Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi

Air mata Winda

62.1K 3.9K 77
                                    



Sejak tadi hanya air mata yang terus saja menetes. Berulang kali Winda mencoba menjelaskan jika ia tidak melakukan apa pun dengan Dika, tapi keluarganya tetap saja menginginkan ia menikah dengan Dika. Keluarga? Sangat menyesakkan ketika ia mengingat mama dan papanya, bukanlah orang tua kandungnya. Lalu di mana kedua orang tuanya? Winda tak sanggup untuk memikirkan semuanya hingga membuat kondisi fisik Winda semakin menurun.

Papanya—Aji, secara terang-terang mengusirnya dan meminta untuk tidak pulang lagi ke rumahnya. Apalagi saat ini, tiga buah koper besar telah berada tepat di depannya. Setega itukah papanya? Demi reputasi yang diagungkan sang papa hanya karena ia berencana untuk terjun ke dunia politik dan telah mempersiapkannya dari satu tahun yang lalu.

Mamanya? Hanifa adalah perempuan saleh yang selalu menuruti ucapan suaminya, walaupun bertentangan dengan hatinya. Namun, ia tidak punya kuasa untuk meminta suaminya agar tidak bersikap kasar kepada Winda.

Dilara mendekati Winda dan memeluk Winda. Ia ingin mengucapkan ribuan kata maaf kepada Winda, tapi itu semua tidak akan mengembalikan kehidupan Winda seperti semula. "Win ... maafin kebodohan gue," ucap Dilara.

Winda menghela napasnya. "Gue sudah memaafkan lo, Dil. Lagian, semuanya juga enggak akan bisa kembali seperti semula dan faktanya gue ternyata bukan anak kandung Mama dan Papa. Semua ini pada akhirnya memang harus terjadi," ucap Winda sendu.

"Gue yakin Mas Dika pasti akan menyayangi lo, Win! Lo gadis yang baik dan tulus. Cobalah untuk membuka hati dan menerima pernikahan ini Win," ucap Dilara.

Air mata Winda kembali menetes saat mengingat mata tajam Mahardika yang secara tidak langsung menyalahkannya, hingga keduanya harus segera menikah.

"Besok semuanya akan berubah, Papa dan Mama benar-benar akan membuang gue, Dil. Gue sayang Mama, Papa, dan saudara-saudara gue," ucap Winda sambil terisak.

***

Akad nikah dilaksanakan secara sederhana di masjid. Hanya kerabat dekat yang diundang dan warga sekitar. Sejak tadi air mata Winda terus saja menetes. Ia merasa sendiri saat ini, tidak memiliki orang tua dan juga harus hidup bersama laki-laki yang bahkan terlihat sangat membencinya.

Saat ini Winda berada di sebuah kamar yang membuatnya terjebak dengan pernikahan yang tidak ia inginkan. Impiannya memiliki keluarga yang bahagia pupus sudah. Apalagi ketika membaca berita di ponselnya tentang kedekatan Mahardika—suaminya dengan seorang selebriti yang menjadi kekasih suaminya itu membuatnya merasa sangat bersalah.

Maaf, gue tidak bermaksud mencuri kebahagiaan kalian berdua. Gue bersedia diceraikan sekarang juga jika Mas Dika menyetujuinya.

Mahardika adalah sosok laki-laki yang teramat rapi. Apalagi kamar yang ia tempati saat ini begitu bersih. Bahkan tidak ada satu pun barang tergantung ataupun berserakan di atas nakas. Semua tersusun rapi pada tempatnya.

Winda menghela napasnya, ia membersihkan wajahnya dari sisa makeup saat akad nikah tadi. Matanya masih memerah dan air matanya tetap saja menetes saat mengingat apa yang baru saja terjadi.

Lo harus kuat, Win. Harus tetap ceria. Harus terlihat bahagia apa pun yang terjadi nanti, walaupun harus hidup sendiri bahkan kehilangan kasih sayang keluarga lo. Keluarga? Gue bahkan hanyalah parasit yang merusak kebahagiaan keluarga mama dan papa ....

Bunyi decitan pintu membuat Winda menatap sosok yang menjadi suaminya itu dengan tatapan sendu. Mahardika mengacuhkannya dan seperti yang Winda duga, Dika akan menatapnya seperti menatap sesuatu yang terlihat menjijikkan.

Tanpa membuka suaranya, Dika mengambil bantal dan segera berbaring di sofa. Winda ingin membuka suaranya. Ia ingin mengatakan jika Dika yang berhak tidur di rajang daripada dirinya. Namun, ia memilih untuk diam, ketika melihat Dika yang telah memejamkan matanya.

Merajut asaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang