11) Finanda dan Melody

75 17 2
                                    

Halo!
Jangan lupa follow akun ini 😊
Baca dan tinggalkan jejak di kolom komentar! 😗

Follow IG juga, ya. Adyn ailee dan aku_rumah

***

Finanda dan Melody

Ketika di bibirku tersenyum, tetapi di hatiku bersedih

***

Aku mengompres pelan pipi Finanda yang ternyata mendapatkan pukulan dari Melody. Sesekali Finanda meringis ketika kain itu menyentuh pipinya. Walaupun aku kasihan dan marah padanya, aku justru tertawa saat itu, lagian biar jadi pelajaran buatnya yang suka sekali menyelonong masuk tanpa permisi.

"Makanya, apa-apa tuh, permisi dulu," tegurku, sembari sengaja menekan pipinya.

Finanda meringis. "Iya ish, pelan-pelan, Dy. Sakit tahu," gerutunya.

Di balkonku itu memang ada satu sofa panjang ukuran kecil, satu sofa tunggal, dan meja ukuran kecil. Itu semua ada karena bunda tahu kebiasaanku yang suka duduk di balkon menikmati angin malam.

Aku meletakkan kembali kain itu di dalam baskom kecil yang berada di atas meja, lalu kembali menatap Finanda. "Kenapa?" tanyaku.

"Mau bicara," katanya. Finanda melirik Melody, dan sepertinya Melody mengerti maksud Finanda. Finanda ingin Melody meninggalkan kami berdua.

"Oke, kalau gitu aku pergi dulu. Mau buat ... buat minum. Ya, buat minum." Aku hanya terkekeh geli melihat Melody yang gelagapan begitu. Melody pergi dan meninggalkan kami berdua.

Aku dan Finanda sama-sama diam. Yang terdengar hanya suara jangkrik, karena malam itu sudah sekitar jam sepuluh, jadi kendaraan yang berlalu lalang tidak terlalu sering dan pada akhirnya aku merasa jenuh dan angkat bicara.

Kutanya, "Kenapa?"

Finanda menatapku bergantian dengan jari-jarinya yang saling bertaut. "Aku minta maaf, kali ini serius."

Aku menaikkan alisku. "Memangnya yang sebelumnya tidak serius?"

"Serius, cuma kamunya yang tidak serius." Aku memalingkan wajah.

Kuusap leher belakangku, lalu berkata, "Ya, sudah."

Kedua alis Finanda hampir saja menyatu, ia menatapku kesal. Aku sampai kaget ketika kedua tangannya mendarat di kedua bahuku, lalu ia putar tubuhku ke arahnya. Kami pun saling padang. "Beri aku jawaban pasti, biar hilang rasa khawatirku ini, Dy."

Kalau dia sudah ngomong begitu, aku tidak bisa mengelak lagi. Kuhela napasku. "Iya, Finanda. aku maafin."

Setelah aku mengatakan itu, senyumnya pun langsung muncul, dia pun merentangkan kedua tanganya besar-besar. "Sini, peluk!" Tentu saja aku menolak dengan gelengan, tetapi karena dia lagi-lagi cemburut, akhirnya aku berhambur ke dalam pelukkannya.

"Ekhem." Aku dan Finanda spontan saling melepaskan pelukkan. Kami menoleh ke arah Melody yang datang membawa nampan yang berisikan tiga cangkir the, sepertinya. Gadis itu meletakkan nampan itu di atas meja, lalu kembali duduk di tempat yang ia duduki sebelumnya.

"Silakan diminum," katanya. Aku terkekeh melihat kelakukan Melody yang luar biasa. Kalian harus tahu, Melody itu tidak bisa apa-apa jika mengenai urusan dapur, jadi aku sedikit meragukan minuman yang ia bawakan ini.

"Kalau misalkan enggak manis, lihat aku saja. Pasti manisnya jadi melebihi kapastias." Melody mengatakan itu ketika aku dan Finanda akan minum tehnya. Aku jadi semakin ragu maka dari itu aku membiarkan Finanda untuk mencicipinya lebih dulu.

Our Story [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang