Beberapa pekan telah berlalu. Shani sudah kembali ke negeri perantauan dimana ia menempuh pendidikannya.
Beberapa pekan telah berlalu. Pun dengan Gracia yang tak kunjung mendapat petunjuk tentang siapa sosok Viny. Hubungan apa yang yang terjadi antara perempuan tersebut dengan kekasihnya. Bukan ia tak diberi kejelasan oleh Shani, sebab ini pilihannya sendiri.
Memilih tak perduli tentang sesuatu yang belum jelas kepastiannya. Yang Gracia ingin, ia hanya memprioritaskan kepercayaannya pada lelaki pilihannya tersebut terlepas dari apapun kenyataan yang akan dihadapinya. ‘Itu urusan belakangan,’ pikirnya.
"Hai, honey... what ya doin, huh?" dengan gaya yang menurut Gracia menggelikan, begitulah Shani menyapanya saat mereka melakukan panggilan video malam ini.
Gracia terkekeh geli. "Apa sih! Sok asik banget!"
Shani memanyunkan bibirnya. "menggelikan, ya?"
Gracia mengangguk dengan semangat. "Sejak kapan kamu jadi alay kaya gini sih?" ia terkekeh, lagi.
"I think-"
"Biasanya, orang sifatnya berubah seratus delapan puluh derajat, adalah orang yang lagi menutupi sesuatu." Gracia memotong perkataan Shani.
Shani menaikkan alisnya. Ia menggeleng dengan wajah serius yang dibuat-buat. "Jangan samakan satu hal dengan yang lainnya. Tak semua orang sama, Gracia..."
"Lalu?" Gracia menopang dagunya dan menatap Shani penuh perhatian.
"I think... I have to stop being passive." ujar Shani dengan wajah serius.
Gracia mengerutkan dahinya. "Tapi aku selalu nyaman dengan bagaimanapun kamu. Dengan segala keanehan dan kepasifan kamu. Aku ga perduli kamu yang cuma manut-manut saat aku rewelin ini itu."
Shani tersenyum lembut. "Ini bukan hanya tentang kamu, sayang..."
"Tuh kan!” pelan namun dalam, Gracia mulai gusar.
"Tuh kan apa? Mulai deh... bilangnya ga perduli dengan hal-hal yang belum jelas. Aku belum selesai bicara, kamu sudah seenaknya menyimpulkan."
Gantian, Gracia memanyunkan bibirnya, ia keki disindir halus oleh Shani. "Berubah tuh pelan-pelan. Ini mah tiba-tiba banget! Beda yang bener-bener beda banget sama kebiasaan kamu. Gimana aku ga curiga, coba?!"
"Wangsitnya datang semalam. Jadi aku pikir, aku harus segera berubah." Shani terkekeh. Ia gemas dengan ekspresi Gracianya yang jengkel. 'Sangat menyenangkan lihat wajah cemberutnya!' kebiasaan favorit Shani.
"Serius, ih! Bisa jelasin, ga? Kenapa berubahnya buru-buru gini? Atau emang bener ada yang disembunyiin! Kan?! Ngaku!" desak Gracia memaksa.
Shani menyamankan posisi duduknya. Dengan wajah serius, ia ingin menyapaikan hal yang serius pula. Tanpa diminta, Gracia sudah memusatkan perhatiannya pada Shani. "Aku berpikir... masa depanku bukan hanya tentang kamu. Kamu yang dengan luas hati menerima sikapku yang kaku, bukan hanya tentang aku yang ga pernah lelah dengan berisiknya kamu..."
Shani terkekeh pelan dan Gracia masih setia menunggu kelanjutan kalimat Shani yang ia anggap bagai bait puisi tiap kali Shaninya mulai berbicara serius namun penuh dengan tatapan dan suara yang meneduhkan.
Shani mengatupkan bibirnya. Wajahnya kembali tegas. "Aku ingin berkeluarga, yang artinya ga hanya ada kita..."
Shani diam sejenak.
"Aku mau punya baby." Bisiknya membuat pipi Gracia bersemu merah. "Aku mau jadi yang pertama tau selain kamu tentang perkembangan sekecil apapun yang anak-anakku nanti alami. Aku ga hanya mau mereka yang aktif bercerita tentang ini itu dan aku hanya menjadi pendengar setia mereka. Aku juga mau mahir menyampaikan cerita menyenangkan untuk aku bagi dengan mereka. Apapun. Tentang kamu, tentang aku, tentang bagaimana orang tua mereka bertemu, tentang kakek-nenek mereka yang sifatnya ga kalah aneh dari orang tua mereka."
![](https://img.wattpad.com/cover/189426063-288-k415502.jpg)
YOU ARE READING
Origami
RandomShani si kaku dan Gracia yang hm... tau lah ya. Cerita ini awalnya cuma buat One shot aja, tapi, saya tertarik sama karakter khayalan Shani yang saya bayangin sendiri, terjerembab ke dalam pesonanya, dan iseng buat lanjutan-lanjutannya. Beberapa tem...