A Poem with Your Name

316 271 222
                                    

Sepertinya "kita" tak kan pernah benar-benar selesai dengan "kita"
(Aluna Senjani)

tok... tok... tok...

"Iya siapa?" suara Pak Sofyan terdengar dari dalam ruangan.

"Senja Pak" jawabku dengan sedikit deg-degan.

"Silahkan masuk Senja!"

Dengan tarikan nafas panjang lalu kuhembuskan, kuberanikan diri untuk menarik pintu kaca yang cukup tebal dengan tulisan nama Sofyan Nugroho S.S. M.Hum. diatasnya.

"Permisi Pak.."

Seketika kuterdiam manakala mataku terhenti kepada sosok penampakan yang baru saja membuatku kaget bukan kepalang.

Kini ia sedang duduk berdampingan dengan Pak Sofyan diatas sofa sambil menyuguhkan senyuman tipis seakan-akan menyambutku yang sedang berjalan masuk kedalam ruangan.

"Senja silahkan duduk disini" Pak Sofyan memberikan kursi dan menempatkannya tepat di hadapan lelaki itu.

"Oh ya kenalan gih?" ledek Pak Sofyan kepada lelaki itu.

"Apaan sih Om, buat malu aja" jawabnya dengan raut wajah datar.

Tetapi harus aku akui setelah melihatnya dari jarak dekat ditambah senyuman yang diberikannya tadi. Dia memang lumayan tampan.

Dia berkulit putih, alis tebal, hidung kecil yang mancung, tidak terlalu tinggi  mungkin hanya 173cm, lumayan sixpack terlihat jelas dari kaos dalam yang dikenakannya, dan yang paling penting penampilannya itu rapi  dan wangi banget.

Mungkin kalau dia sekelas denganku bisa-bisa semua wanita dikelas pada gak konsentrasi lagi dengan pelajaran.

"Kenalan dong" pinta Pak Sofyan lembut dan sedikit merayu lelaki itu.

"Fajar Alfian Pratama" akhirnya ia menyodorkan tangan kanannya dengan raut muka yang sedikit merasa terpaksa akibat desakkan Pak Sofyan.

"Aluna Senjani" sambutku mengulurkan tangan membalasnya, lalu tak berapa lama aku melepaskannya.

"Dia ini lulusan terbaik Universitas Indonesia Senja. Indeks Prestasi Kumulatifnya aja sampai 3,98 nyaris sempurna kan? Ngambil jurusannya Arsitektur" sambung Pak Sofyan.

"Hehe, iya Pak" senyumku terpaksa.

Ini Pak Sofyan lupa kali ya tentang remidialku dari tadi malah sibuk promoin keponakkannya terus segitu gak lakunya kah dia? Percuma tampang OK, lulusan terbaik Universitas Indonesia, tapi masih sendiri juga.

Eh lupa aku juga masih sendiri. Berarti di zaman sekarang ini muka dan otak gak menjamin seratus persen kehidupan seseorang.

Terdengar deringan suara handphone yang berasal dari saku Fajar.

"Om, Fajar pamit dulu ya mau jemput mama nih" gegas Fajar sembari meninggalkan aku dan Pak Sofyan berdua di ruangan itu.

"Iya hati-hati ya Jar, salam untuk mama"

"Pasti Om"

"Anak itu kalau udah orangtua nya yang minta gak bakalan nolak, nurut banget" ucap Pak Sofyan pelan dengan sedikit senyuman.

Setelah kepergian Fajar aku menjadi leluasa menjelaskan tentang permintaan remidialku kepada Pak Sofyan.

Untungnya ia termasuk dosen terbaik peringkat ketiga dijurusan kami, itu gelaran dari sesama mahasiswa. Ia memberiku waktu tambah selama tiga bulan sebelum liburan akhir semester datang.

"Terimakasih banyak Pak, Senja permisi dulu ya.."

Ketika pintu kudorong keluar untuk membukanya ternyata Bastian berjalan menghampiriku.

"Eh Bas, dari perpus?"

"Iya nih. Udah ngadep Pak Sofyannya?"

"Udah dong" sahutku dengan senyuman lebar tanda keberhasilan.

"Jadi gimana" lanjut Bastian sembari kami berjalan menuju kantin.

"Senin udah bisa mulai remidialnya"

"Bagus deh, berarti ikutan dong liburan barengnya?" pinta Bastian dengan begitu bersemangat.

"Lihat ntar aja deh, hehehe" ledekku kepadapa Bastian, lalu menuju meja Nia, Dyan, Damara, dan Elina yang sudah penuh dengan makanan lezat diantara mereka.

"Hei" teriakku mengejutkan mereka yang kini tengah fokus kepada piring-piring yang berisi berbagai macam makanan diatas meja, terutama Dyan.

Sudah wajib hukumnya bagi Dyan untuk memotret makanan terlebih dahulu sebelum disantap. Hanya untuk dinikmatinya saat ia sedang kelaparan tingkat dewa dikelas dan belum bisa ke kantin untuk makan.

"Ini punya Senja"

"Ini punya Bastian"

"Terimakasih twins" sahutku dan Bastian serempak yang tertuju untuk Damara dan Elina yang memang sudah seperti saudara kembar bagi kami.

"Gimana tadi remedialnya bisa sebelum liburan ini?" tanya Nia.

"Bisa Nia, Senin udah mulai. Eh tadi aku ketemu lelaki yang ngasih amplop ujianku itu, ternyata dia keponakannya Pak Sofyan loh" aku memulai perbincangan hangat dengan bersemangat.

"Siapa namanya?" tanya Dyan penasaran.

"Fajar Alfian Pratama"

"Ya ampun, hafal banget nama lengkapnya, ha ha ha ha" ledek Damara dan Elina kompak.

"Gimana gak hafal, Pak Sofyan yang ngenalinnya ke aku, pakek promosiin lagi" sahutku dengan nada sebal.

"Promosiin gimana nih? Hehehe" sambung Nia.

"Iya tadi.."

Lalu ponselku berbunyi, terlihat di monitor handphone bertuliskan Bunda. Aku langsung mengangkat panggilan itu, takut terjadi apa-apa dengan Bunda apalagi sekarang kondisinya masih belum stabil.

"Nak kalau udah selesai kampusnya, ke Rumah Sakit Siloam yaa" suara ayah terdengar sedikit lara seperti menahan sesuatu untuk diungkapkan.

"Ada apa Yah?" tanyaku penuh ketakutan dan tak kusadari tanganku kini bergetar.

Tiba-tiba sambungan telepon pun terputus, aku beranjak pulang meninggalakan mereka tanpa sempat berpamitan dulu sangking aku tak karuan saat itu.

Pelabuhan tak berhujungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang