11. Kejutan!

1.8K 210 106
                                    

Panjang umur. Orang yang barusan Gracia pikirkan kini menghubinginya. Gracia ragu menerima panggilan tersebut.

"Gracia?" terdengar lirih suara Shani. "Kenapa baru terima telponku?"

Gracia hanya bergeming. Ia rindu. Rindu suara lelaki yang sedang menghubunginya. Rindu, dengan sosoknya.

"Gracia..."
Suaranya serak, pikir Gracia.
"Aku minta maaf." tuturnya lembut.

"Buat kalian berdua... Selamat." Gracia mencoba memancing.

Shani diam sejenak. Terdengar helaan napas pelan. "Terimakasih." balasnya dengan suara sangat pelan.

Gracia mengepalkan tangannya. "Aku tutup, ya..." pintanya dengan suara yang gemetar.

"Maaf..."

Tak mengindahkan Vino yang memanggilnya, Gracia berlari ke toilet. Mengunci diri disalah satu ruangannya entah untuk berapa lama. Yang ia tau, ia harus segera keluar, bersikap biasa saja seperti tak terjadi apa-apa, dan pulang dengan selamat.

Tak kembali ke dalam gedung bioskop setelah pergi ke toilet, Gracia menunggu mamanya dan Aurel dibangku yang berderet untuk para penonton menunggu.

Gracia sudah tak mendapati Vino menunggunya disana. Ia tak kecewa, malah lega karena ia tak perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan tak penting dari Vino.

Beberapa waktu kemudian, film telah selesai. Semua penonton berjalan teratur keluar. Gracia melihat Aurel dan mamanya berjalan mendekat ke arahnya.

"Kok ga masuk lagi?" tanya Ve.

Gracia memaksakan senyumnya. "Serem ma, aku ga kuat."

"Payah! Bucin sih, ya? Tontonannya kudu yang romantis-romantis." ledek Aurel.

"Serius gue, Rel!" Gracia mendorong lengan Aurel. "Bener-bener bikin gue takut, sampe sesek napas, tau!"

"Mama laper. Kalian mau makan dulu?" tanya Ve.

Aurel nyengir. "Boleh deh, tan."

Ve mengelus pipi Gracia. "Udah diajak seneng-seneng kok masih ngelamun, sih?" tanyanya lembut.

Lagi. Gracia memaksakan senyumnya, menyembunyikan perasaannya, dan berusaha bersikap seolah ia tak tau apa-apa. "Seneng kok, ma... Makasi ya, Rel." Gracia mengayun-ayun tangan Aurel.

Ve menghentikan langkahnya saat mereka bertiga akan berjalan. "Bentar-" Ia meraba sling bagnya, merasakan ada getaran disana, lalu mengambil ponsel yang ia taruh didalamnya. "Halo pa? ... Iya masih di mall sama anak-anak ... Kenapa? ... Baru juga jam tujuh ... Iya, kok tumben pulang cepet pa? Biasanya juga jam sepuluh ... Ya udah deh, mama pulang sekarang ... Iya, dah..."

Gracia menaikkan kedua alisnya. "Kenapa papa, ma?"

"Nyuruh mama pulang. Kalian masih mau jalan-jalan atau ikut pulang?"

Aurel menatap Gracia. "Kita juga pulang aja, ya?"

Ve menatap Gracia yang lagi-lagi bergeming. "Kalau Gracia masih mau jalan, ga apa-apa kok."

Gracia mengerjap pelan. "Ngga ma. Ayo, kita pulang aja deh. Aku pengen istirahat juga."

Mereka memutuskan untuk pulang. Aurel bilang ingin menginap, menemani Gracia. Setengah jam berlalu, mereka sudah sampai di depan rumah.

"Gue pengen pipis." bisik Aurel pada Gracia.

"Ya udah cepetan masuk gih."

Ve mengelus pundak Gracia. "Tutup, sekalian kunci gerbangnya ya, nak."

OrigamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang