Lusa → 15

59.9K 4.1K 51
                                    

Semua murid membereskan bukunya ketika bel pulang berdering. Bergegas keluar kelas untuk menghilangkan penat setelah pelajaran terakhir selesai. termasuk Lusa, cewek itu memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dengan santai, tak seperti teman sebangkunya yang kalang kabut seperti kehlangan sesuatu. Naya mengobrak-abrik tasnya.

“Nyari apa sih, Nay?”

Naya menggaruk rambutnya dan menggeleng. “Itu lho, buku catetan gue masa nggak ada sih.”

“Nyelip kali,” kata Lusa. “Ya udah aku pulang duluan ya?”

Naya mendongak, lantas mengangguk. “Ya udah sana pulang, gue nggak bareng sama lo ini.”

Lusa mendelik sekilas, sebelum akhirnya memilih untuk tak menanggapi.

Mendengar Anaya nyebelin kayak gini, Lusa mau nggak mau jadi teringat masalah Anaya adalah mantan Abra. Bawaan jadi kesal melulu, tapi Lusa juga nggak mau ngomong-ngomong dulu untuk sekarang. Cewek itu memilih untuk diam dan pura-pura nggak tau meski pun Anaya tak memberitahunya. Lusa nggak mau menambah masalah.

Cewek itu keluar dari barisan meja, dan memanggul tas pink-nya di pundak. Berjalan santai keluar kelas sebelum seseorang menabraknya antara sengaja dan nggak sengaja. Keras, bahkan Lusa hampir jatuh jika tidak buru-buru berpegangan pada pintu.

“Ow, sorry nggak sengaja—oh, elo.”

Respon dari si penabrak membuat Lusa mendongak sambil mengernyit antara bingung dan tidak suka. Cewek itu maklum ketika tahu siapa yang menabraknya. Oh, Natasha, pantes.

Lusa memilih tak menanggapi, cewek itu bergeser ke samping untuk keluar kelas dan membiarkan Natasha masuk. Namun Natasha malah melakukan hal yang sama, cewek itu bergeser ke arah yang sama, yang otomatisnya menghalangi akses jalan Lusa.

Lusa mendengus, bergerak ke arah yang lain.

Dan lagi-lagi Natasha melakukan hal yang sama.

Lusa mendengus lagi dengan agak keras. Cewek itu menghentakkan kakinya saking kesal, namun ia masih mau bersabar dengan mencoba menggeser tubuh. Dan lagi-lagi Natasha menghalanginya.

Kali ini Lusa mendongak, menampakkan raut tidak suka.

Begitu pula dengan Natasha, cewek yang notabene-nya lebih tinggi beberapa centi meter dari Lusa itu menunduk menatap tepat di mata Lusa. Kedua cewek itu saling menatap tak suka. “Gue mau lewat. Minggir!”

“Ya kalo gitu nggak usah ngalangin terus!”

“Lo yang ngalangin gue!”

“Kamu yang sengaja ikut-ikutan geser!”

Natasha melotot. “Kok lo rese sih!”

“Astaga, lewat tinggal lewat aja berasa jalanan sempit banget, sih.”

Septian tiba-tiba datang sambil memanggul tasnya. Memandang dua cewek yang bertatapan sengit itu sambil geleng-geleng dan mendecak seakan-akan mereka melakukan hal-hal konyol yang nggak penting. Meski pun begitu kebenarannya.

“Makanya bilangin temen lo jangan jadi orang rese. Tiap hari bawaannya ngajakin ribut mulu,” ucap Natasha sambil mendelik sinis ke Lusa.

Lusa melotot, dan meringis tak suka dalam hati. “Yang ngajakin ribut juga siapa? Makanya jaga mata, kalo ngeliatin nggak usah sinis-sinis.”

Kesal, Natasha melotot mendengar itu. “Elo ya yang rese!”

“Astaga udah. Ke lapangan sana, biar puas.” Tian melerai, meskipun kedua cewek itu masih menatap tajam satu sama lain. Cowok ini menoleh pada Natasha. “Lagian lo ngapain ke sini?”

“Nyari Drian. Drian mana?” jawab Natasha sekaligus menanyakan orang yang ia cari.

Tian mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas, mencari keberadaan Drian. Dan Tian menunjuk seorang cowok yang sedang menguap di atas meja sambil memainkan ponselnya. “Tuh. Pacar lo—eh, mantan.”

Dan setelah mengucapkan itu, Tian nyengir seakan nggak punya salah. Padahal cowok itu tahu banget kalau Natasha paling nggak suka disinggung masalah statusnya dengan Drian yang udah Cuma ‘mantan’. Buktinya, cewek itu melotot jelas pada Tian. “Lo juga rese kan!”

Tian Cuma terkekeh dan menggeser tubuhnya ketika Natasha memintanya minggir berdasarkan isyarat tangan cewek itu. sementara Lusa, sudah tidak ada gangguan untuk pulang tapi cewek itu belum juga beranjak. Lusa diam di tempat dengan segala rasa penasarannya tentang ‘untuk apa Natasha menghampiri Drian’.

Dan terjawab sudah ketika Natasha teriak jelas membuat seluruh ini kelas yang nggak seberapa banyak tahu apa maksud kedatangan cewek itu.

“Drian, gue nebeng lo pulang yaaaa!”

Suaranya imut—nggak, sok imut tepatnya.

Lusa memajukan bibirnya mendengar itu. sebal.

“Lah?” Lusa bisa melihat Drian mendongak dengan tampang bingung dan ada raut tak ikhlas karena harus berbagi jok motor.

 Natasha menghempaskan bokongnya di kursi sebelah Drian. “Ayolah, supir gue nggak bisa jemput. Lagi nganterin nyokap ke Bandung. Ya, ya, ya?”

Peduli banget, alesan. Lusa memutar bola matanya jengah. Cewek itu mengeratkan tasnya. Lusa pengen banget Drian nolak Natasha, dia pengen banget lihat cewek itu kalah di depan matanya. Rasanya Natasha itu saingan Lusa, entah dari segi apa pun. Meski pun itu menyangkut Drian yang notabene-nya bukan orang yang disuka Lusa. Dan pasti senang rasanya kalau cewek itu ditolak. Apa lagi Lusa lihat.

“Ya udah deh, ayo.”

Begitulah tanggapan Drian. Membuat Lusa melotot dan sebal dalam hati melihatnya. Drian menarik tasnya dan keluar diikuti Natasha dari belakang. Lengkap dengan senyum kemenangan ketika berjalan melewati Lusa.

Dan rasanya aneh ketika Drian nyuekin Lusa gitu aja, bahkan melirik pun enggak.

“Asik kan.”

Lusa mengeryit mendengar itu. melirik ke samping, dan sadar kalau Tian masih ada. Dan cewek itu semakin mengeryit ketika melihat Tian senyum-senyum sambil menaik turunkan alisnya.

“Apaan sih?”

Tian mendecak, wajahnya masih kelihatan berniat menggoda cewek di sebelahnya itu. “Apaan-apaan. Cemburu kan? Mau ditebengin juga kan? Makanya manfaatin kesempatan yang ada. Udah tau tetanggaan, coba kalo lo yang minta nebeng tadi. Gue yakin Drian pasti lebih milih sama lo karena kalian satu arah. Dan itu bisa mempermudah akses lo untuk pedekate sama Drian.”

Lusa melotot hebat. “APAAN SIH!” sangkalnya. Nggak mau berkelanjutan, cewek itu lebih milih untuk pulang dan meninggalkan Tian yang menurutnya jadi menyebalkan tiba-tiba. Apa lagi dengan mikir kalau Lusa suka dengan Drian. Dan itu adalah hal paling ngaco dan mustahil, menurut Lusa.

-o-

kemarin chapter terpanjang sekarang terpendek.-. kalian harus tau kalo gue... astaga parno banget karena ceritanya denger suara pintu rumah mau dibuka gitu, pas gue cek nggak ada orang astagaaaaaaaaaaaaaa. gue takut ada maling yang tau kalo gue lagi sendiri di rumah astaga dafuk banget HAHAHA doakan gue selamat.-. *apasi*

Oke, ngomong-ngomong makasih kalian yang masih mau baca meskipun makin ke sini makin ngebosenin dan udah ketemu sampe chapter 15 konflik yang berarti belom muncul juga:" 

tapi ya... semoga kalian nggak bosen.

oke chapter ini panjang karena a.n yang kepanjangan WAKAKAKAKAK

maaf:')

LusaWhere stories live. Discover now