14: Panic

1.1K 179 3
                                    

Shin Ryujin menggertakkan gigi kala kedua manik mata hitamnya menangkap sosok Rachel yang telah berbaring dengan lemah di atas ranjangnya. Ini bukanlah kali pertama bagi Ryujin menemukan orang yang sedang di ambang kematiannya. Ia selalu menemukan hal seperti itu saat mengikuti siluet hitam yang mencurigakan. Tepat saat ia sampai di suatu ruangan, siluet itu selalu hilang. Digantikan dengan tubuh yang hampir kehilangan nyawa yang ia temukan.

Begitu pula sekarang. Saat Ryujin hendak pergi untuk memeriksa sekeliling rumah sakit, ia melihat sesosok siluet yang baru saja keluar dari ruangan dimana Rachel berada. Sosok itu tampak begitu terburu-buru keluar dari sana. Karena merasa curiga, Ryujin memutuskan untuk memeriksa barangkali ada sesuatu tak beres yang terjadi.

Dan inilah yang ia temui.

Tanpa pikir lebih panjang, sang gadis segera menghubungi pihak rumah sakit melalu sambungan telepon yang tersedia di kamar tersebut. Dokter dan perawat berjalan begitu cepat memasuki ruangan. Memasang kembali alat yang terlepas pada tubuh si gadis. Namun tak ada tanda-tanda bahwa jantung Rachel kembali berdetak di layar monitor. Hal ini membuat Ryujin mengigit bibirnya khawatir.

Apa dia akan gagal lagi?

Apa dia akan gagal lagi?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BRAK!

Jeno membuka pintu ruang inap milik Rachel dengan begitu panik. Hembusan nafas tampak begitu memburu kala tubuhnya itu telah memasuki ruangan. Di sana, Shin Ryujin berdiri. Dengan Rachel yang masih menutup matanya. Melihat hal tersebut, Jeno menjatuhkan diri, terduduk dengan ekspresi lega di wajah tampannya.

Ryujin juga ikut tersenyum melihat itu. Ia melangkahkan kakinya untuk membantu Jeno berdiri, sebelum ia mendudukkan si pemuda di sofa yang ada di dalam ruangan.

Hal lain yang Ryujin lakukan adalah memanggil Lee Jeno. Jangan tanya kenapa si gadis hanya memanggil pemuda itu saja. Karena seperti yang kalian ketahui, Ryujin hanya memiliki kontak Jeno yang baru saja ia minta kemarin siang.

Sudah pukul empat dini hari, tetapi Somyi sama sekali tak kembali setelah pergi keluar beberapa jam yang lalu. Tak ada tanda-tanda bahwa ia akan menunjukkan batang hidungnya untuk sekarang. Entah apa yang sedang ia lakukan di luar sana sehingga memerlukan waktu yang sangat lama untuk kembali.

Ryujin menghela nafasnya kasar. Kedua manik hitamnya menatap lekat ke arah ponsel yang memunculkan deretan pesan dari Han Jisung. Ia mengerut heran. Bagaimana lelaki itu bisa menemukan ponselnya disaat ia sendiri tidak pernah memberitahu kontak pribadinya kepada siapapun?

"Kenapa gak lo bales?" Jeno melirik ke arah Ryujin yang masih senantiasa menatap notifikasi itu dengan tidak minat. Kening si pemuda tampak mengerut, heran.

"Bukan hal penting. Nggak guna juga gue jawab," celetuk Ryujin seraya memasukkan kembali ponsel ke dalam saku jaketnya.

Namun getaran demi getaran yang keluar dari ponsel itu membuat kesabarannya habis. Ryujin kembali mengambil ponsel tersebut, dan mematikan daya dari si ponsel sehingga pesan ataupun telepon tidak bisa masuk. Dalam hati, Ryujin tersenyum sinis.

Sampai kapanpun, gue menolak buat kerja di depan layar.

Sampai kapanpun, gue menolak buat kerja di depan layar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Somyi kemana?"

Tepat saat Han, Chaewon, dan Felix menjejakkan kaki mereka di ruangan Rachel, Han membuka suaranya. Suara pemuda itu terdengar mengintimidasi. Seakan-akan menyalahkan Somyi atas insiden yang terjadi pada Rachel.

Sontak hal itu mengundang keheningan di antara ketiganya. Jeno menggelengkan kepalanya tanda tak tahu. Kepala pemuda itu menoleh ke arah sampingnya, melihat Ryujin yang tampak mengintip dari balik pintu yang menghubungkannya dengan kamar.

Sebelum Han, Chaewon, dan Felix datang, Ryujin pamit pergi ke kamar mandi untuk menyelesaikan urusannya--berbicara dengan Siyeon dan Yoora--sebelum akhirnya kembali ke ruang inap Rachel. Namun ia berhenti saat mendengar suara Han yang begitu mengintimidasi, dan memutuskan untuk tetap diam di luar ruangan sembari mendengar segala peecakapan mereka.

Bukan berniat untuk menguping, Ryujin hanya ingin memastikan ada sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk olehnya.

Merasa jika seseorang menatapnya, Ryujin memutuskan untuk berbalik guna mengabaikan tatapan yang diberikan oleh orang tersebut, lantas berjalan meninggalkan tempat itu begitu saja.

Kepergian Ryujin tentu membuat Jeno menghela nafasnya pasrah. Ia tidak pernah berpikir bahwa Shin Ryujin akan benar-benar tidak membantu mereka dalam hal ini.

Sejujurnya Jeno sedikit penasaran dengan gadis berambut sebahu itu. Kerap kali ia melihat Ryujin berbicara sendiri dan memanggil 'Siyeon' dalam pembicaraan tersebut. Namun Jeno tak mampu memastikan 'Siyeon' yang dimaksud oleh Ryujin ini adalah 'Siyeon' yang dikenal olehnya atau malah orang lain.

Jika itu benar, Jeno akan semakin penasaran. Hubungan Ryujin dan Siyeon itu apa?

"Lo liat apasih, Jen?" Chaewon merengut takut kala menyadari jika Jeno tak memfokuskan dirinya pada mereka. Ia sedikit bersembunyi di balik punggung Felix untuk perlindungan. Barangkali Jeno tiba-tiba melompat ke arahnya dan mencabik tubuh Chaewon dengan apapun yang sebelumnya pemuda itu genggam.

Okay, itu khayalannya memang terlalu berlebihan.

Tapi itu membuat pertahanan diri si gadis meningkat untuk melindungi dirinya sendiri.

"Bukan apa-apa," jawab Jeno seraya menggelengkan kepalanya pelan.

Sesaat Chaewon menatapnya dengan curiga, namun detik berikutnya ia mengangguk paham. Walaupun sebenarnya Chaewon masih penasaran akan apa yang membuat Jeno terlihat begitu fokus seperti tadi, tapi mungkin, hal itu tak pentinh untuk saat ini.

DGS ( 2 ) - Death or Death? [ ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang