bagian tujuh belas

3.3K 168 0
                                    

Alfan menepikan mobilnya di sebuah villa yang sebelumnya sudah sepakat akan dia sewa selama mereka di puncak, setelah menempuh beberapa jam perjalanan dan pada akhirnya mereka pun sampai di villa mereka. Alfan sudah membayar biaya sewa villa melalui kenalannya yang tak lain pemilik villa tersebut.  "Alhamdulillah " ucapnya saat setelah mobilnya berhenti.  Dia menoleh ke tempat Nishrina berada.  Gadis itu masih saja terlelap semenjak mereka melaksanakan salat Isya tadi.  "Nishrina?" ucapnya sembari mengguncang perlahan lengan Nishrina. 

Nishrina bergumam tidak jelas lalu setelahnya mata itu terbuka dengan perlahan.  "Apa kita sudah sampai?"

"Sudah, Nishrina"

Nishrina mengangguk, dia pun melepas sabuk pengamannya.  Dia membawa tas serta botol minum yang tadi dia bawa dari rumah, lalu dia turun dari mobil tersebut diikuti Alfan. 

Alfan membuka bagasi, sedangkan Nishrina membuka pintu bagian belakang untuk mengambil kantong kresek berisikan beberapa kebutuhannya dengan Alfan selama di sini. 

Seorang pria paruh baya berusia 50-an menghampiri mereka dengan tak lupa mengucap salam.  "Mau bapak bantu?"

"Tak perlu, pak. Bapak pasti penjaga villa ini, ya?"

Bapak itu tersenyum dan mengangguk.  "Iya, mas.  Perkenalkan saya Dadang" Bapak itu mengulurkan tangannya kepada Alfan dan Alfan menyambutnya. 

"Saya Alfan, pak.  Dan ini istri saya, Nishrina namanya"

Pak Dadang mengangguk dan menatap Nishrina sekilas lalu tersenyum.  Dia menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dadanya.  Sebelum dijelaskan atau pun Nishrina menolak berjabat tangan pun dia sudah tahu dengan melihat bagaimana tertutupnya tamunya saat ini.  Alhasil dia tak terlalu banyak melakukan kontak mata dengan Nishrina. 

Nishrina tersenyum tanpa melihat pak Dadang,tangannya dia sama tangkupkan di depan dadanya "Saya Nishrina, pak"

"Selamat datang, semoga betah menginap di sini"

"Terima kasih, pak"

"Kalau begitu mari masuk,  biar saya antar"

Nishrina mengangguk, dia kembali menutup pintu mobil setelah dia mengambil kantong kreseknya.  Begitu pun dengan Alfan, dia menutup pintu bagasi setelah mengeluarkan dua koper yang mereka bawa. 

Mereka berdua berjalan dengan pak Dadang berjalan paling depan karena sebagai penunjuk jalan.  Nishrina menatap Alfan yang berada di belakangnya.  "Biar ku bawa satu"

"Tak perlu, Nish.  Lagi pula kau sedang membawa kresek itu"

"Tapi aku masih bisa"

Alfan tersenyum,  "Sudah"

Nishrina pun kembali melanjutkan perjalanannya lebih dulu dan berjalan di depan Alfan. 

Di sinilah mereka sekarang, berdiri di ruang depan villa tersebut setelah Pak Dadang mengajak mereka berkeliling villa.  Ternyata villanya tidak terlalu kecil namun juga tidak terlalu besar, dan Nishrina merasa nyaman terlebih villa ini cukup unik.  Villa ini memiliki tiga kamar,  setiap kamar memili ranjang berukuran king dengan ranjang yang menggantung seperti ayunan namun tak terlalu tinggi. Salah satu kamar ada yang memiliki jendela besar dengan langsung menampakkan hamparan kebun teh. Dan tentunya Nishrina memilih kamar itu untuk mereka tiduri. Di malam pukul 8 seperti ini masih banyak orang berlalu lalang di depan villa tersebut, cukup jelas pula mereka dengar ada beberapa orang remaja yang masih berkumpul di saung dekat villa, dia dengar seseorang sedang memetik gitar dan yang lain dengan asiknya bernyanyi bersama.

Nishrina menyukainya,  karena jika tanpa keberadaan mereka mungkin saja villa ini akan terasa sepi. 

"Kalau begitu bapak permisi ke pos ya? Kalau butuh apa-apa tinggal bilang sama saya aja"

ALFANDY [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang