LPY 34

4.1K 493 183
                                    

Pagi ini, salah satu rumah sakit besar di negara tersebut dibuat kalang kabut, lebih tepatnya dokter dan para perawat yang bertugas menangani dan menjaga salah satu pasien VVIP tersebut.

Yoongi sudah tahu semuanya, tentang kematian ayahnya. Semalam karena ia yang terus meminta pada sang kakek untuk bertemu ayahnya pun harus berakhir dengan sang kakek yang terpaksa menceritakan semuanya. Tak tahan lantara cucu kesayangannya terus memohon agar dipertemukan dengan sang ayah.

Kejadian di malam hari yang nyaris membuat Yoongi kembali drop. Tuan besar Kim tak mau itu terjadi, dengan segala usahanya ia mencoba menenangkan sang cucu tercinta. Tapi saat pagi menjemput, semua bodyguard yang bertugas untuk berjaga di depan ruangan sang cucu tuan besar dikegetkan dengan tangisan histeris dari dalam ruang rawat tuan mudanya.

Dokter dan satu perawat bergegas menuju ruangan VVIP tersebut setelah salah satu bodyguard memanggilnya.

"Yoongi tenang, lihat dokter." Yoongi tak peduli, ia tetap menangis kencang. Tubuhnya belum bisa sepenuhnya untuk digerakkan tapi tangannya dengan lihai melempar benda apapun yang bisa dijangkau olehnya. Memukul dokter dan perawat yang mendekat.

"PELGI ...  YOONIE WANT DADDY ... HUWAAA DADDY ...." Tak ada cara lain lagi, dengan kode yang diberikan sang dokter, perawat itu segera mengambil satu suntikan dan mengisinya dengan obat penenang yang langsung ia serahkan pada sang dokter.

"Yoongi harus tenang, ya." Perawat itu menahan satu lengan Yoongi susah payah. Dokter melihatnya, bagaimana tubuh itu melemas seiring dengan cairan yang ia suntikkan masuk melalui pembuluh darah pemuda mungil tersebut.

"Daddy ... Y-Yoonie want dad-dy." Tepat di akhir kata suaranya menghilang, kedua mata kucing itu nampak sayu seperti menahan kantuk.



















Brakk








Kedua petugas medis itu dibuat kaget dengan suara pintu yang tiba-tiba dibuka paksa. Begitupun dengan Yoongi yang belum sepenuhnya tertidur, ia melirik dari ujung matanya. Isakan kembali keluar dari bilah bibirnya melihat siapa yang baru sadar.

"Glenpa," lirihan itu mampu menyayat hati siapa saja yang mendengarnya. Tuan besar Kim buru-buru berlari menuju tempat pembaringan sang cucu, memeluknya erat seolah ia akan pergi jika pelukannya longgar sedikit saja.

Setelah mendapat telepon dari salah satu anak buahnya, tuan besar Kim bergegas menuju rumah sakit. Mengabaikan sarapan pagi yang nyaris masuk ke dalam mulut.

"Grandpa di sini, sayang, Yoongi baik-baik saja, 'kan?" Tak ada jawaban yang ia terima, kini ia sibuk mengusap pucuk kepala Yoongi sembari dibubuhi kecupan-kecupan sayang di atasnya.

"Saya terpaksa memberinya obat penenang, Tuan. Mungkin sebentar lagi Yoongi akan tertidur tapi anda tidak perlu khawatir, dia sudah tidak apa-apa. Kami permisi dulu." Tuan besar Kim hanya menanggapinya dengan anggukan.

Kini, tuan besar Kim sudah berada di atas ranjang. Berbaring menyamping menghadap tubuh mungil yang sudah nyaris hilang terbawa mimpi. Elusan pada dahi sempitnya menambah rasa kantuk yang sedari tadi menyerangnya.

"Yoongi harus cepat sembuh, Grandpa akan mengajak Yoongi keliling Swiss seperti yang Yoongi mau dulu. Maafkan grandpa yang meninggalkanmu selama ini. Grandpa janji akan menebus semuanya, untuk itu Yoongi harus semangat, kita berjuang bersama, arra?" Tak ada jawaban karena sepasang mata kucing itu nyatanya sudah tertutup sempurna.

Tuan besar Kim tersenyum sendu saat melihat wajah damai sang cucu. Menyayangkan nasib si bungsu yang nyatanya ia tahu selama bertahun-tahun menahan rasa sakit atas perlakuan keluarga kandungnya sendiri.

[ END ] Little precious YoongiWhere stories live. Discover now