9

3.2K 283 5
                                    


"selamat siang, nak ocha bisa om bertemu dengan diandra?" tanya farhan saat bertemu dengan ocha di lobi hotel. Ocha tidak langsung menanggapi, iya melihat farhan beserta istrinya dan juga fajar serta farah, farah yang datang belakangan begitu melihat ocha langsung memeluk erat ocha.

"kak ocha, kangen" ucap farah sambil memeluk ocha erat, nada manja yang dulu selalu terdengar ditelinga ocha belum berubah.

"kakak juga kangen sama si manja ini" jawab ocha sambil mencubit hidung mancung farah, dibalas tawa dan gelayutan manja si farah.

"mama pasti seneng ketemu sama kakak, kapan-kapan main kerumah donk kak" ajak farah dan raut wajah ocha langsung berubah sedih.

"kak, farah tau, dulu bang ata yang salah, dia udah ngehianatin dan nyakitin perasaan kakak, tapi percaya sama farah bang ata udah berubah kok, dia udah menyesali perbuatannya, dan farah gak berharap kalian untuk rujuk, tapi setidaknya kakak masih mau ketemu mama, karna mama sangat rindu sama kakak" jelas farah.

"nanti kalau urusan kerjaan kakak udah selesai kakak usahain ketemu sama mama ya" ucap ocha pada akhirnya setelah sempat memikirkan maksud ucapan farah.

"mbak ocha makasih ya, udah jagain mbak diandra selama dia jauh dari kami" kata fajar tiba-tiba sambil merangkul lengan farah. "aku udah denger dari bang ata, tentang mbak ocha dan mbak diandra" lanjut fajar.

"gak perlu makasih jar, justru kakak kamu yang udah nolongin mbk, dan sejak kejadian itu kami jadi kayak anak kembar beda bapak ma ibu" jawab ocha diselingi dengan tawa kecil mengingat julukan yang diberikan orang-orang disekitar mereka dulu.

"jadi gimana nak ocha, bisa kami ketemu diandra" sela farhan karna sejak tadi melihat mereka terlalu asik berbincang dan melupakan maksud tujuan datang kemari. Ocha nampak melihat jarum jam kemudian nampak berfikir.

"ara sedang ada sesi saat ini, masih sekitar 1 jam an lagi"

"bisa kami menunggu?"

"silahkan, sebaiknya menunggu di kamar saja, karna nanti ara setelah selesai akan langsung kekamar"

***

Farhan beserta istri dan juga fajar serta farah menunggu ara di ruangan tamu kamar hotel didampingi oleh ocha, yang telihat banyak mengorbol adalah farah dengan ocha yang terkadang ditimpali oleh fajar, sementara farhan dan istri hanya menjadi pendengar. Saat sedang asik mengobrol, tiba-tiba jihan masuk sambil memapah ara, fajar yang melihat hal tersebut langsung menggantikan jihan memapah ara.

"cha, aku capek banget"lirih ara pada ocha, ocha nampak mengelus pipi ara dengan lembut sambil tersenyum.

"istirahat ya, semuanya udah selesai" jawab ocha.

"maaf om, om dan semuanya bisa lihat sendiri kondisi ara, belum bisa menemui om" lanjut ocha setelah mengantar ocha yang dibantu juga oleh fajar ke kamar,

"apa yang terjadi sama diandra?" tanya farhan khawatir, tadi ia ingin langsung memeluk anaknya.

"ara habis menjalani sesi self-hypnosis, tadi malam dysthymia kambuh, dan jika sudah seperti itu maka ara harus segera menjalani hypnoterapi karna jika tidak maka dirinya akan melakukan self-injury, dan biasanya setelah terapi dia akan merasakan lemas dan kelelahan yang hebat. Mungkin dia akan terbangun nanti malam atau mungkin besok pagi" jelas ocha.

"jadi maksud nak ocha diandra menderita gangguan mental?"

"ya, selama ini dia berusaha menyembuhkan dysthymianya dan juga PTSDnya, dia menjadi pribadi yang selalu waspada dan sangat berhati-hati terhadap hal yang sekiranya bisa menyebabkan PTSDnya kambuh, sejauh ini berhasil"

"..."

"tapi kemarin malam, anak om sukses membuat semua usaha ara selama ini gagal, apa yang sabrina lakukan tadi malam sukses membuat ara tertekan dan hal yang sama memicu PTSDnya kambuh, luka yang om lihat pada dahi dan juga pipi dan juga di pipi dan lengan saya ini, karna tadi malam ia kambuh"

"..."

"dan yang harus kalian tau, jika sudah seperti ini, maka kemungkinan dia kambuh akan semakin sering, hal itu akan berhenti jika ia sudah merasa nyaman dan bisa menerima keadaan akan dirinya"

"om akan carikan psikiater terhebat yang ada untuk menyembuhkan diandra"

"om fikir selama ini psikiater yang menangani ara belum hebat, psikiater yang menenangani ara selama 10 tahun terakhir adalah yang terbaik diantara yang lainnya, yang perlu om dan keluarga lakukan adalah membuat ara nyaman dan menghindari dia dari hal-hal yang bisa membuat traumanya kambuh"

***

Ara tersadar dari tidurnya, ia melihat keadaan kamar yang sudah diterangi oleh lampu, ia memandang ke arah jendela, langit telah berganti menjadi gelap. Badanya masih terasa lemas, ini adalah hal yang paling tidak pernah ia suka jika penyakitnya telah kambuh. Waktu untuk membuatnya pulih kembali benar-benar menyiksa, ia harus melewati sesi hypnoterapi yang membuat semua luka dan rasa sakit kembali muncul dan sukses menguras emosinya. Dan selalu dalam situasi seperti ini dia merutuki dirinya sendiri yang tidak juga kunjung sembuh atau setidaknya mampu menghadapi PTSDnya ini.

Ia berusaha berjalan dari kasurnya menuju kekamar mandi, dan jika sudah seperti ini maka ibadahnya pun akan terganggu, terkadang membuat hafalannya berantakan. Saat akan menuju kekamar mandi ia mendengar suara ramai dari ruangan diluar kamarnya, ia membuka kamar dan seketika keramaian itu berubah hening menatap kearah ara.

"diandra, akhirnya putri tidur bangun, makan yuk, aku udah bisa masak lho sekarang, tuh aku baru aja selesai masak" celoteh alina sambil memeluk kemudian bergelayut manja pada diandra.

"jangan percaya di, itu mas jaya yang masak, dia cuma buntuti mas aja kok" ejek jaya sambil menjulurkan lidah kearah alina.

"kalian ini malah ribut, kasihan diandra pasti lapar, ayo makan di, udah lama banget kita gak makan bareng" ajak karin sambil menghampiri diandra, sementara diandra melihat orang di sekeliling ruangannya. Ocha nampak tersenyum mengangguk menandakan bahwa dirinya akan baik-baik saja berada diantara mereka.

Saat akan mengikuti karin menuju meja makan tiba- tiba saja sosok sabrina muncul dihadapan diandra dengan kata-kata yang ia ucapkan pada malam itu, diandra mulai mundur perlahan dengan wajah takutnya, semua yang diruangan memasang wajah waspada, ocha nampak mendekat dan menenangkan diandra, tapi diandra justru menyuruh ocha untuk berhenti.

"jangan baik sama aku, aku gak pantas diperlakukan dengan baik" teriak diandra frustasi, ia berharap bahwa sosok sabrina dan juga kata-kata yang ia dengar malam itu adalah ilusi tapi semua itu nampak nyata bagi diandra.

"aku udah jahat sama kalian, aku udah egois, pergi kalian semua, jangan pernah temuin aku" teriak ara dengan suara yang bergetar. Kemudian ia duduk bersimpuh sambil menangis.

Alina melangkah cepat mendekati diandra, ikut bersimpuh sambil mendekap ara yang larut dalam tangis. Ia mengatupkan tagan pada pipi mulus sahabatnya "kita gak anggap kamu egois di, kamu gak jahat, gue sahabat elo, dan elo tau dengan baik gue gak akan bisa bohong tentang elo, paham, kita semua sayang sama elo" lirih alina terbata kemudian memeluk ara.

"tapi lin apa yang sabrina bilang bener, gue... gue..."

"di dengerin gue, elo tau selama ini gue dan juga keluarga elo selalu berdoa agar bisa berkumpul lagi sam elo, dan elo disini adalah jawaban dari doa kita selama ini di" tegas alina dengan suara mantap penuh keyakinan.

Ara terdiam sambil melihat sekeliling, karin mendekat dan memegang tangan ara sambil tersenyum mantap, " kita gak akan lagi biarin kamu sendirian kasih kesempatan buat kami bisa menembus kesalahan kami yang dulu"

tangis ara pecah malam itu dan mereka yang menyaksikan berharap bahwa malam ini adalah tangis terakhir dari seorang diandra fadera hutama. 

"DIA" Where stories live. Discover now