10

1.5K 222 4
                                    

***

Masih kurang sembilan jam sebelum Jiyong harus datang ke sebuah pesta yang tidak ingin ia hadiri. Sekarang pukul sepuluh pagi dan di pukul tujuh malam nanti, stylistnya akan menikah dengan seorang aktor yang cukup terkenal. Tidak ada banyak orang yang tahu mengenai pesta pernikahan itu, karena Janghyuk– calon suami Lisa memang masih terikat kontrak. Tahun depan, begitu kontrak Janghyuk selesai dan tidak akan di perpanjang, barulah keduanya akan mendaftarkan pernikahan mereka secara sah. Pesta pernikahan Lisa nanti malam bisa terlihat seperti sebuah pesta pernikahan yang sakral, namun tidak punya dasar hukum sama sekali. Selain janji pernikahan yang tidak terlihat, tidak ada hukum apapun yang mengikat keduanya.

Pagi ini, Jiyong duduk sendirian di ruang latihan. Pria itu duduk di depan sebuah piano besar, berencana untuk berlatih terlebih dahulu sebelum nanti ia harus memainkan sebuah lagu di pesta pernikahan stylistnya. Kwon Jiyong sudah berkali-kali memainkan lagu romantis khas pesta pernikahan mulai dari lagu milik Celine Dion– My Heart Will Go On sampai Marry Your Daughter milik Brian Mcknight, namun tidak satupun dari lagu-lagu itu yang terdengar menyenangkan dan romantis. Semua lagu yang Jiyong mainkan pagi ini terdengar sangat menyedihkan, seolah deretan tuts piano yang ia tekan dapat meneriakan kesedihannya.

"Apa yang sedang kau lakukan disini sendirian?" tegur seorang wanita yang mengetuk pintu ruang latihan itu setelah mengintip terlebih dahulu. "Sedang memikirkan lagu baru?"

"Oh? Kenapa kau kesini, noona?" tanya Jiyong karena disaat ia menoleh, ia melihat Lisa tengah berdiri di ambang pintu dengan pintu yang sengaja di buka lebar. "Kau tidak pergi ke salon dan bersiap-siap?"

"Kenapa kau menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lainnya?"

"Apa yang kau tanyakan?"

"Kenapa kau hanya diam dan duduk di sana? Kenapa kau tidak menekan tutsnya dan menyanyikan sebuah lagu?" ulang Lisa, yang sekarang berjalan masuk ke dalam ruang latihan itu dan duduk tepat di sebelah Jiyong– tentunya setelah membuat Jiyong menggeser duduknya.

"Aku masih berfikir lagu apa yang ingin ku mainkan," balas Jiyong, yang lantas menekan tuts-tuts putih di depannya, membuat sebuah melodi yang sebelumnya tidak pernah ada. "Tapi kenapa noona datang ke agensi hari ini?"

"Bekerja, apa lagi? Konsermu sebentar lagi, tahun ini kita punya banyak sekali kesibukan,"

"Tapi nanti malam adalah pesta pernikahanmu. Kau harusnya bersiap untuk pernikahanmu sendiri, kenapa mengurus konser yang masih beberapa bulan lagi?" komentar Jiyong, namun ucapannya itu sama sekali tidak membuat Lisa membuka mulutnya. Lisa sama sekali tidak menanggapi pertanyaan Jiyong dan tetap duduk disana seolah ia tengah berada di dunia lain. "Noona, apa kau bahagia?"

"Aku tidak sedih," jawab Lisa dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. Jiyong tidak pernah mengerti arti senyuman Lisa, namun pria justru itu ikut tersenyum. Jiyong bahkan mengucap syukur karena Lisa masih bisa tersenyum di sebelahnya. Karena Lisa terlihat bahagia dimatanya. "Bisakah kau menyanyikan sebuah lagu untukku?"

"Berapa bayaranku?"

"Wah... Kau benar-benar kikir,"

"Haha baiklah, lagu apa yang ingin noona dengar? Aku akan menyanyikannya secara cuma-cuma untuk si mempelai wanita," ucap Jiyong terlihat seperti tengah melukai hatinya dengan tangannya sendiri. Dadanya sesak, sejak tadi, namun ia tidak ingin menunjukan ketidak berdayaannya di depan Lisa.

"Tidak, lupakan saja..." jawab Lisa yang kemudian mengganti posisi duduknya, sedikit menyamping untuk menatap Jiyong. "Sudah berapa lama kita saling kenal?"

"Kenapa noona tiba-tiba menanyakannya?"

"Uhm... Kita bertemu setelah aku lulus sekolah- berarti 9 tahun lalu? Belum begitu lama... Tapi kenapa kau terlihat sangat besar sekarang? Seingatku dulu kau hanya anak kecil pendek dengan gigi yang patah,"

"Woah... aku tidak menyangka noona akan mengatakan itu, aku hanya 4 tahun lebih muda darimu. Dan tentu saja aku semakin besar, usiaku sudah 25 tahun, aku bukan anak 16 tahun lagi, aku sudah lama pubertas!"

"Ah... Begitu? Hm... kau sudah besar sekarang," komentar Lisa sembari menganggukan kepalanya. Gadis itu menarik bibirnya, tersenyum dengan sangat lebar seolah bibirnya mampu melengkung dari ujung telinga satu ke telinga satunya. "Karena kau sudah besar... Haruskah aku mengganti ukuran celanamu? Apa celanamu sudah sesak karena kau sudah tumbuh besar?"

"Ya? Tidak, kenapa?" tanya Jiyong yang kemudian Lisa jawab dengan sebuah lirikan tajam ke arah selangkangan pria itu. "Ya! Heish! Noona!" seru Jiyong begitu ia menyadari kalau Lisa tengah meledeknya– karena resleting celana jeans yang terbuka. Jiyong berdiri, memunggungi Lisa kemudian bergegas menarik naik resleting celananya. Wajahnya yang memerah karena malu lantas membuat Lisa terbahak di belakang pria itu.

"Jangan berfikir kalau aku-"

"Apa yang ku pikirkan? Kau tahu apa yang ku pikirkan?" potong Lisa yang kemudian ikut berdiri. Jiyong berbalik menatap Lisa setelah memastikan resleting celananya baik-baik saja, kali ini keduanya terdiam, saling memperhatikan satu sama lain.

"Noona, sejak kapan kau jadi pendek? ah... Kau tidak memakai high heelsmu?" tanya Jiyong– meledek sembari menaruh tangannya di puncak kepala Lisa. Kini Jiyong tidak lagi setinggi dagu Lisa seperti 9 tahun lalu– sama -sama diatas sepatu dengan sol tipi, pria itu sudah lima sentimeter lebih tinggi dibanding Lisa.

"Augh... Menyebalkan, aku tidak akan membiarkanmu tumbuh lebih tinggi dariku," balas Lisa yang kemudian berpegangan pada lengan Jiyong dan naik ke atas kursi piano setelah melepaskan flat shoes-nya.

"Orang-orang pasti akan berfikir kalau aku oppamu, kenapa kau sangat kekanakan noona? Aku benar-benar akan menertawakanmu kalau kau sampai jatuh," ucap Jiyong.

Lisa terkekeh, begitu juga dengan Jiyong yang sekarang jauh lebih pendek darinya. Kini Lisa harus menunduk untuk menatap Jiyong dan pria itu pun harus mendongakkan kepalanya untuk menatap Lisa. Masih sembari tersenyum, Lisa lantas bertanya pada Jiyong, "apa kemarin kau mengajak Seunghyun datang ke rumahku?"

"Bagaimana kau tahu?"

"Seseorang menjatuhkan miliknya di dekat pagar rumahku," jawab Lisa, ia rogoh sakunya kemudian mengeluarkan sebuah korek dengan stiker huruf G dan D di atasnya. "Dan Seunghyun datang menemuiku pagi tadi. Kau benar-benar tidak bisa menjaga rahasia, bagaimana kau bisa memberitahu Seunghyun kalau aku sempat berniat membatalkan pernikahanku? Augh... Dasar anak nakal," omel Lisa dan sebuah sentilan yang tidak begitu keras mendarat di dahi Jiyong. "Bertanggung jawablah," lanjut Lisa sementara Jiyong mengaduh kesakitan dan mengusap-usap dahinya sendiri.

"Apa yang harus ku lakukan? Apa yang dia katakan padamu?"

"Yakinkan dia kalau aku baik-baik saja, dia tidak mendengarkanku,"

"Tapi noona, kenapa kau selalu menolak perasaan Seunghyun hyung? Dia benar-benar menyukaimu,"

"Aku juga menyukainya," jawab Lisa, ia kembali berpegangan pada bahu Jiyong lalu kemudian turun dari kursi serta memakai kembali sepatunya. "Tapi Seunghyun, kau, Yongbae, Daesung, Seungri bahkan Hyunseung, kalian berenam terlalu berharga untuk ku kencani,"

"Apa yang sedang noona bicarakan? Kenapa kau tiba-tiba bilang kami berharga untukmu? Kau membuatku takut," Jiyong lantas menjauhkan dirinya dari Lisa. Pria itu tidak ingin perasaannya terbaca dengan sangat jelas oleh Lisa.

Hatinya sekarang menggelembung dan hampir meledak hingga membuat dadanya begitu sesak. Sebagian dari dirinya merasa sangat senang karena dianggap berharga namun sebagian lainnya merasa sedikit nyeri karena mengetahui sang noona tidak akan sudi mengencaninya. Cinta yang sejak sembilan tahun lalu ia tahan, ternyata tidak pernah lebih dari sekedar cinta yang tak terbalas.

"Aku hanya seorang stylist tapi kalian berenam seperti bunga-bunga yang ku rawat dan ku besarkan, kalian tumbuh besar dan mulai mekar seperti bunga yang sangat cantik, kalian membuatku bertahan walaupun kalian selalu bertengkar dan menjahiliku," jawab Lisa tepat sebelum sebuah panggilan membawanya pergi– kembali berjalan mendekati pernikahannya.

***

CelebrityWhere stories live. Discover now