Part 24

6.4K 443 54
                                    

Don't be silent readers. Please, leave comment & vote!

"Aku tak pernah mencintaimu, Viena."

"Hentikan! Kumohon jangan melanjutkannya." Viena menutup telinga.

Suara Ken terus menggema dalam ruangan itu.

Ia mencampakkan Viena setelah semua hal yang rela Viena berikan untuknya.

Sejak awal pun Viena tahu Ken tak pernah tulus. Tapi tetap saja wanita itu menampik dan membohongi perasaannya. Ia bahkan tahu hari ini akan datang. Hari dimana Ken akan menyingkirkannya seperti sampah.

Plot menciduk Naya sudah diatur lebih lama,namun Viena terus mengulur waktu demi menahan Ken. Sampai akhirnya perempuan itu kehabisan alasan logis.

Ketika Naya kembali, Ken benar-benar membuangnya. Secepat dan semudah itu.

"Aku mencintaimu. Aku melakukan semua yang kau minta. Jangan tinggalkan aku. Kumohon.." Perempuan itu mengiba dibawah kaki Ken membuat laki-laki itu tertawa dan menggeleng tak percaya. "Viena.. Kau lebih bodoh dari dugaanku."

Sebelum mendekati Viena, Ken mencari tahu seluruh informasi menyangkut kehidupan gadis itu. Ia mengantongi pendidikan yang gemilang. Kenyataan yang memilukan. Pendidikan setinggi langit seolah tak ada artinya. Cintanya yang membabi buta bagai menumpulkan pikirannya yang cerdas. Sekarang saja ia masih rela mengemis cinta pada Ken. Bukannya meledak marah. Sejujurnya, diagungkan oleh wanita sudah kerap dihadapi Ken. Semakin dipuja, Ken merasa wanita semakin kehilangan daya tarik. Tak berharga lagi.

"enyahlah! Kau tak lagi menguntungkan untukku."

"Aku sudah melakukan semua hal untukmu."

Ken mengibaskan kakinya dari Viena yang masih menggayut. Perempuan itu belum menyerah dan terus memohon. Berkali-kali dirinya kembali lagi memeluk erat kaki Ken.

Perasaan Ken tak tersentuh sedikitpun.

"Ah," Ken menjentikkan jarinya. "Kurasa mungkin kita bisa kembali."

Ucapan Ken membuat Viena mengangguk penuh harap.

"Kita kembali bersama hanya jika kau sanggup melakukan satu hal." Viena menantikan ucapan Ken dan seketika menangis ketika lelaki itu menyampaikan syaratnya.

"Aku menginginkan kematian Alfa. Dengan begitu, aku akan menjadi hadiah untukmu." Viena menggeleng dan menangis sejadinya.

Tidak mungkin perempuan itu sanggup. Permintaan Ken jelas tak masuk akal.

Kejiwaan lelaki itu patut dipertanyakan. Laki-laki itu gila. Sama gilanya dengan Viena yang masih mengharapkannya.

Sepanjang perjalanan ke rumah Viena masih terus menangis. Julius mengantarnya atas perintah Ken.

Pria itu tidak terusik dengan suara tangis Viena dibelakang kemudi. Pandangannya tetap terjaga kedepan. Ekspresinya datar. Tak tertarik melirik spion, apalagi sampai menoleh kebelakang. Viena seperti tak kasat mata disana.

"Aku melakukan semua yang ia minta!" Wanita itu mulai berbicara sendiri diantara tangisannya yang tersengal-sengal, lalu mulai menggila dengan membenturkan kepala di kursi kemudi. Tubuh Julius yang menyandar ikut terpantul mengikuti benturan. Ekspresinya masih saja datar. Tidak terganggu.

Julius tidak bisa disebut kejam. Tak terbersit ide melukai orang lain dalam fikiran lelaki itu, Berbeda dari Jack yang rela melakukan semua hal demi uang. Julius tak peduli, tak punya empati, tak pernah banyak bertanya seperti Jack yang memiliki rasa ingin tahu yang besar. Tapi sebab itu Ken lebih menyukainya. Ia menuruti perintah Ken, tak lebih dan tak kurang.

KANAYADonde viven las historias. Descúbrelo ahora