LPY 17

4.1K 454 100
                                    

"Aduh, baby kenapa?" tanya Hoseok khawatir yang mendengar Yoongi tiba-tiba menangis.

"Huuwaaa ... huhuhu.  Cakit, Yung," jawabnya di sela tangisnya. Kedua telapak tangan yang menutupi mulutnya itu pun sedikit meredam suaranya.

"Apanya yang sakit? coba sini Hyung lihat."  Yoongi menjauhkan wajahnya saat tangan Hoseok hendak menggapai tangannya yang masih setia menutupi mulutnya.

"Huwaaa ... bibil Yoonie hiks gigit huwaaa."

"Astaga! sini Hyung lihat." Jin yang juga ikut khawatir itupun segera mendekatkan diri menuju Yoongi yang masih sesenggukan.

Jin dan Hoseok meringis melihat bibir adiknya yang nampak sedikit robek dan mengeluarkan darah. Jin mengambil tisu di atas nakas hendak membersihkan darah di bibir mungil itu sebelum Yoongi membelalakkan matanya lalu segera menutup seluruh badannya dengan selimut.

"Baby, kenapa bersembunyi? jangan takut, ini tidak akan sakit, Hyung hanya ingin membersihkan darahnya." Jin masih berusaha menarik paksa selimut yang membungkus tubuh mungil Yoongi tapi si empu justru mempererat pegangannya hingga meski Hoseok membantupun selimut itu belum juga tanggal.

"Hiks ... pelgi ... janan pukul Yoonie, pelgi!" Jin dan Hoseok mengeryitkan dahinya bersamaan. Kapan pula Jin dan Hoseok pernah memukul bayi besar itu. Tak berapa lama Jin teringat sesuatu. Sudah barang tentu ini yang membuat adiknya ketakutan. Ia lantas memutar kembali kepalanya menghadap satu presensi lain selain kedua adiknya.

Bisa Jin lihat wajah itu. Wajah yang biasanya penuh wibawa dan ketegasan. Sekarang, di hadapannya wajah itu nampak jauh sekali dengan deskripsi di atas. Wajah memerah penuh air mata, itu yang Jin tangkap dalam penglihatannya.

Jin menghela nafas berat, ia tahu semuanya dari cerita Yoonie. Yoongi memang tak pernah bercerita, tapi beruntung Yoonie itu seorang anak yang terbuka. Ia akan mengatakan hal apapun yang ia takuti dan senangi pada sepupu tertuanya itu.

Yoongi kerap kali mendapat perlakuan tak mengenakkan dari Sungmin sejak kecil, lebih tepatnya sejak istrinya, Kim Yoona meninggal. Kesalahan kecil saja bisa membawa sebuah hukuman pada si kecil Yoongi. Sungmin tak segan mengangkat tangannya walau hanya sedekar mendaratkan tamparan pada pipi mulus anaknya tiap kali Yoongi melakukan kesalahan. Emosinya langsung saja tersulut, selalu menyangkut pautkan dengan kematian istrinya.

Puncaknya pada saat Yoongi berumur sepuluh tahun, usia di mana pertama kali ia dinyatakan mengidap Little Space Syndrome. Saat itu ia sedang bermain bola di halaman belakang rumah, sendirian. Ia bosan tentu saja, ayahnya tak mengijinkannya bermain di luar. Setiap harinya ia hanya akan bermain ditemani bibi Nam, seorang pelayan yang sudah membantu Sungmin dan Yoona merawat kedua putranya sejak kecil. Tapi hari itu bibi Nam sedang sibuk karena nanti malam ayahnya akan mengundang makan malam para rekan bisnisnya.

Jadilah Yoongi di sini, menendang-nendang secara acak si kulit bundar hingga ia benar-benar berada pada titik jenuhnya lalu menendang bola itu dengan keras.





Dukk



Bukk




"Akhh!"

Matanya membola, tubuhnya membeku. Kedua kakinya seakan tengah dipaku pada bumi, tak mampu bergerak sama sekali.












"ASTAGA, TAEHYUNG!"












Deg




Suara itu. Hanya dengan mendengar suara itu tubuh Yoongi sontak bergetar hebat, nafasnya memburu, ia takut luar biasa.

Di sana, Yoongi melihat kakaknya yang meringis menahan sakit karena tanpa sengaja bola yang Yoongi tendang tadi tepat mengenai kepala Taehyung yang kebetulan tiba-tiba muncul dari balik pintu hingga bocah yang empat tahun lebih tua darinya itu limbung ke samping dengan kepala yang membentur sudut dinding hingga berdarah di bagian pelipisnya.

"Kau kenapa Tae, kenapa bisa begini?" Sungmin lalu menoleh ke samping mengikuti arah telunjuk Taehyung.

Sungmin mengeram, tangannya terkepal kuat, emosinya sudah berada di ujung tepat di ubun-ubun.

"Kau ... kau memang pembawa sial." Dengan langkah cepat Sungmin menghampiri Yoongi yang masih membeku pada pijakannya, melupakan Taehyung yang jatuh terduduk sambil memegangi pelipisnya yang berdarah.


Srett

"Akh Daddy, tolong, hiks tolong lepaskan." Yoongi meronta saat tangan besar Sungmin menggenggam lalu menarik rambutnya dengan kasar hingga Yoongi rasa rambutnya sudah banyak yang rontok karenanya.

Seakan tuli, Sungmin terus menarik rambut dari kepala kecil itu, menyeretnya masuk ke dalam rumah.

"Bi, tolong obati Taehyung di belakang, kepalanya terluka." Masih dengan langkah cepat Sungmin terus menggeret tubuh anaknya tanpa ampun.










Brukkk

Byurrr


"Rasakan itu anak pembawa sial. Kau sudah membunuh mommymu dan sekarang kau berniat membunuh hyungmu juga, hah?" Sungmin terus saja mengguyur tubuh kecil itu dengan air yang ia ambil dari ember di dalam kamar mandi pembantu.

"A-am-pun D a-daddy, Yoongi t-tidak sengaja." Bertepatan dengan permohonannya itu Sungmin langsung mencengkeram baju bagian depan Yoongi, memaksanya untuk bangun. Setelahnya tubuh Yoongi diputar hingga kini wajahnya berhadapan dengan ember besar penuh air.

"Haahh ... haah a-ampun." Ia terengah hebat setelah ayahnya mencelupkan kepalanya kedalam air selama lebih dari 30 detik.

"Kau tak tahu ini hari yang penting, hah? dan kau malah membuat ulah dengan melukai saudaramu." Lagi, Sungmin kembali mencelupkan kepala bocah sepuluh tahun itu ke dalam air. Saat kepala itu ia angkat, sedikit rasa menyengat dalam hati ia rasakan. Tentu saja karena yang tengah ia siksa adalah darah dagingnya sendiri, pasti ada rasa sesal dalam hatinya.

Tapi salahkan emosi yang kini tengah merajai hati seorang Kim Sungmin, dengan mendorong bocah itu hingga ia tersungkur ke lantai dan ia bisa mendengar suara benturan, mungkin kepalanya terbentur lantai atau dinding, sudah cukup membuatnya puas. Ia lalu beranjak dari sana, meninggalkan Yoongi, bocah malang yang nyaris merenggang nyawa di tangan ayahnya sendiri.










Bibi Nam yang tadi melihat Yoongi diseret paksa oleh majikannya tentu merasa khawatir, apalagi sejak kematian Yoona, bibi Nam lah yang selalu mencurahkan kasih sayangnya pada bocah malang itu. Ia sebenarnya sudah sering melihat pemandangan serupa, tapi yang didapatinya biasanya hanyalah Yoongi yang menangis dan mengadu karena sudah mendapat satu atau dua tamparan juga pukulan pada pantatnya.

Entahlah, kali ini rasanya bibi Nam sungguh merasa cemas. Ia melihat Sungmin yang berjalan dari arah lorong di mana kamar mandi para pembantu dan gudang berada. Baju tuannya sedikit basah, itu artinya tuannya baru saja masuk kamar mandi, dan kemungkinan besar tuan mudanya berada di sana.

"Bagaimana Taehyung?" tanya Sungmin pada bibi Nam.

"Tuan muda berada di kamarnya, Tuan. Luka di kepalanya sudah saya obati," jawabnya jujur.

Setelah dirasa Sungmin menjauh dan sepertinya hendak menuju kamar Taehyung, bibi Nam langsung saja berjalan menuju kamar mandi belakang, melihat tuan muda yang sudah dianggap anaknya itu.

"Hiks ... hiks ..."

"Yoongi?" Ya, bibi Nam akan memanggil Yoongi dengan nama saja. Selain terasa lebih dekat, panggilan itu juga Yoongi sendiri yang meminta.

"Hiks ... Bibi." Hati bibi Nam serasa teriris mendengar suara lemah itu. Yoonginya tengah duduk memeluk kedua lututnya, menenggelamkan kepalanya di sana dengan tubuh yang basah kuyup.

"Yoongi tidak apa-apa?" tanyanya lirih sembari meraih tubuh itu, dan menganggkat wajah yang tengah bersembunyi.

































"Huwaaaaa ... cakit, Bi ... Yo-Yoonie pucing huuwaaaaa."














..
..
Tibisi

[ END ] Little precious YoongiWhere stories live. Discover now