b a g i a n 24

4.2K 469 50
                                    

"Jemput aku besok pulang sekolah dan aku bakal buktiin!"

Teriakan Flavia sebelum diantar pulang oleh Laura selalu terngiang-ngiang di kepalanya hingga sekarang. Zion sudah biasa dengan hal gila yang selalu Flavia lakukan, tapi, hal gila apa lagi yang akan perempuan itu lakukan besok? Bahkan Flavia menyuruhnya untuk menjemputnya pulang sekolah.

Jujur, Zion masih tidak percaya dengan apa yang Flavia katakan mengenai laki-laki waktu itu. Apalagi melihat Flavia melingkarkan tangannya di lengan laki-laki itu, Zion jadi ragu. Tapi jika mundur setelah berperang rindu selama 2 tahun, Zion tidak akan mau. Zion tidak akan mundur sebelum ia mendapatkan apa yang ia mau.

Zion sendirian di rumah, kedua orang tuanya, Laura, Rayyan dan Zilla pergi ke kebun raya Bogor. Sementara Zion memilih untuk bermalas-malasan di rumah. Di rumah yang super luas ini, kedua orang tuanya tidak membiarkan orang asing menginap di sana. Itu alasan mengapa pembantu yang telah menyelesaikan tugasnya langsung pulang ke rumah. Dan supir, sama sekali tidak perlu.

Mereka ingin menikmati hidup benar-benar hanya berdua.

Zion mengerjap kaget ketika avatar yang ia maini mati mengenaskan menjadi santapan para zombie. Zion bangkit dari duduknya, menyambar jaket bombernya yang tergantung di belakang pintu lalu keluar dari kamar sembari memutar kunci mobil di jari telunjuknya.

Di sisi lain, Flavia yang sedang menunggu es krimnya datang, mendumal kesal. Pasalnya, tadi Dewa berjanji untuk menemaninya makan es krim, tapi sudah setengah jam laki-laki itu belum datang juga. Flavia menatap gerbang sekolahnya yang sudah sepi, Dewa belum juga keluar dari sana, masih sibuk mengurus futsalnya.

Setelah es krimnya datang, Flavia menyebrangi jalanan dan kembali masuk ke sekolahnya, mencari keberadaan Dewa. Flavia berlari kecil menghampiri Dewa yang sedang sibuk memberikan arahan pada Adik kelasnya yang sebentar lagi akan mengikuti lomba.

Flavia mendengus sembari berjalan mendekati Dewa. "Gue tungguin daritadi juga!" ujar Flavia kesal.

Dewa tertawa kecil lalu merangkul Flavia. "Maaf ya?"

Flavia tidak menjawab, ia hanya memutar matanya lalu beralih menatap ke arah lain.

"Pacaran mulu lo!" laki-laki paruh baya yang sering dipanggil pelatih itu memukul kepala Dewa dengan beberapa lembar kertas di tangannya.

Flavia tertawa, ia melepaskan rangkulan Dewa dari bahunya. "Gue tunggu di luar," ucap Flavia lalu pamit pada pelatih futsal sekolahnya sebelum ia berlari kecil keluar dari sana.

Flavia bergumam tidak jelas sembari menghabiskan es krim yang sisa setengah. Matanya menatap langit yang mulai menggelap. Flavia membuang cup es krimnya di tempat sampah lalu kembali menghampiri Dewa saat ia sudah mulai bosan menunggu laki-laki itu.

"Ayo pulang, nanti kita keujanan di jalan."

Dewa mengangguk samar, mengakhiri ocehannya lalu berjalan keluar dari sana dengan tangan yang merangkul Flavia. Di parkiran, Flavia menunggu motor Dewa di gerbang depan dan sesekali melihat awan hitam yang mulai menutupi cerahnya langit.

Dewa menghampirinya, memberikan amplop putih pada Flavia. "Buat lo, kado gue yang telat. Susah banget dapetinnya, nggak boleh nolak," Dewa bicara tanpa membiarkan Flavia memotong ucapannya.

Flavia tertawa kecil, menerima amplop itu. "Gue bilang nggak usah juga."

Perlahan, Flavia membuka amplop itu. Matanya membulat ketika melihat apa yang berada di dalam sana. Tiket menonton orkestra terkenal. Padahal saat Flavia mencari tiket ini, tiketnya sudah habis dalam waktu setengah jam. Flavia melompat-lompat kecil, menatap Dewa dengan senyuman lebarnya.

-ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang