Bucin Mode: Cherised Despair

1 0 0
                                    

Cherised Despair

Oleh: Alicia U.


"Halo semuanya. Namaku Amy Lubov. Salam kenal." Kala itu aku merupakan siswi pindahan di kelasmu. Dengan suara pelan dan kepala menunduk, aku memperkenalkan diri. Kedua tanganku meremas tali ransel yang aku panggul, menahan ketakutan abnormalku. Hatiku tak henti berdoa, semoga tiada satupun orang yang berniat menjalin pertemanan denganku. Bukan bermaksud kasar, hanya fobiaku yang tak kunjung dapat kujinakkan.

Tubuhku akan gemetar tak karuan, napasku tidak beraturan, perutku sakit dan mual, dadaku terasa sesak dan degupan jantungku menjadi cepat. Keringat dingin akan berjatuhan dari pelipisku, dan rasanya ingin pingsan. Dokter berkata jika aku mengalami Anxiety Disorder –atau kerennya disebut fobia sosial– dengan penyebab trauma dari masa lalu.

Di masa lalu orang-orang menjauhiku. Alasannya cukup simpel, hanya karena aku dekat dengan putra Wali Kota. Ada rumor bahwa aku menggoda serta memeras uangnya. Aku bahkan dikatai mengincar popularitas dengan memaksa memacarinya –padahal kami tidak pacaran. Beliau adalah sosok kakak yang aku hormati, itu saja.

Karena rumor-rumor itu banyak orang yang sering menilai diriku atau sekedar mencari-cari keburukanku. Oh, aku merasa sangat jengkel. Pada akhirnya aku memutuskan untuk menjauhkan diri dari seseorang yang sudah kuanggap seperti kakakku sendiri.

Orang bilang, aku ini pembawa sial, terbukti setelah beberapa orang yang dekat denganku pasti celaka, entah dalam penyakit atau kecelakaan. Pokoknya orang sering mengeluh mereka sial setelah berhubungan baik denganku. Termasuk kedua orang tuaku. Sejak saat itu aku semakin dijauhi.

Sampai akhirnya aku pindah ke sekolah ini. Setiap hari aku menjaga jarak dengan teman-teman di kelas. Pergi ke kantin sendirian. Pulang ke asrama sendirian. Bahkan saat jam kosong di kelas, aku lebih memilih duduk menyendiri di mejaku. Padahal aku tahu jika penghuni di kelas ini lebih bersahabat dibanding kelasku di sekolah yang lama. Keluargaku membiayai sebagian besar pembangunan di sekolah ini, itu sebabnya seisi yayasan sangat berterima kasih kepada keluargaku. Padahal guru-guru bersikap ramah kepadaku, tetapi aku tetap tidak bisa menghapus ketakutanku.

Kemudian kau datang, meski kerap kali aku menolak kehadiranmu, kau tidak pernah menyerah mendekatiku. Setiap pagi kau sapa diriku. Setiap jam kosong kau ajak aku berbicara. Dan kau adalah orang pertama yang mengetahui fobiaku di sekolah.

Kau adalah sosok yang hangat, ceria, ramah, serta murah tersenyum. Kau selalu mengulurkan tanganmu pada semua orang, dan sebab itulah semua mencintaimu. Tidak terkecuali aku, kau pun mengulurkan tanganmu untukku. Meski kerap kutolak tawaran bertemanmu, kau tetap tidak menyerah. Kau bahkan berjanji akan membantu menghilangkan rasa takutku.

Masih kuingat jelas saat kau menegurku di sore hari itu. Untuk sekian kalinya kau katakan jika kau ingin menjadi temanku hingga aku jengkel dan kuledakkan segala kekesalan yang sudah kupendam sejak lama. Pada awalnya kau terkejut, tetapi setelahnya gelak tawamu pecah.

"Amy, aku serius ingin berteman denganmu. Ini murni keinginanku, bukan sebab kepala yayasan yang menyuruhku menjadi penjagamu secara diam-diam, atau apapun itu."

"Tetap saja, manusia itu mengerikkan dan aku pembawa sial. Tolong menjauh saja dariku."

"Apa yang kau cemaskan? Ayolah, kau bukan pembawa sial. Akan kubuktikan! lagipula manusia itu mahluk sosial yang butuh komunikasi dan bersosialisasi." ucapmu sambil menunjuk dada dengan ibu jari. "Memangnya siapa yang hendak mencelakaimu? Akan kupatahkan setiap tulangnya jika berani menyentuhmu! Hehe..."

Alicia's Dumb Book 2Where stories live. Discover now