Bab 17

2.3K 361 6
                                    

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Cerita lengkap hanya dapat kalian baca di versi ebook dan cetak. Untuk yang sudah membeli versi cetak, buku masih proses cetak, maaf lama banget, kepotong libur dan antri. Untuk yang ingin uang kembali bisa PM saya ya. Saya akan transfer balik uangnya. (:

Ebook akan tersedia di google play/book awal bulan Agustus 2019.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Korban yang jatuh di pihak Biming sangat banyak, walau begitu, korban yang jatuh di pihak Jian Gui pun tidak sedikit. Darah mengalir, mengotori salju yang menutupi tanah basah di bawahnya. Pertempuran dahsyat tidak bisa dihindari. Tidak sedikit kepala terpenggal dari badannya. Suara pedang beradu terdengar bersama suara teriakan para prajurit yang tengah berperang.

Kobaran api semakin menjadi, mengepung barak besar yang menjadi tempat perlindungan pasukan Biming. Para prajurit yang tengah meregang nyawa merintih, suaranya terdengar dari setiap sisi. Cuaca dingin yang membekukan membuat pasukan Biming yang sudah berpatroli sejak siang kewalahan, sementara pasukan Jian Yong yang menjadi lapis kedua dari pasukan Jian Gui terlihat masih segar dan haus darah. Pasukannya membunuh pasukan Biming lebih banyak daripada pasukan Jian Gui dan Yun Ru.

Saat pasukan Biming semakin terdesak, Jian Gui memerintahkan para abdinya untuk menangkap hidup-hidup sisa pasukan musuh yang ada. Sang putra mahkota telah turun dari atas punggung kuda tunggangannya, berdiri dengan pedang penuh darah serta luka di tubuh. Tatapan tajam Jian Gui menyisir seluruh sudut, ujung matanya menemukan adik keenamnya tengah bertarung dengan Biming.

"Tangkap Biming hidup-hidup!" Jian Gui memberi perintah dengan nada tenang, tapi penuh wibawa. Aura seorang pemimpin terpancar begitu jelas dari sosok putra mahkota. Ekspresi dingin pria itu untuk sesaat memengaruhi Biming yang terlihat kewalahan menghadapi serangan demi serangan dari Jian Yong.

Biming tertawa hingga kedua bahunya bergetar hebat. Luka robek pada pelipis mata membuat mata kanannya sulit untuk dibuka. Pria itu meludahkan darah segar dari dalam mulut, tangannya yang kehilangan tenaga masih berusaha untuk mengangkat gagang pedangnya, tinggi.

Suara genderang perang kembali terdengar keras. Para prajurit Jian Gui berteriak, meneriakkan kemenangan mereka. Fajar sudah hampir tiba saat Biming dipaksa untuk berlutut di depan putra mahkota. Dengan gerakan pelan Biming mengangkat wajah, menatap lurus Jian Gui yang balas menatap dengan ekspresi tidak terbaca.

"Berikan aku kehormatan untuk bertarung hingga embusan napas terakhirku!"

"Kau tidak dalam posisi diizinkan meminta sesuatu dariku, Biming," jawab Jian Gui, dingin.

Biming terkekeh pelan, dadanya terasa sangat sesak. Pedang di tangannya sudah dirampas. Saat ini dia sudah tidak memiliki apa pun selain keberanian. Dendam keluarga Kerajaan Angin serta prajurit-prajuritnya memang beralasan. Bagaimanapun juga, karena pengkhianatan ayahnya memiliki andil sangat besar atas kekalahan Kerajaan Angin di waktu lalu.

"Aku tidak akan tunduk kepadamu," ucap Biming setelah terdiam lama. Jika harus mati, dia akan mati dengan kehormatannya. "Bunuh aku!"

Sudut kanan mulut Jian Gui diangkat tipis. "Kau lebih berharga hidup untukku."

TAMAT  - The Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang