Chapter 11

4.2K 134 26
                                    

Annyeonghaseyo uri readers semua.. apa kabar kalian? Semoga masih setia nunggu cerita ini. Oke aku hanya mau nyapa aja 😁 selamat membaca 😘

**************


“Ayo lanjutkan.” Kataku setelah nafasku normal dan tersenyum padanya. Aku merasa diriku seperti jalang saat mengucapkan kata-kata itu, tapi selama itu bersama Bian bagiku tidak masalah.
Bian tersenyum dan dengan gerakan tiba-tiba dia sudah membalikkan tubuhku memunggunginya. Bian menciumi sepanjang tulang punggungku tidak lupa dengan gigitan-gigitan kecil yang ditinggalkannya disana. Dia mengangkat sedikit bokongku dan aku tau apa yang dia inginkan sekarang.
Aku membuka kakiku, menyiapkan diri untuk dimasuki oleh Bian dari belakang. Entah kenapa sepertinya Bian sangat suka gaya ini. *uuupppsss
Saat aku mendesah karna dia menjilati daun telingaku dengan pelan dia mendorong setengah penisnya memasuki kewanitaanku. Dan dengan sekali hentakan dia melesakkan seluruh kejantanannya.
“Ummmhhhhh...” hentakan yang dilakukannya, membuatku dan Bian mendesah nikmat. Kami mengejar kenikmatan bersama-sama. Setelah meraihnya Bian hanya membiarkanku istirahat selama lima menit dan untuk kedua kalinya dia memasukiku lagi dan lagi.
Saat aku sudah kelelahan dan akan memejamkan mata, ciuman Bian kembali mengusikku. Mencium seluruh tubuhku dan menghisap payudaraku.
“Ehmmm.. Bian aku mohon biarkan aku beristirahat sebentar. Aku lelah.” Kataku mencoba menghentikan apapun yang sedang dia lakukan pada tubuhku.
“Sekali lagi.” Katanya dan menatap mataku saat aku juga menatapnya. Aku membelai wajahnya yang saat ini berada diatasku dengan selimut yang menutupi tubuh kami.
“Apa aku boleh bertanya sesuatu?” tanyaku dan mengecup bibirnya yang sedang tersenyum kepadaku.
“Asalkan setelah itu kita bercinta lagi, aku tidak keberatan.” Dia tersenyum dengan menampilkan deretan gigi putihnya. Aku mendengus.
“Kenapa hari ini kau seperti seorang yang maniak seks? Kau tau, badanku rasanya hampir remuk.” Kataku dengan meringis merasakan badanku nyeri terutama bagian pinggang dan kaki.
“Entahlah, kau terlalu menggoda untuk dilewatkan.” Dia mengecup keningku dan kembali menatap mataku.
“Bisa kita lakukan sekarang? Atau ada yang ingin kau tanyakan lagi?” uh... pria dan nafsunya.
“Aku ingin bertanya sekali lagi. Emmm... saat pertama kali kita melakukan seks sampai sekarang aku tidak merasakan bahwa kau jijik menyentuhku, maksudku bukankah seorang gay akan merasa jijik jika menyentuh wanita? Tapi yang aku rasakan darimu kau tidak seperti itu saat bersamaku. Kenapa?” Bian mengerutkan keningnya, pertanda dia sedang berpikir saat ini atas pertanyaan panjang yang aku lontarkan untuknya.
“Apa kau percaya takdir?” tanya Bian tiba-tiba. Aku memandangnya tanpa menjawab pertanyaannya, mengatakan dalam diam bahwa dia boleh melanjutkan kata-katanya.
“Mungkin seperti itu. ” Aku memandangnya dengan bingung. Takdir? Apa hubungannya Bian yang tidak jijik melakukan skinship denganku dengan takdir yang dikatakan oleh Bian?
‘Maksudku adalah, mungkin kau memang ada untukku. Kau tau, aku masih merasa risih jika bersentuhan dengan wanita lain apalagi melakukan sex, membayangkannya saja membuatku ingin muntah. Tapi tidak denganmu, melakukan apapun denganmu aku tidak merasakan perasaan risih ataupun jijik sama sekali. Aku tidak tau kenapa, karena itu aku bilang ini takdir.’ Aku meresapi semua yang diucapkan Bian barusan, jadi hanya denganku Bian tidak merasakan naluri gay nya? Karena takdir? benarkah? Semasih aku berpikir dengan keras perkataan Bian tentang takdir itu, Bian melancarkan aksinya. Tanpa kusangka Bian melesakkan kejantanannya pada kewanitaanku disaat aku tengah memikirkan kata-katanya.
‘Ahhhh....’ aku meremas rambut Bian sambil mendesah kencang akibat ulah Bian.
‘Bian.’ Bentakku padanya dan menatapnya dengan kesal, dia diam dan masih meresapi penyatuan kami.
‘Aku sudah tidak tahan, kau berpikir terlalu lama.’ Katanya sambil memandangku dengan senyuman andalannya.
‘Tapi.. ahhhh....’ belum selesai aku mengucapkan sesuatu, Bian sudah menggerakkan kejantanannya yang membuatku mendesah lagi. Aku tidak bisa berpikir lagi tentang apa yang diucapkan Bian barusan. Yang kupikirkan sekarang hanyalah kenikmatan yang diberikan oleh Bian padaku.

---------------------------------------------------------------------------------------

Aku terbangun dan mendapati Bian sudah tidak ada disebelahku. Aku memengangi perutku dan merasakan rasa lapar yang luar biasa. Bagaimana bisa aku tidak lapar disaat dari pagi sampai sekarang aku belum makan apapun sedangkan kegiatan yang kulakukan dengan Bian sangat menguras tenagaku. Ini sudah menunjukkan pukul 4 sore. Beruntung aku tidak memiliki riwayat penyakit maag. Kalo tidak mungkin aku sudah pingsan sekarang.
Aku memilih membersihkan tubuh terlebih dahulu. Aku hanya sempat mencuci wajahku dari apartemen Maria. Jadi sekarang tubuhku sangat lengket. Setelah mandi aku mengenakan kemeja Bian yang sudah jelas kebesaran ditubuhku, juga menggunakan celana hotpants yang tidak kelihatan karena tertutup kemeja Bian yang aku kenakan.
Aku berjalan kedapur dan mendapati Bian disana sedang memasak. Entah apa yang dia masak, pantas saja dia sudah tidak ada disebelahku ketika aku bangun. Aku menghampirinya dan memeluknya dari belakang. Mengintip sedikit apa yang sedang dia masak dari balik bahunya yang lebar.
‘Kau mengagetkanku. Untung saja ini tidak jatuh.’ Dia menoleh dengan wajah cemberut saat melihatku.. Aroma masakannya membuat air liurku akan menetes.
‘Kau masak apa? Aku lapar.’ Kataku sambil tersenyum kearahnya dan masih memeluknya.
‘Aku sudah tau kau pasti lapar. Duduklah, pastaku hampir matang.’ Dia mengusap rambutku dan mencium pipiku. Aku tersenyum dan menuju pantry duduk di kursi tinggi dan memandanginya dari sini.
Dua menit kemudian dia menghidangkan dua piring penuh dengan pasta dan duduk disebelahku.
‘Makan yang banyak, dan siapkan tenagamu lagi untuk nanti.’ Bian mengerling kearahku setelah mengatakan itu. Aku memandanginya tidak percaya. Serius dia ingin melakukannya lagi? Tidakkah tenaganya habis atau tidakkah dia merasa lelah? Apa mungkin dia minum obat kuat? Aku tidak habis pikir. Seluruh tubuhku terasa ngilu dan dia memintanya lagi.
‘Nooooo...’ kataku padanya yang masih tersenyum melihat ekspresiku. Bian tertawa karna teriakanku yang tidak mau lagi berolahraga ranjang dengannya.
‘Itu hukuman buatmu, sebenarnya aku tidak ingin membuatmu turun dari ranjang seharian ini. Tapi karna aku juga lapar jadi aku mengijinkanmu turun dari ranjang hanya untuk ke kamar mandi dan makan. Selebihnya dari sekarang sampai besok pagi kau dilarang kemana-mana dan harus menemaniku seharian.’ Wah.. sungguh tuan Gay gila. Aku kira dia sudah melupakan tentang hukuman yang dia katakan waktu di apartemen Maria, ternyata hukuman itu masih berlanjut.
Entah bagaimana caraku berjalan besok jika seharian aku berolahraga ranjang dengan Bian. Aku menatapnya cemberut smabil memakan pastaku. Pasta buatan Bian enak, tapi hukumannya membuatku melupakan kelezatan pasta yang sedang aku makan. Bian mengusap kepalaku.
‘Tidak usah cemberut begitu, kan kamu juga menikmatinya.’ Aku memukulinya dengan garpu yang aku gunakan untuk memakan pastaku. Kata-katanya membuatku malu. Kedua pipiku memanas.
‘Hahahaha, stop Seva, itu sakit.’ Aku masih memukulinya dan dia memegang tanganku agar aku berhenti memukulinya. Bian tertawa saat melihat wajahku yang sudah merah.
‘Kau membuatku malu.’
‘Cepat makan dan kembali kekamar bersamaku.’ Dia tersenyum dengan cerahnya setelah mengatakan itu. Aku melanjutkan makanku dan hanya bisa menuruti kata-katanya. Laki-laki dengan nafsunya. Haaahh.



--------------------------------------------------

Wahhhh... long time no see uri readersku semua wkwkwkwk
Kalian pasti marah denganku kan? Apakah sudah 1 tahun aku tidak melanjutkan Bian dan Seva? Maafkan aku. Untuk part selanjutnya mungkin akan lama juga seperti sebelumnya. Dari sekarang aku akan minta maaf lagi. Kalian tau skripsi dan tetek bengeknya sangat menyita waktuku. Jadi mohon maklumi diriku. Terimakasih karna masih setia menunggu cerita ini. Saranghae.
Bali, 17 Juli 2019

Oh Gay , Look At Me Please 🔞Where stories live. Discover now