Ch 1

2.3K 157 87
                                    

Rumah, tempat kita memulai sejarah kisah hidup kita. Tempat kita mempelajari segala sesuatu pertama kali. Tempat di mana kita merasa nyaman dan aman. Tempat kita berbagi kehangatan. Tempat yang penuh kasih sayang dan canda tawa. Tempat melepas penat dan jenuh setelah seharian beraktifitas. Tempat kita diinginkan dan tempat kita untuk pulang.

Rumah bukan hanya sebuah tumpukan batu bata, bukan sekedar tempat untuk tidur. Prcuma jika punya rumah semewah hotel berbintang lima Tetapi sunyi. Percuma punya rumah sebesar istana Tetapi tidak ada kehangatan sama sekali. Dingin.

Satu rumah Tetapi hanya berkumpul saat makan malam, tanpa perbincangan hangat layaknya sebuah keluarga. Tanpa ada senyuman teduh layaknya orang tua.

Di rumah sendiri seperti orang asing.

Tuhan, apakah ini yang disebut rumah? Apakah ini rumah yang selalu mereka bicarakan? Apakah pantas tumpukan batu bata itu disebut rumah?

Taufan akan menemukan rumah sendiri, dimana ia diinginkan!

.

.

.



Taufan membuka jendela kamarnya dengan penuh harapan. Berharap ia akan menemukan kebahagiannya. Berharap semua tekanan ini menghilang. Berharap hidupnya akan berwarna. Dan berharap bisa selalu tersenyum.

"Oke, Taufan. Pagi ini begitu cerah, kau harus semangat! Jangan kalah sama mereka. Kau adalah anak yang hebat!" Semangat pemuda beriris shappire itu kepada dirinya sendiri.

This time for school. Taufan berharap ia akan kuat di sekolah selama 8 jam di sekolah. Setelah menyiapkan buku untuk pelajaran hari ini, Taufan beranjak dari kamar ke ruang makan berharap salah satu saudaranya masih belum berangkat ke sekolah dan bisa sarapan bersama.

Tapi kenyataan tak seperti apa yang ia harapkan. Tak ada satu orang pun anggota keluarganya yang masih di rumah. Hanya ada para pekerja di rumahnya. Mendadak nafsu makan Taufan menguap entah kemana hanya dengan melihat ruang makan yang kosong beserta sepiring roti dan segelas susu coklat.

Sudahlah, nggak usah sarapan. Lagipula ini juga sudah sering terjadi, setiap hari malah. Lihatlah, tidak ada satu pun yang menunggunya untuk sarapan bersama. Jangankan sarapan bersama, yang membangunkannya saja tidak ada. Lalu apa yang Taufan harapkan lagi di rumah ini? Sudah jelaskan kalau tidak ada pun yang menganggapnya di rumah ini.

Tapi Taufan masih terus berharap ia dianggap di rumah ini.

Dengan perut kosong, Taufan memacu skateboardnya. 5 menit lagi gerbang sekolah akan ditutup dan Taufan sudah bosan membersihkan halaman sekolah setiap hari. Berasa jadi cleaning service! Iya, setiap hari ia datang terlambat. Jika di sekolah biasa, jam segini masih belum masuk, Tapi entah kenapa di sekolahnya sudah masuk. Hey, sekolahnya masuk pukul 06.00 pagi!

Biasanya, jika seorang siswa sering datang terlambat sanksinya adalah skorsing. Tapi kenapa Taufan hanya mendapat sanksi 'membersihkan halaman sekolah?' Bukankah, itu tidak adil namanya? Mending jika hanya terlambat sehari atau dua hari, Tapi Taufan sudah terlambat sejak satu tahun yang lalu! Apa yang sudah dilakukan sang ayah sehingga ia masih bisa bertahan di sekolah ini? Kenapa ayahnya begitu ingin ia bertahan di sekolah ini?

HomeWhere stories live. Discover now