Bab 21

2.1K 360 19
                                    

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Cerita lengkap dapat kalian baca di versi ebook dan cetak. Untuk yang sudah membeli versi cetak, buku baru minggu depan selesai, tapi yang tidak bisa menunggu dan ingin uang kembali bisa PM saya ya. Saya akan transfer balik uangnya. (:

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Di dalam kapal, Liqin tidak bisa menahan rasa mual yang terus menghantam perutnya. Wanita itu memuntahkan isi perut ke dalam baskom kayu hingga tubuhnya terasa lemas. Liqin bahkan tidak bisa memasukkan makanan apa pun saat ini. Dia hanya ingin berbaring di atas ranjang dan berharap perjalanan laut ini segera usai.

"Tuan Putri, mungkin Anda tengah mengandung," kata dayang. Kedua mata wanita muda itu berbinar. Kebahagiaan menari-nari dikedua matanya.

Ingin rasanya Liqin tertawa keras. Hamil? Bagaimana bisa dia hamil jika hingga detik ini suaminya masih belum mengambil hak atas dirinya.

"Bagaimana jika Anda tengah mengandung calon putra mahkota?"

Liqin memberi dayang setianya tatapan menegur. Rasa sakit di kepala membuat wanita itu mengurungkan niat untuk bicara. Dengan gerakan perlahan ia menutup kedua kelopak mata, sementara satu tangan memijat pelan keningnya.

Dayang muda itu mengatupkan tangan di depan dada. Ekspresi bahagianya membuat wajah wanita itu bersinar. "Anda akan menjadi seorang ibu."

"Aku mabuk laut." Liqin akhirnya buka suara. Dia tidak mau kesalahpahaman ini terus berlanjut. Akan menjadi masalah jika berita tidak benar itu tersebar luas.

Sang dayang tidak patah arang. Ia berlutut di samping ranjang. Sebuah kain basah ia gunakan untuk melap keringat di dahi dan leher tuannya. "Tapi tamu bulanan Anda belum datang, Tuan Putri."

"Tamu bulananku selalu datang terlambat," desis Liqin.

"Bagaimana kalau hamba panggilkan tabib?"

"Tidak perlu!" tolak Liqin. Hanya dewa yang tahu apa yang akan dikatakan oleh dayangnya itu kepada tabib nanti? Liqin tidak mau dibuat malu oleh seorang hamba. "Aku hanya mabuk laut dan perlu tidur!"

"Tapi Tuan Putri—"

"Pergilah!" Liqin memotong dengan tidak sabar. Yang diperlukan wanita itu hanya tidur saat ini. Ia bahkan tidak menjawab saat dayangnya pamit undur diri, dan tidak lama berselang suara langkah kaki terdengar.

Lantai kayu yang diinjak oleh sepatu Jian Gui berderit setiap kali pria itu melangkah. Ia sudah sampai di sisi ranjang saat pintu ditutup dari luar oleh dayang Liqin. "Mabuk laut?"

Liqin hanya menganggukkan kepala. Wanita itu tidak mau bicara saat ini.

"Bangun! Aku membawakan obat untukmu."

Liqin mengulum senyum tipis. "Aku tidak akan mati hanya karena mabuk laut. Jadi tolong jangan bersikap baik kepadaku!"

Gui tidak bergeming. Ia bergerak menuju meja teh untuk menuangkan air ke dalam cawan. Dengan gerakan tenang ia kembali ke sisi istrinya, dan walau ditolak, Gui tetap memaksa Liqin untuk duduk. "Minum!" Itu sebuah perintah yang berhasil membuat Liqin kesal setengah mati.

TAMAT  - The Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang