Nat & Loisa

2.3K 179 5
                                    

Cuaca yang cocok untuk pergi ke makam. Nat mengenakan kemeja biru dan jeans hitam. Kalau saja rambutnya pendek, orang lain akan mengira dia lelaki. Kini Nat berdiri di depan cermin dengan rambut diikat asal sehingga memperlihatkan leher putih jenjangnya itu.

"Nat." Seru Githa di depan kamar Nat.

Nat menoleh melihat Githa memakai baju girly tapi sederhana. Dia tersenyum melihat Githa terdiam di tempat.

"Apa yang kamu lihat?" Ucap Nat.

Lamunan Githa terbuyar lalu cengengesan melihat Nat tersenyum tipis. Nat berjalan melewati Githa sehingga tercium parfumnya ke rongga hidung Githa.

"Ayo sebelum hujan." Ucap Nat.

Pada akhirnya Nat tersedu-sedu di depan makan orang tua Nat yang dijadikan satu dan makam kakeknya di sebelahnya.

"Kapan aku menyusul?" Ucapnya disela-sela tangisnya.

Githa hanya bisa mengelus punggung Nat walaupun hatinya teriris mendengar Nat yang putus asa menjalani hidupnya.

Di lain tempat.

Seorang wanita berada di ruang meeting, owner hotel mengadakan meeting besar untuk para staff. Hampir 3 jam meeting itu berlangsung akhirnya berakhir.

"Loisa, ke cafe yuk pas pulang nanti." Ajak sekretarisnya, Luna.

Loisa yang membereskan berkasnya hanya mengangguk. Dan jam pulang pun tiba. Loisa masih bergelut dengan tugasnya. Pintu ruangannya di ketuk.

"Come in."

"Excuse me, Loisa kita batalin ya ke cafe nya. Ada urusan keluarga." Ucap Luna ketika membuka pintu itu.

Lagi-lagi Loisa hanya mengangguk mendengarnya. Luna pun keluar dari ruangan itu. Cukup lama Loisa bekerja, akhirnya tugasnya selesai.

Dia memeriksa jam di hpnya. 8.52 p.m. Loisa hanya menghela napas pelan. Dia beranjak dari ruangannya dan tiba di dalam mobilnya.

"Hah. Butuh kopi." Ucapnya sambil menghela napas.

Akhir Loisa memutuskan ke cafe tempat Leon. Dia merindukan tempat itu. 'Kring!' Terdengar lonceng jika ada seseorang membuka pintu cafe itu.

"Selamat Datang." Sambut dari dalam.

Senyuman yang merekah itu seketika luntur. Loisa hanya bisa menatap bar tempat Leon dulu bekerja. Seketika dia mengeluarkan air mata. Pelanggan pas lagi rame-ramenya.

Seseorang menariknya ke salah satu meja. Saat duduk pun, tatapan Loisa tidak putus dari bar itu.

"Hei." Terdengar suara perempuan.

Loisa tidak bergeming lalu terdengar helaan napas di sebelahnya.

"Kau merindukan bang Al, kan?" Ucapnya.

Loisa langsung menoleh siapa yang bicara. Nat memandang bar lalu menyesap black coffee-nya kemudian menatap Loisa tepat di manik matanya.

"Abang aku hebat ya, bisa bikin bule cantik jatuh cinta ke dia." Ucapnya membanggakan Al.

Walaulun begitu, tatapan Nat tidak putus. Dia semakin menatap Loisa. Loisa menjadi salah tingkah dan memutuskan kontak mata itu.

"Seharusnya aku menolongnya saat pedang itu hampir menancap ke dadanya." Nat menutup matanya lalu meminum black coffee dan menyesap rasanya.

Pahit.

"Harusnya aku berada di posisinya sekarang dan dia berada di posisiku." Ucapnya lagi sembari membuka matanya. "Dan duduk di samping Loisa Fyffe."

Loisa hanya diam melihat Nat seperti itu. Entah kenapa dia mencoba kopi yang di sesap Nat. Seketika wajahnya jelek.

"Pahit." Ucapnya.

Nat melihat itu hanya tersenyum, dia melihat bekas lipstik Loisa tercetak di sana. Nat meminum kopinya lagi tepat di bekas Loisa.

"Eh." Loisa terkejut melihat itu.

"Aku tidak mau bang Al cemburu dengan bekasmu terpampang di cangkir ini." Ucap Nat lalu menjilat bibirnya sendiri.

"Al cemburu?"

Nat hanya tersenyum lalu dia memanggil waitress yang kebetulan melihat kearah mereka. Waitress itu datang dan memberikan buku menu.

"Silakan dipilih kak."

Loisa menimang-nimang lalu, "Espresso 1."

"Itu saja kak?"

Loisa mengangguk lalu waitress itu pergi. Nat meminum kopinya lagi lalu bersandar di kursinya.

"Kalau ada apa-apa aku bisa membantumu." Lirih Nat kearah lampu diatasnya.

Loisa menoleh lalu menatap Nat bingung. Mereka berdiam diri dan tak ada yang bicara. Sampai waitress membawakan espresso Loisa.

"Selamat dinikmati."

Loisa menyesap pelan espressonya. Lalu dia mengernyitkan dahinya.

"Rasanya sama."

Nat melirik lalu tersenyum. "Rasanya seperti Leon membuatkan untukmu?"

Loisa menoleh lalu mengangguk. Nat hanya tersenyum sambil menutup kedua matanya.

"Cafe ini diberikan kepadaku. Aku juga diberi titah sebelum cafe ini laku, katanya aku harus mengajarkan pegawai disini cara meracik kopi."

Loisa menatapnya bingung.

"Aku mengajarkan mereka setelah Leon pergi." Ucap Nat, "Racikan paduan aku dan Leon."

Kemudian dia menatap kopinya yang habis itu.

"Rasa kopi itu sama dan yang membedakan hanya cara kita membuatnya. Itu yang membuatnya terasa berbeda."

Loisa mendengarnya sambil tersenyum.

"Black coffee dan espresso. Kopi yang pahit. Yang 1 ada ampasnya dan yang lainnya bersih."

Tiba-tiba Nat menggaruk lehernya yang mendadak gatal.

"Ngomong apa sih." Desisnya.

Terdengar ketawa ringan di sebelahnya. Loisa tersenyum mendengar Nat berusaha menyusun kata-kata mutiaranya tapi gagal.

"Terima kasih sudah mencicipi racikan pemilik cafe ini." Nat tersenyum.

Loisa hanya tersenyum hangat lalu menyesap kopinya. Nat membereskan barangnya dan berdiri.

"Aku duluan."

Nat hendak pergi tapi Loisa menahan tangannya.

"Ajari aku juga."

Nat tersenyum lalu melirik ke bar itu. Loisa tampak mengeratkan pegangannya di tangan Nat.

"Aku ingin tahu bagaimana Leon bekerja disana."

Nat menoleh kearah Loisa seketika senyumannya kecut.

"Besok saja, memangnya mau minum 2 espresso?"

Loisa menimang keinginannya. Lalu Nat mendekatkan dirinya kearahnya dan bibirnya berada di telinga Loisa.

"Aku tidak mau kamu insomnia dan kerjaanmu berantakan." Bisiknya dan membuat Loisa menggeliat pelan.

Nat menjauhkan dirinya lalu tersenyum melihat Loisa memejamkan matanya. Dia pergi sebelum Loisa membuka matanya.

Di dalam mobil, Nat tersenyum kecut melihat foto yang ada di depannya. Al dan dirinya sedang meracik kopi.

"Dia masih mencintaimu, bang." Lirihnya.

"Apa kau mengijinkanku menyayanginya sama sepertimu menyayanginya?"

"Githa mencintaiku, tapi aku menyayanginya sebagai teman. Dan.. Loisa tidak mencintaiku, tapi jantungku berdegup di dekatnya."

Seketika Nat meletakkan kepalanya di setir.

"Aku harus pilih siapa?"

***

Black Coffee (GXG) {FIN}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang