14 - Another Story

7.6K 944 15
                                    

Setelah menghabiskan akhir pekan dengan kedua sahabatku dalam kegiatan tidak berguna tapi menghibur, suasana hatiku membaik. Senin dan Jumat adalah hari-hari tersibuk di Bank. Mungkin karena itu seperti pembuka dan penutup minggu kerja. Tidak terkecuali hari ini. Aku baru bisa istirahat bergantian dengan timku yang lain setelah jam dua siang. Jadi, aku pergi mencari makan sendiri. Si Manusia Bulan, Bapak Manajer Yang Terhormat, sudah harus pergi meeting dengan divisi lain yang membutuhkan bantuan tim IT.

Kebetulan aku bertemu Meimei, si ibu muda cantik yang menggandeng puterinya, tepat di depan Marugame Udon. Jadilah, kami makan siang bersama sambil terus mengobrol. Putri Meimei, Yemima, sangat lucu dan menggemaskan. Rasanya aku tidak akan bosan menciumi pipi gembilnya.

"Lo harusnya cepet nikah aja sih, Star. Biar punya anak sendiri," kata Meimei tertawa melihatku lagi-lagi menciumi pipi puterinya.

"Pacar aja nggak punya gue," sahutku ikut tertawa. Entah kenapa, membahas hal ini dengan Meimei, tidak terasa menyebalkan.

"Kenapa nggak sama temen lo yang kemarin itu?"

"Moon? Dia kan sahabat gue." Entah ini pertanyaan ke berapa kali yang mampir. Aku bertaruh, pasti Sunny juga sering mendapat pertanyaan yang sama dari orang lain.

"Nggak ada itu yang namanya sahabat antara cewek sama cowok. Salah satu di antaranya pasti memendam rasa," ujar Meimei kalem sambil menyeruput ocha panasnya.

Aku tidak mau tenggelam dalam topik ini, jadi kualihkan pembicaraan ke arah teman-teman yang kemarin hadir di reuni. Hati-hati sekali supaya tidak ada nama Rigel yang muncul. Karena bagaimana pun juga, aku masih sedih untuk kasih tak sampai yang terus kebablasan ini.

"Rigel itu lagi proses cerai." Tiba-tiba saja topik itu muncul. Aku tersedak udon. Cepat-cepat kuambil ochaku, yang untungnya dingin, dan langsung menegaknya.

"Lo kenapa sih, Star? Sering banget kesedak? Kaya anak-anak aja." Aku nyengir sambil mengusap dadaku yang nyaris jantungan.

"Lo sih, Mei. Gosip di depan anak-anak," sahutku menyembunyikan rasa kaget.

"By the way, kenapa dia mau cerai?" tanyaku penasaran.

Sejenak Meimei ragu menjawab. Dia melirik anaknya yang sekarang asyik bermain boneka. Lalu setelah menimbang-nimbang, akhirnya cerita itu keluar juga. Rigel dan isterinya menikah muda. Kabarnya sang isteri sangat mengekang Rigel dan cemburuan.

"Puncaknya waktu Rigel ada tugas ke luar kota beberapa hari. Lo tau kan, Rigel? Dia itu lurus-lurus aja. Si isterinya cemburu buta, mengira Rigel berkhianat di belakangnya lalu mengikuti diam-diam. Seisi kantor heboh waktu isterinya muncul begitu saja di annual meeting sambil marah-marah."

"Kok lo tau sih, Mei?"

"Laki gue sekantor sama Rigel." Aku mengangguk-anggukkan kepala.

Menurut pendapatku, perempuan yang cemburuan sekaligus protektif, bisa jadi sangat menyeramkan. Contohnya seperti isteri Rigel ini. Berani taruhan, dia pasti tidak mau diceraikan dan malah menyalahkan suaminya serta semakin yakin kalau diselingkuhi.

Aku berpisah dengan Meimei, diiringi dengan tangisan Yemima yang masih mau bermain denganku. Jadi, aku hanya bisa berjanji untuk mengunjunginya lagi di akhir pekan supaya gadis kecil itu berhenti menangis.

Sisa hari itu, aku bekerja dalam diam. Sibuk memikirkan banyak informasi yang datang mendadak ini. Lagipula, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.

"Star, kamu ditunggu sama Pak Aries, tuh," kata Bu Sarah, manajerku, tersenyum. Aku mendongakkan wajah menatap Moon yang baru datang dengan bingung.

"Hampir jam tujuh, Star. Lo lembur?" tanya Moon. Aku terlonjak kaget dan mengecek jam. Saking banyaknya pikiran, aku sampai tidak melihat waktu. Bergegas kubereskan barang-barang dan bersiap pulang.

Sepanjang perjalanan menuju stasiun MRT, aku bercerita pada Moon tentang kejadian siang itu. Beberapa kali laki-laki itu menarikku supaya aku tidak terdesak orang yang lalu lalang.

"Besok-besok, gue pakein tali di tangan lo biar nggak kebawa-bawa orang lewat deh, Star," gerutunya sambil menggandeng tanganku. Aku tertawa, lebih karena membayangkan dia benar-benar mengikatkan tali di tanganku.

"Kadang gue juga mikir juga. Gimana kalau gue dapat isteri kaya temen lo itu. Bisa gila kalau isteri gue cemburu sama lo atau Sunny terus ngelarang gue buat ketemu sama kalian," kata Moon saat kami sudah ada di dalam MRT.

Saat itu aku tahu kalau laki-laki di hadapanku adalah orang yang benar-benar setia kawan. Jadi itulah alasannya tidak pernah pacaran selama kami berteman. Dia nyaman dengan persahabatan kami dan khawatir jika ada orang yang akan merusaknya.

"Tapi suatu hari, lo harus nikah juga pada akhirnya."

"Iya. Tapi gue akan pastikan kalau isteri gue nanti nggak cemburuan dan bisa berteman dengan kalian." Aku tertawa lalu menepuk-nepuk lengannya. Entah mengapa, rasanya bahagia dihargai sedemikian rupa oleh sahabat.

"Anyway, kita cuma pulang berdua lagi. Sunny pergi sama Janus." Aku mengangguk mendengar ucapan Moon walaupun cukup sebal. Belakangan ini Sunny sangat jarang bersama kami. Aku sampai lupa apa warna mata si Nona Viking. Lupakan saja kata-kataku, tidak mungkin aku melupakan segala sesuatu tentang Sunny, apapun yang terjadi.

Moon mengantarkanku ke rumah lalu dipaksa oleh Ibu makan malam bersama. Suatu hal yang tentu saja disambut dengan sangat hangat. Daripada dia memasak sendiri, duduk di dapur bersama Ibu sambil mengobrol pasti lebih menyenangkan. Dia memang lebih seperti saudara sendiri di rumahku.

Sebenarnya kehadiran Moon juga sedikit menyelamatkanku. Atlana, pacar Riga yang secantik Nicole Kidman di Aquaman, juga hadir di makan malam. Kalau tidak ada Moon, pasti Ibu akan mencecarku dengan kalimat: Makanya cepat cari pacar. Lihat tuh pacar adik kamu yang cantik.

"Star, besok gue bawa mobil. Mau ada meeting di luar. Lo bareng? Gue jemput jam setengah enam pagi, oke?" Berhubung Sunny pasti masih sibuk-sibuk sama Janus, sepertinya aku harus menerima tawaran Moon. Aku paling tidak suka bengong-bengong sendiri di perjalanan.

"Kak Star pacarnya baik ya," ucap Atlana saat aku masuk ke dalam rumah setelah melepas Moon pulang.

Sambil mengernyitkan kening aku berpikir. Pacar? Pacar yang mana? Pacar yang tidak kesampaian? Atau jangan-jangan Atlana bisa baca masa depanku.

"Itu, Kak Moon." Riga terbahak-bahak mendengar ucapan Atlana.

"Star itu udah di friendzone-nin seumur hidup sama Moon, sayang. Nggak mungkin mereka pacaran." Aku menjitak kepala adikku dengan gemas sementara Atlana hanya tertawa salah tingkah.

"Tenang Atlana. Dia udah biasa diomongin kaya gitu," kata Riga lagi sambil tertawa. Ah, adikku sayang, kalau saja di depanmu tidak ada pacar yang begitu manis dan menggemaskan, pasti aku sudah melumatmu jadi dendeng cabai hijau level 50.

Kapan Nikah? (Completed)Where stories live. Discover now