(19) Sadewa

411 109 16
                                    

Sadewa dan semua tingkah anehnya, makin aneh pasca Kania datang dalam hidupnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sadewa dan semua tingkah anehnya, makin aneh pasca Kania datang dalam hidupnya. Menurut dirinya, ini biasa saja, hanya orang-orang yang berlebihan menilainya. Termasuk Arjuna, si pemuda yang sekarang lagi pengangguran sampai tahun ajaran baru dimulai. Seperti yang Arjuna katakan di sambungan telepon tadi siang, "Buset bucin amat sekarang lu, Bang?!"

Sadewa bingung sendiri, bucin dimananya sih? Berubah karena Kania gimana? Memangnya sebegitu berlebihankah Sadewa? Hmm, perspektif orang memang berbeda-beda.

Lima belas menit menunggu di depan rumahnya, membuat Sadewa lama-lama bosan. Kesal juga, mengapa bocah ini tak jua datang padahal dia kan pengangguran, tidak sedang dalam minggu sibuk seperti Sadewa. Ya gitu, minggu depan UAS. Minggu ini, kesempatan terakhir hura-hura, keluyuran, dan santai-santai. Dan mumpung masih ada waktu longgar, Sadewa berniat menjenguk Kania.

Tapi, si cupu ini tentu saja nggak berani seorang diri. Malangnya, harus Arjuna yang menjadi korban kali ini.

"Yolooo, Bang! Maaf ya, telat. Banyak urusan mendadak huhuhuㅡ" seorang pemuda berlari kecil ke arah Sadewa. Kemudian berjongkok sebentar untuk mengatur nafas.

"Gegayaan dasar bocah, sibuk ngapain?"

"Ya gitu lah urusan bocah, sibuk mabar sama Radit, Satrio, Daffaㅡ"

"Oh,"

"Yaudah, ayo berangkat sekarang!" seru Juna. Kemudian, diikuti oleh Sadewa di belakang. Walaupun dengan hati yang sedikit ragu, tapi yaudah lah, kalau kata Juna mah 'bondo nekat' aja. Sadewa memberanikan diri datang kesana lagi untuk kedua kalinya setelah hari minggu kemarin, dengan bermodal senyuman. Gak ding, modal yakin dan berani juga.

"Assalamu'alaikum, atuk o atukㅡ" seru Juna sambil mengetuk pintu.

"Heh, serius dong jangan becanda mulu!" sungut Sadewa. "Ini rumah Kania ya, jangan samain kek bertamu ke rumah temen-temen somplak lu,"

"Muka lu tegang amat sih bang, kaya mau ketemu sama orangtua-nya aja." goda Juna.

"Ya, jaga-jaga kan? Siapa tahu ntar yang bukain pintu bapaknya?!" sahut Sadewa, asal bicara.

"Iya juga sih, kasihan bapaknya kalau tahu ada cowok cupu deketin anaknya," balas Juna, makin mengasal.

Sadewa kesal, menguyel kepala Juna sampai pemuda itu mengaduh kesakitan. "Bang, bang jangan gini dong, ah. Juna kabur nih kalau abang jahat," ancamnya, membuat Sadewa melepaskannya segera. Berurusan dengan anak kecil memang susah, siap mengalah setiap saat.

"Eh, tapi ngomong-ngomong lu gak bakal ketemu sama ortu-nya Kak Kania sih, bang. Maksud gue, kalau lo samperin dia ke rumah yang ini," kata Juna, kali ini lebih lirih.

"Lah? Emang iya? Kok bisa?"

"Soalnya gak tinggal di sini, gak tahu pasti sih tapi itu yang gue denger dari Dhika," jawab Juna. "Lo kan tahu, Dhika yang paling deket sama Kak Kania,"

Sadewa berdehem. Satu informasi lain tentang Kania yang membuat pemuda ini makin penasaran. Sadewa mencoba kembali fokus, baru saja akan mengetuk pintu kembali dengan lebih serius daripada tadi. Namun, pintu sudah ditarik dari dalam dengan cepat. Seorang perempuan muda keluar, lalu tersenyum sumringah saat melihat siapa yang datang di sore sore begini.

"Wah, kakak ganteng! Eh maksudku Kak Sadewa! Ada apa ya, tumben kesini? Kemarin kan baru kemari juga-"

"Oh, jadi yang ganteng cuma Kak Sadewa doang nih, Kak?"

"Eehh nggak gitu! Arjuna juga ganteng, kok. Ehehehehhe! Iiihh, apaan sih ini kok jadi ngomongin hal nggak jelas?!" gelak tawa Kaira mencairkan suasana yang mulanya tegang, apalagi muka Sadewa lempeng banget tanpa ekspresi.

"Hmm, mau nengokin Kaniaㅡ" ucap Sadewa, datar.

Kaira tertegun sesaat. Bukankah ini terlalu cepat untuk sebuah pendekatan? Begitu batin Kaira. Masa bodoh, lagipula Sadewa ganteng kok, pintar juga siapa tahu karena kedatangan pemuda ini, Kania menemukan kebahagiaan baru yang belum ia dapatkan selama ini. Kaira harap, semua akan baik-baik saja. Selama kakaknya itu senang sih, Kaira tidak masalah.

"Boleh atau nggak? Kania ada di rumah, kan?" Sadewa mengulangi, karena Kaira terlihat kebingungan.

"Oohh, boleh kok boleh banget. Silakan masuk," ucap Kaira, kemudian menepi supaya tak menghalangi jalan masuk.

Sadewa dan Juna duduk di kursi ruang tengah, sembari menunggu Kaira memanggil Kania di dalam. Padahal Sadewa sudah bicara sebelumnya, kalau Kania masih lemah jangan dipaksa. Mereka cuma sebentar, yang penting mau memastikan Kania baik-baik saja, begitu pesannya. Tapi Kaira bilang, Kania sudah baikan jadi biar kakaknya itu keluar kamar saja.

"Seandainya nih, bang. Takdir berkata lainㅡ" kata Juna, menggantungkan kalimatnya di akhir.

"Apaan sih?! Bikin takut aja!" gerutu Sadewa.

"Seandainya Kak Kania nggak mau ketemu lo lagi, alias dia kesel dan sama sekali gak mau temenan sama lu. Mau gimana lagi, ha?"

Sadewa terdiam. Benar juga yang dikata Juna, kenapa ia tidak berpikir sampai di situ. Kemungkinan terburuk kan selalu ada.

"Hmm, kok gitu sih ngomongnya, Jun? Jangan gitu dong, gue merasa bersalah nih!" gumamnya pelan. "Lo tuh bukannya kasih semangat malah ngejatuhin kepercayaan diri gue,"

"Abisnya lama bener gak keluar juga orangnya,"

Lagi-lagi Arjuna benar. Makin memperkeruh pikiran Sadewa, memperburuk prasangka. Harusnya tidak mengajak Arjuna datang kemari, tetapi Bintara. Pasti pemuda itu jauh lebih dewasa pemikirannya. Tapi, apalah daya kegengsian Sadewa mendominasi. Bintara pasti akan menggodainya lagi jika ia makin menunjukkan rasa peduli kepada Kania.

"Yaudah, apa kita balik aja nih, Jun?" tanya Sadewa, meminta saran.

Arjuna mengendikkan bahu. "Tunggu Kak Kaira balik kesini lagi, nanti baru kita pamit kalau ternyata dia sendirian gak bawa Kak Kania keluarㅡ"

"Oh, oke."

Beberapa saat kemudian, Kaira kembali. Tapi tentu saja niat Arjuna dan Sadewa untuk pamit, tidak terealisasikan begitu saja karena di belakang Kaira ada seseorang dengan rambut tergerai, piyama warna kuning dan wajah yang masih agak pucat. Tapi tidak sepucat kemarin waktu baru pingsan.

Kaira terus berjalan melewati kedua pemuda itu, sementara Kania terhenti. Duduk di sofa lain yang berseberangan, kemudian mulai membuka percakapan. Sadewa dan Arjuna saling terdiam satu sama lain.

"Tumben kesini, mau ngapain?" terdengar bertanya kepada keduanya, tetapi jelas pandangan Kania hanya tertuju kepada si pemuda yang masih berseragam sekolah, siapa lagi kalau bukan Sadewa.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
#5 Distraksi Tiga Dimensi✔Where stories live. Discover now