Ngambek

3.5K 496 46
                                    

Rose terbangun dari tidurnya dengan keringat yang membanjiri sekujur tubuhnya. “Mimpi itu lagi,” gumannya.

Ia melirik pada jam yang bertengger manis di atas nakas. “Sudah jam 06:30, telat gue telat.”

Ia terburu-buru bangun dari ranjangnya, menuju ke kamar mandi dan membersihkan diri secepat kilat. Setelahnya tak lupa ia bersiap-siap untuk berangkat sekolah.

“ROSE ADA JUNGKOOK KAWE SUPER JEMPUT!” Teriak Mama dari lantai bawah yang bahkan masih tetap nyaring terdengar walaupun Rose ada di lantai atas dan di dalam kamar.

“IYA MA, BILANG JEVAN BENTAR LAGI AKU TURUN!” Teriak Rose juga.

Setelah selesai ia turun ke lantai satu rumahnya, menghampiri Jevan yang sudah tampan seperti biasanya.  “Maaf ya Jev, aku bangun kesiangan tadi.” Cengir Rose.

Jevan tersenyum dan menepuk-nepuk kepala Rose layaknya anak kecil. “Dasar ya, sudah yuk berangkat 5 menit lagi masuk.”

“Kita pasti telat nih, dari sini ke sekolah butuh waktu 10 menitan, nanti kalau di hukum gimana?”

“Gak apa-apa, aku rela asalkan dihukumnya bareng kamu.”

“Kebiasaan deh, hobinya muncul lagi.”

Jevan tertawa pelan. “Sudah yuk nanti tambah telat. Pamitan dulu sama Mama Papa.” Ajaknya. Rose mengangguk dan kemudian mereka berdua berpamitan pada Mama dan Papa untuk berangkat sekolah.

Saat di sela-sela jam istirahat kedua, Rose menghampiri kelas XII IPA 2 untuk menemui Eza. Ada hal yang berkaitan dengan OSIS yang harus ia bicarakan dengan laki-laki itu. Ia melihat Diecy yang tengah berjalan ke arahnya, hendak masuk ke dalam kelas tersebut. Sebenarnya ia malas juga melihat Diecy, dan lagi ia jadi ingat kejadian di koridor, di mana gadis itu dengan beraninya memeluk Jevan. Tapi berhubung Diecy anak kelas ini, Rose akhirnya meminta bantuan padanya untuk memanggil Eza yang berada di dalam kelas.

“Permisi,” kata Rose pada Diecy yang kini ada di hadapannya.

“Iya, ada apa ya?” Tanya Diecy dengan ramah. Gadis itu memperhatikan Rose dengan seksama, seperti merasa tak asing dengan wajah tersebut. Ia sibuk berfikir selama beberapa detik sampai akhirnya tersenyum lebar dan menjentikkan jari. “Lo yang waktu itu ya?” Tanya Diecy ketika menyadari suatu hal.

“Lo yang waktu itu di café sama Jevan, kan? Nama lo Roro, Rola Rosa?”

“Rose,” jawabnya singkat.

“Oh iya Rose, jadi lo di sini juga? Di kelas apa?” Tanya Diecy gembira, gadis itu terlihat sangat antusias saat bertemu Rose. Ia pikir bagus juga jika ia memiliki teman dekat yang sebelumnya pernah ditemuinya.

“Gue di kelas sebelah, XII IPA 1,” jawab Rose.

Mata Diecy semakin berbinar. “Wah tetanggaan dong, berarti nanti bisa dong kita main bareng kalau istirahat hehe, soalnya gue di sini belum punya banyak teman.” Kata Diecy.

Rose hanya dapat mengangguk kecil menanggapi perkataan Diecy. Walau sebenarnya enggan, jangan kan ke kantin bersama. Berpapasan saja ia sudah malas. Tapi ia mengiyakan saja, tak enak hati jika menolak begitu saja dan secara gamblang mendeklarasikan bahwa ia tak menyukai gadis berwajah western tersebut. Karena itu mungkin akan menyakiti hati Diecy, karena kalau dilihat sejauh ini, Diecy terlihat ramah dan tak menganggu sama sekali.

KUTUB (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang