Epilog...

37 4 0
                                    

Seorang laki-laki paruh baya menghampiri Nava yang terbaring kaku dengan gaun putih kesayangannya. Ia terlihat cantik meski dengan pipi tirus yang memperlihatkan tulang pipinya. Laki-laki itu bersimpuh dan menggenggam tangan Nava.

'Ayah sudah mengetahui ini sejak lama, tapi Ibumu meminta ayah untuk diam. Saat ayah kandungmu pergi, ibumu mendadak sakit-sakitan. Awalnya ia mengira itu hanya dampak dari depresi di kepalanya. Ia berlari kepada heroine, dan tidak seorangpun dari keluarganya peduli. Ia terjerat dan menyembuhkan dirinya sendiri. Kami bertemu di sana, saat ayah mengisi konseling itu sebagai mantan pecandu yang akhirnya bisa lepas dari jerat narkoba. Saat itu ayah melihat ibumu sebagai malaikat yang kehilangan sayapnya. Berawal dari simpati, ayah menjadi jatuh cinta dengan kerapuhannya. Meski setelahnya kami mengetahui bahwa ibumu mengidap HIV, cintaku tak luntur pada ibumu.'

'Kau sering bertanya, apakah Ibu tidak menyayangimu? Nak, ibumu jauh lebih menyayangimu dari ayah. Ia selalu berbinar ketika dengar cerita ayah bahwa kau sudah bisa mengayuh sepedamu sendiri. Ia bahkan menangis terharu ketika mendengar kamu berhasil menjadi juara pada olimpiade sains nasional. Ia menjauh bukan karena membencimu. Ibumu hanya ingin kau tak lagi terluka seperti dulu saat ayahmu meninggalkan kalian. Mungkin kau tak akan mengerti alasannya, sama seperti ayah. Tapi satu hal yang harus kau percaya, bahwa kami berdua sungguh menyayangimu, Nava...'

Ayah mengecup kening Nava dan berjalan mendekati satu-persatu pria yang hadir di gereja. Ia menyerahkan sepucuk surat putih kepada masing-masing pria yang dihampirinya. Hingga kemudian ia berhenti di hadapan seorang laki-laki yang terus menerus menjatuhkan airmatanya.

'Jangan menyalahkan dirimu sendiri, Arga. Nava pergi justru karena ingin kau berbahagia, tidak menangisinya seperti sekarang. Ia persis ibunya.'

'Tapi Pak-'

'Bacalah surat ini. Jangan menghabiskan airmatamu lagi. Kau tidak pernah meninggalkannya, jadi jangan terbebani rasa bersalah dan hiduplah dengan bahagia. Nava memperhatikan kita dari atas sana.'

Arga mengambil surat itu dan perlahan membukanya. Ia membaca kalimat demi kalimat, lalu airmatanya tumpah tak tertahankan lagi. Ayah meninggalkan Arga sendiri. Ia melangkahkan kakinya ke arah pintu keluar. Ia tersenyum. Dan menghilang dalam cahaya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 07, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Miles Over HerWhere stories live. Discover now