Bagian 6 Masa Lalu Sekar

2.4K 243 20
                                    

Sekar bukan hanya dosen kecilku. Ia cinta, sahabat, malaikat, sekaligus motivatorku. Kehadirannya bagaikan lilin yang berpendar dalam gelapnya ruang hampa.

Sekar? Will you marry me? Khayalku berterbangan ke sana. Di mana sosok sekar akan menjadi kisah abadi di masa depan yang cerah. Kecenderungan untukku sembuh dari penyakit jiwa ini begitu besar setelah kehadirannya.

"Jod!" Teriak Sekar dari kejauhan.

Seperti biasa, bibir serupa delima tersebut selalu merekah menampakkan barisan gigi rapinya. Setengah berlari ia menghampiriku yang nampak kesulitan saat mengikat tali sepatu di parkiran motor kampus.

"Mbak Sekar."

Sekar menunduk, berusaha membantuku mengikat tali sepatu. Tak sengaja, tangan kami pun bersentuhan. Menghasilkan getaran halus yang menyebar hingga ke relung hati yang terdalam. Manik cokelat yang tak bosan dipandang itu menatapku dengan ... ah, tak mampu diucap dengan kata-kata.

"Jangan diulang, ya, Jod. Aku tau ini berat, kamu pun lelah kalau terus dihinggapi rasa khawatir. Tolong, buang perasaan kuat untuk mengulang semua yang telah kamu lakukan dengan baik."

Aku terdiam. Dalam hati ada keinginan untuk membuka kembali simpul tali sepatu ini, lalu mengulangnya, dan begitu seterusnya.

"Tapi, Mbak—"

"Kamu bisa melawan itu semua, Jod! Kamu harus sembuh. Bisa kurus kamu! Cuma gara-gara mengulang semua hal. Mandi harus berkali-kali, cuci tangan berulang kali. Lelah, Jod! Percayalah, kamu akan sembuh. Lawan penyakitmu!"

Bukannya segera beranjak. Kami masih asyik jongkok, tepat di pinggir parkiran, di sisi motor seluruh mahasiswa yang berjajar rapi sesuai warna. Siapa lagi yang menyusunnya? Bola mata Sekar bergerak ke arah di mana motor tersebut berderet sempurna. Sesaat kemudian, ia menatapku sinis.

"Kamu habis nata motor si parkiran sesuai warna lagi, Jod?"

"Iya," jawabku nyengir.

"Kurang kerjaan. Faedahnya apa coba?"

"Cakep dan asyik dong," balasku lagi. Sekar hanya menepuk keningnya, lalu menggeleng.

Kami berjalan menuju kelas. Hari ini ia kembali mengisi mata kuliah Psikologi Umum. Tak henti mata ini menatap Sekar yang sangat asyik membawakan materi di depan kelas. Ia begitu enerjik, seksi, tapi tetap berwibawa. Tak segan merangkul mahasiswanya yang terlihat kesulitan dalam mengikuti materinya.

"Jod, lo ngapain malah nyusun pulpen? Kurang kerjaan! Haha," celetuk Akhyar, mahasiswa sengklek yang duduk di depanku.

Aneh memang bagi mereka, seorang mahasiswa menyusun pulpen sesuai warna. Kurang kerjaan? Itu pasti, tapi ini amat seru untuk penderita OCD. Mereka kan memang menyukai keteraturan.

"Jod! Yee ... idiot!" tukasnya lagi, sehingga emosiku terpancing.

Brak!

Meja kugebrak kencang. Kelas yang semula hening jadi riuh seketika. Sekar menatapku dengan raut wajah yang memelas.

Suasana semakin mencekam saat kerah Akhyar kutarik kencang, hingga ia teriak karena sedikit tercekik. "Lo!" Satu peringatan terlontar untuk Akhyar.

"Joddy!" teriak Sekar.

"Diem, Mbak! Saya nggak terima dia bilang idiot!"

Akhyar sibuk melepas cengkeramanku yang sepertinya menyulitkan napasnya. Hidungnya kembang kempis, menunjukkan betapa ia sulit sekali menghirup oksigen di sekitar. Aku benci! Benci bila mereka selalu merendahkan tanpa tahu apa yang sebenarnya kualami.

Mbak Dosen ImutWhere stories live. Discover now