanan saya semakin padat. Sepertinya saya sudah memasuki pinggiran kota Cipanas dan sudah melewati hutan hutan dan daerah desa. Tapi tetap saja sepi, tidak ada tanda tanda kehidupan. Tidak ada satupun yang bergerak kecuali dedaunan kering dan debu debu dipinggir jalan. Di kejauhan saya melihat ada asap hitam yang mengepul, saya langsung terpikir untuk mendatangi sumber asap itu, siapa tahu saya bisa bertemu seseorang.

Saat saya melewati sebuah pertigaan jalan, saya menemukan sebuah papan triplek yang ditempeli banyak sekali kertas. Saat saya lihat, ternyata seperti papan pengumuman, dengan banyak sekali catatan, surat, ataupun memo yang ditempel di papan itu yang sepertinya ditulis oleh penduduk setempat. Rata rata bertuliskan mereka semua pergi ke Posko Pengungsian di daerah Jatinangor. 

Ada apa ini? Sampai ada pengungsian segala? Perang? Bencana? 

Ah iya, pasti bencana.. pasti terkait dengan masalah orang orang gila yang menyerang saya digunung. Saya langsung membuat kesimpulan sementara sambil terus membaca semua tulisan yang ada di papan itu. 

Ada sebuah pengumuman yang mengatas namakan TNI, disitu dikatakan Warga warga yang membaca tulisan ini diharapkan untuk segera pergi ke posko pengungsian Cipanas. Kendaraan terakhir dari Posko Cipanas menuju ke Jatinangor akan berangkat H+3. Sesudah itu semua yang berada di area ini akan dianggap musuh negara dan akan ditindak sesuai keadaan yang berlaku.

H+3? 

Istilah Apalagi ini?

H+3 seperti H+3 lebaran? 

H+3 apa? 

Apa yang terjadi 3 hari sebelum pengumuman ini dikeluarkan?

Dan itu berarti sekarang.. H+9?

Apakah saya akan dianggap musuh negara?


Belom sempat saya berpikir lebih banyak lagi, saya dikejutkan oleh suara seseorang yang memanggil saya berbisik. Spontan saya menoleh ke arah suara itu dan saya melihat ada seorang yang sepertinya sedikit lebih tua diatas saya yang mengintip dari balik tembok. 

Dalam hati saya bersyukur akhirnya saya bisa bertemu orang lain.

Dia bertanya apakah saya tergigit atau tidak dan kemudian menyuruh saya menghampirinya. Dia lalu memeriksa semua badan saya seperti mencari sesuatu, dia bilang dia mencari bekas gigitan yang ternyata tidak ada. Saya lalu menjelaskan klo saya tersesat di gunung Gede selama beberapa hari yang lalu dan berhasil menyelamatkan diri kemarin, saya juga menceritakan pengalaman saya bertemu dengan orang orang gila itu di gunung. 

Orang ini lalu tersenyum heran dan bertanya apakah saya benar benar tidak tahu apa yang terjadi. Dia lalu menceritakan semuanya yang terjadi selama aku menghilang di Gunung Gede.

Dia menceritakan bagaimana penduduk Cipanas dikejutkan oleh banyaknya orang orang yang tiba tiba berubah menjadi buas dan menggigiti penduduk setempat. Rata rata serangan terjadi di kawasan wisata, sepertinya orang orang Jakarta yang sedang berkunjung mendadak pingsan dan berubah menjadi mahkluk itu dan semua orang yang tergigit oleh mahkluk itu akan mati dan nantinya berubah menjadi salah satu dari mereka. Saya akhirnya diberi tahu bahwa mereka disebut sebut sebagai mayat, karena mereka terlihat seperti orang mati yang masih bisa berjalan dan mengejar kami semua. Dia juga menceritakan sebagian besar penduduk yang selamat berkumpul di Pos Pengungsian, namun pos pengungsian itu diserang dari dalam, banyak warga yang menyembunyikan bekas gigitannya karena takut akan ditembak TNI ataupun ditinggalkan oleh warga yang lain. Pada akhirnya mereka mereka ini mati dan berubah menjadi mayat dan menimbulkan kekacauan di posko itu.

Mendengar itu paling tidak sedikit terjawab soal kejadian horror di gunung dengan teman teman saya. 

Dan itu juga kah yang terjadi di desa tempat saya menginap semalam? Bayangan jenasah di aula balai desa kemarin kembali terngiang - ngiang di pikiran saya.

Saya lalu menanyakan bagaimana dengannya. Bagaimana dia bisa selamat sampai sekarang. Dia lalu menjelaskan bahwa ia dan teman temannya sempat mengungsi di Istana Cipanas, ada sebuah gedung kecil di dalam istana itu yang menjadi tempat tinggalnya sementara, Gedung Bentoel namanya. Namun Namun lagi lagi ada beberapa orang yang tidak memberitahukan bahwa mereka sebelumnya telah tergigit dan mengubah gedung itu menjadi arena pembantaian. Dia berhasil selamat dan melarikan diri ke pos pengungsian itu Cipanas tadi, namun lagi lagi dia harus melarikan diri setelah pos itu dihabisi kembali oleh mahkluk buas itu. Dan sejak hari itu hingga sekarang ia bertahan hidup di rumah rumah warga disini sampai tadi bertemu dengan saya .

Setelah beristirahat sejanak di salah satu rumah, dia lalu mengajak saya untuk mencari bahan makanan di sebuah toserba yang ada di dekat sini. Saya langsung menurut. Di Toserba itu kami yang sedang mengumpulkan banyak bahan makanan tiba tiba diserang salah satu mayat itu. Saya dan dia berusaha melawan dan berhasil melemparkan mayat itu keluar dari toko, memecahkan kaca toko dan akhirnya mayat itu hancur kepalanya saat menghajar kaca mobil yang terparkir di depan toserba ini. Alarm mobil itu menyala, dia langsung menyuruh saya untuk segera mengepak barang barangku dan bersama sama pergi dari toserba ini. Saya menurutinya. 

Kami segera bergerak cepat kembali ke rumah dimana saya bertemu dengannya. Namun ternyata dari ujung jalan itu tiba tiba saja sudah banyak mayat yang muncul. Dia bilang mayat mayat itu sangat sensitif dengan suara dan bergerak dengan liar di siang hari. Saya segera mengambil sepeda saya dan kita berdua segera berlari dari rumah itu karena mayat mayat itu mulai mengejar kami. Teriakan dan geraman mereka membuat adrenalin saya terpacu. Saya tidak mau mati tergigit mahkluk ini.

Dia menyuruh saya menggunakan sepeda karena saya membawa carrier berisi bahan makanan dan minuman sementara dia berlari di belakang saya. Kami berusaha melarikan diri sekuat mungkin, namun mereka terlalu banyak dan seperti tidak kenal lelah. 

Dia lama lama melambat karena kehabisan stamina, saya berusaha menawarkannya untuk bertukar posisi, namun dia tidak mau. Dia malah menyuruh saya untuk pergi meninggalkannya sementara dia akan melawan mayat mayat itu. Saya menanyakan padanya kenapa, dan kemudian dia menunjukkan sebuah luka gigitan di perutnya. Dia digigit mayat itu saat berada di toserba tadi. Saya melihatnya dengan miris dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia mendorong saya dan berteriak kepada saya untuk segera pergi agar pengorbanan dia tidak sia sia.

Saya akhirnya menguatkan diri saya dan pergi meninggalkannya. Dari belakang saya mendengarkan dia berteriak 'Allahu Akbar' dan kemudian teriakan kesakitan. Tanpa saya sadari saya meneteskan air mata. Saya tidak berani melihat ke belakang dan terus mengayuh sepeda ini hingga mulai kehabisan stamina. Saya tidak lagi mendengar suara rombongan mayat mayat itu, mungkin mereka telah kehilangan jejak saya.

Saya berhasil selamat.

Berkat orang itu yang namanya pun tidak saya ketahui. Saya langsung menangis terharu, dan bersamaan dengan tangisan saya langsung saja rasa kelelahan menyerang saya , mata saya langsung berkunang kunang, perut saya terasa mual, dan kepala saya terasa berat. Saya hentikan laju sepeda ini dan langsung duduk di trotoar.

Tidak berapa lama kemudian saya mendengar bunyi suara mobil yang mendekat. Benarkah yang saya dengar ini? Atau saya hanya berkhayal saja? saya langsung mengumpulkan tenaga dan langsung mengambil sepeda untuk menghampiri mereka.

Mobil itu sepertinya berhenti karena saya tidak lagi mendengar bunyi mesin mobil lagi. Saya langsung tau mereka ada dimana saat melihat plang pom bensin tak jauh didepan saya.

Langsung saja saya mendekati pom bensin tersebut, aga tertatih saya mengayuh sepeda ini dengan mata saya yang masih berkunang kunang dan kepala yang berputar.

Ahh, salah satu dari mereka melihat saya!

"Jangan bergerak!" Teriak salah satu dari mereka.

Spontan saya langsung berhenti dan mengacungkan tangan ku. Belom pernah saya ditodong pistol sekalipun. Luar biasa takutnya saya.

"Ja.. Jangan tembak Pak!" Teriak saya yang mematung di sepeda ini.

"Aris??" Teriak salah seorang dari mereka.

Eh? Si.. siapa? Ko tau nama saya?

Saya segera mengucek mata yang masih berkunang kunang ini dan segera memfokuskan pandangan ke arah suara itu.

Eh? 

Dia? 

Rani?

"Rani?" Teriak saya heran.



Rani.. Mantan saya?

Catatan yang (Masih) SelamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang