Bab. 12 Bimbang

142 15 0
                                    

Aku gelisah menunggu kabar Mas Evin. Di dalam ruang UGD dia sedang ditangani. Oh, Allah … selamatkanlah Mas Evin. Jangan Kau ambil nyawanya secepat ini. Dia masih sangat muda.

“Citya! Bagaimana keadaan Evin?” tanya mama yang baru tiba.

Aku langsung menghambur memeluk mama. “Nggak tahu, Ma. Masih ditangani dokter di dalam.” Aku menahan isak.

Mama mengusap pundakku. “Sudah jangan nangis. Lebih baik kita berdoa, semoga Evin baik-baik saja,” ucap mama menenangkanku.

Entahlah, hatiku sangat sakit. Kenapa ujian datang bertubi-tubi? Masalah yang satu belum selesai, datang lagi masalah lain.

“Maafkan aku Mas. Aku selalu saja merepotkanmu. Harusnya aku yang berada di posisi ini. Kenapa kamu harus melindungiku?” Aku bergumam sendiri.

“Semua salah Citya, Ma. Kalau bukan karena melindungi Citya, Mas Evin nggak mungkin berada di dalam sana.” Aku kembali memeluk mama.

“Semua ini takdir, Nak. Jangan salahkan dirimu sendiri. Lebih baik kita berdoa untuk keselamatan Evin.”

Tak lama kemudian, dokter laki-laki yang memakai jas putih keluar dari ruang UGD. Aku langsung menghampirinya.

“Bagaimana keadaan kakak saya, Dok?” tanyaku menahan isak tangis.

“Kondisinya sangat kritis. Karena terjadi benturan yang sangat hebat di kepala yang mengakibatkan darah keluar cukup banyak melalui telinga dan hidung. Mungkin karena benturan hebat pada bagian otak depan atau pun belakang kepala. Satu-satunya jalan, pasien harus segera di operasi.” Dokter laki-laki itu menatap kami bergantian.

“Lakukan yang terbaik demi keselamatannya, Dok.” Aku mengiba.

“Tapi operasi juga tidak bisa menjamin keselamatannya. Namun, tetap kami tim medis akan berusaha yang terbaik, mohon bantuan doanya. Kami hanya berusaha, semua keputusan hanya Allah yang berkehendak. Pasien akan segera dipindah ke ruang operasi.”

Tiba-tiba saja kepalaku terasa pusing.

“Kamu kenapa, Cit?” tanya mama khawatir.

“Citya tiba-tiba pusing, Ma.”

Kamu istirahat saja dulu. Duduk sini. Aku mengangguk. Akan tetapi, tiba-tiba saja limbung dan pandangan gelap.

Saat tersadar aku sudah berada di sebuah ruangan. Aku melihat ke sekililing. Ruangan berdinding putih dan berbau obat. Lalu, tampak mama masuk ke ruangan.

“Bagaimana keadaan Mas Evin, Ma?” tanyaku ketika mama sudah di dekatku.

“Alhamdulillah operasinya berjalan lancar dan kondisinya sudah stabil. Tapi belum sadarkan diri, masih dirawat di ruang ICU”

“Aku mau melihat Mas Evin, Ma.” Aku berkata sambil mencoba untuk duduk.

Namun, rasanya masih pusing. Aku pun berbaring kembali.

“Belum boleh melihat kondisinya, Nak. Sekarang kamu istirahat dulu. Muka kamu pucat sekali. Ini juga sudah lewat tengah malam, sudah dini hari.”

Benar juga kata mama, lebih baik sekarang istirahat dulu. Lagi pula belum boleh dijenguk. Tak lama kemudian aku pun tertidur.


***


Aku menggeliat. Membuka mata dan terasa silau. Melihat ke sekeliling, terasa sangat asing. Aku menepuk dahi, ini kan ruangan rumah sakit. Sekarang sudah merasa sedikit segar, rasa pusing juga sudah hilang. Aku segera beranjak menuju ruang ICU di mana Mas Evin dirawat.

“Mama, gimana kondisi Mas Evin?” tanyaku ketika sudah berada di samping mama.

Mama menoleh. “Kamu sudah nggak pusing lagi?”

Aku menggeleng. “Gimana kondisi Mas Evin, Ma?”

“Belum sadar, Nak.”

“Mama lebih baik sekarang pulang. Istirahat, biar Citya yang jaga Mas Evin. Mama capek banget itu.”

Mama mengangguk. “Kamu baik-baik, ya, kalau ada apa-apa kabari Mama,” ucap mama sambil mencium pipiku.

Aku mengangguk dan mencium tangan mama. Setelah kepergian mama, aku gelisah menanti kabar dari dokter. Ingin rasanya masuk ke ruang ICU, melihat kondisi Mas Evin. Pasti sangat sakit rasanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 27, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Takdir(Sudah Terbit)Where stories live. Discover now