Ch 3

1.2K 114 6
                                    

Taufan menyiapkan buku-buku pelajaran sekolahnya sambil cemberut, bagaimana ia tidak cemberut? Biasanya Gempa akan membantu untuk menyiapkannya, tapi karena Halilintar, ia harus menyiapkannya sendiri.

"Gempa, Taufan itu sudah besar. Umurnya sbentar lagi sudah 11 tahun, biarkan dia menyiapkan buku-buku itu sendiri!"

Jahat, kan?

Memang kenapa kalau ia akan berumur 11 tahun? Apakah itu artinya ia tidak boleh minta tolong pada orang lain? Lagi pula Gempa hanya membantunya, kok.

"Itu bukan lagi dibantu, namanya. Gempalah yang menyiapkan buku-bukumu, sebenarnya siapa yang akan sekolah disini?"

Huaaa,dasar kak Hali jahat!

"Itu bukan jahat, aku hanya ingin membuatmu tidak terlalu bergantung pada orang lain agar bisa melakukan sesuatu seorang diri."

Taufan terkejut dan langsung berbalik. Halilintar berdiri di pintu dan menatapnya datar seperti biasa. Kenapa Halilintar selalu tahu apa yang ada dipikirannya, sih?

"Itu karena kau terlalu ekspresif sehingga mudah sekali ditebak." Jawab Halilintar datar.

Taufan menganga,"Kak Hali bisa baca pikiran Taufan? Keren! Coba tebak, apa yang lagi Taufan pikirin!" Dengan excited Taufan menutup kedua matanya dan...

Halilintar menjitaknya.

"Cepat selesaikan pekerjaanmu, sebentar lagi makan malam!"

Lalu Halilintar pergi begitu saja meninggalkan Taufan yang mengusap-usap bekas jitakan di keningnya.

.

Taufan menatap menu makan malam hari ini dengan excited. Seperti di restaurant, ada appetisert, main couse, dan dessert. Ada perayaan apa, nih?

"Ayah, kenapa ada banyak sekali makanan enak?" Taufan bertanya tanpa melepas pandangan dari makanan di hadapannya.

Semua tersenyum melihat tingkah Taufan. "Buku Ice diterima oleh redaksi tadi siang, dan juga Blaze lolos audisi hari ini. Jadi ayah mau kita merayakannya malam ini."

Hah? Taufan melihat Ice yang stay dengan wajah malasnya dan Blaze yang cengar-cengir nggak jelas di sebrangnya. Seriusan? Pantas saja dari tadi ia hanya melihat Halilintar dan Gempa, tapi Taufan merasa dikhianati. Ia melirik Blaze dengan cemberut.

"Kenapa kau tidak bilang padaku jika hari ini audisi?"Tanya Taufan tanpa suara.

Blaze nyengir makin lebar, "Supprise!"

Ck, dasar durhaka. Kalau tahu Blaze audisi, sudah pasti Taufan akan ikut ke tempat audisi dan menyemangati Blaze di sana.

"Kenapa tidak ada yang bilang pada Taufan jika hari ini Blaze audisi?" Tanya Taufan masih tidak terima.

"Loh, Blaze tadi bilang kalau Taufan nggak bisa ikut karena banyak PR."

Taufan menatap Blaze tajam sedangkan yang ditatap memasang wajah geli.

"Iya-iya, tadi aku bohong. Maaf bun, yah! Dan kak Taufan, ini supprise, loh. Masa kakak nggak ngucapin selamat atas keberhasilanku ini?" Blaze menatap Taufan dengan wajah sedih yang dibuat-buat.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang