3. Komtin

2.7K 545 256
                                    

Loving in silence, you call it coward

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Loving in silence, you call it coward. I call it self-protection.

***

Neta harus berkali-kali memukul kakak laki-lakinya saat sarapan bersama pagi tadi. Walau pukulannya cuma main-main, tetap saja pukulan neta pedasnya tak tertandingi. Tapi, mendiamkan kakaknya pun membuat Neta tidak bisa makan dengan tenang.

Semenjak semalam Aska berlagak bak gentleman di film-film romantis, yang minta maaf kepada Mas Acel karena mengantar Neta pulang terlalu larut, Mas Acel tidak berhenti meledek adik kecilnya. Ia terus mencie-ciekan Neta dan dengan sengaja mencolek-colek pipinya.

Habis bagaimana? Meskipun Neta punya sekodi teman laki-laki dan pernah beberapa kali berpacaran, tidak pernah sekalipun Mas Acel bertemu yang seperti Aska. Rata-rata teman lelakinya antara terlalu bergaya rocker sampai punya belasan tindikan dan tato, atau terlalu lemah lembut sampai terlihat lebih feminin daripada Neta.

Kebanyakan dari mereka juga enggan bertemu Mas Acel, apalagi hanya untuk meminta maaf. Ceye saja tidak pernah. Malah, Ceye sangat takut bertemu Mas Acel karena awal perkenalannya dengan Neta dulu tidak meninggalkan kesan baik pada pemuda itu. Tapi Aska berbeda, dan Mas Acel suka adiknya berteman dengan cowok seperti Aska.

Ya, walaupun Aska masih bersahabat juga dengan Rere dan Ceye.

Pukulan-pukulan yang Neta berikan bukan hanya membuat lengan Mas Acel sakit, tapi tangan pelakunya juga ikut terasa panas. Sepanjang koridor menuju ruangan khusus anak-anak UKM jurnalistik, Neta tak henti mengibas-ngibaskan tangan.

Ironis, belum hilang rasa panas di tangan, sekarang bertambah di punggung akibat seorang manusia tak tau diri baru saja memukulnya dengan kencang.

"Oy, nenek lampir!" Orang itu melingkarkan tangannya di pundak Neta, cengiran menghiasi wajah seolah tak sadar baru mengusik pagi singa siberia. "Makan yuk! Gue laper deh. Lo gak ada kelas pagi, kan?"

Neta berhenti berjalan. "Awasin tangan lo."

"Yaelah, Ta. Ke—"

"AWASIN TANGAN LO!!!"

Dengan itu, Ceye langsung mengangkat tangannya.

Siapa lagi yang berani mukul-mukul Neta dan memanggilnya dengan sebutan kurang ajar kalau bukan Ceye Wiranugraha?

Cowok berhoodie hitam itu menyengir lebar saat mendapati wajah kesal Neta. Tangannya masih terangkat seperti seorang penjahat yang digrebek polisi. Ceye memang sengaja memukul Neta, rutinitasnya untuk mengawali hari memang membuat wanita itu jengkel.

"Bisa gak sih, Ye, sehari aja kalem?"

"Gak bisa," jawabnya songong.

Karena membuat Neta kesal setidaknya bisa membuat Ceye sedikit melupakan malam yang ia habiskan untuk berusaha menghubungi Caca. Bisa membuat Ceye punya kerjaan lain selain menulis lirik-lirik menyedihkan yang merupakan gambaran perasaannya.

CrestfallenWhere stories live. Discover now