Bagian Enam Belas

120K 5.8K 13
                                    

DILARANG KERAS MENG-COPY PASTE CERITA INI. JIKA KETAHUAN MELAKUKAN PELANGGARAN HAK CIPTA, MAKA AKAN MENDAPATKAN SANKSI YANG SETIMPAL

***

Keesokannya, suasana canggung dirasakan oleh Zhafran dan Aleta. Mereka sering berdiam diri dan tak banyak bicara satu sama lain, semenjak Rangga dan Mira saling mengingatkan tentang perasaan Zhafran dan Aleta terhadap satu sama lain, membuat mereka jadi segan untuk memulai obrolan.

Seperti sekarang ini, jika bukan karena ada jadwal meeting diluar kantor, Zhafran dan Aleta mungkin tak akan bicara. Mereka masih saling menjaga gengsi untuk memulai obrolan.

"Kamu sudah bawa semua berkas nya, kan?" Aleta mengangguk, "Sudah," jawab Aleta singkat dan kemudian menatap keluar jendela.

Walaupun Zhafran adalah seorang pemimpin perusahaan, ia tak suka jika ia harus memiliki supir pribadi. Rasanya ia tak bebas dengan mobilnya sendiri.

Ketika mereka tiba disebuah cafe, mereka turun dan menghampiri klien mereka disana. Dengan baik Aleta dan Zhafran menawarkan perihal kerjasama kepada klien nya itu dan berakhir dengan hasil yang bagus. Mereka menerima ajakan kerjasama dengan perusahaan Zhafran.

Aleta akhirnya bisa bernafas lega, ketika meeting nya kali ini selesai. Ia melirik pada Zhafran yang masih sibuk dengan IPad nya. Sebenarnya ia penasaran bagaimana kondisi Pak Akbar, tapi ia tidak ingin lagi masuk lebih dalam ke masalah keluarga Altair. Ia harus menjaga jarak dan tau diri.

"Kita kerumah sakit. Papa gak ada yang jaga," ucap Zhafran dingin.

Aleta hanya diam dan menuruti ucapan Zhafran. Mungkin ini saatnya ia pamit pada Akbar sebelum ia pergi meninggalkan Jakarta dan tak dapat lagi berjumpa dengan mereka. Mungkin berjumpa, tapi entah kapan waktu itu akan tiba.

Di dalam mobil suasana hening. Zhafran melirik Aleta dari kaca kecil di hadapannya. Perempuan itu terus saja menatap keluar jendela, "Kalau kamu lihat kesana terus, leher kamu bisa bengkok, loh," mendengar Zhafran membuka suara, membuat Aleta menolehkan kepalanya.

"Tidak mungkin," jawab Aleta datar dan kembali menatap luar jendela.

"Kenapa kamu jadi pendiam begini? Seperti bukan Aleta yang aku kenal.." Zhafran menghela nafas nya panjang, "Jadi, kapan kamu akan pindah?"

"Masih belum tau. Mungkin besok. Hari ini aku bakal kasih tau Ayah kalau Mama sudah mau ikut pindah bersama kami," jelas Aleta. Tanpa sadar ia menitikkan air mata dengan cepat ia menepisnya.

Sayang sekali Zhafran tak melihat itu. Ia terlalu fokus menyetir dan memikirkan banyak hal. Terutama tentang perasaannya kepada Aleta.

Saat mereka tiba di rumah sakit, Aleta hanya berjalan di belakang Zhafran dan bukan seperti biasa yang berjalan di samping laki-laki itu.

"Hai, Pa.." Akbar baru saja selesai melakukan operasi sumsum tulang belakang, dan operasi itu berjalan sukses. Ia sedikit merasa sedih karena tidak bisa menemani Papa nya selama operasi itu berlangsung karena ada meeting penting tadi.

"Dimana Aleta? Biasanya kamu ajak dia kesini," Zhafran yang baru sadar, akhirnya melirik kebelakang. Ia tak mendapati Aleta di belakang nya dan ia langsung keluar.

Ia melihat Aleta duduk di kursi tunggu diluar ruangan dan tengah melamunkan hal yang Zhafran tak ketahui.

"Kamu ngapain disini? Kenapa gak ikut masuk?"

My Cold Boss Is My Love [END] #Wattys2019Where stories live. Discover now