0%

439 42 23
                                    

"Berapa?"

"64,kamu?"

"86"

Somi memperlihatkan hasil ulangan biologinya padaku dengan senyum bangga. Sedangkan aku hanya mendesah dan menatap nanar lembar jawaban yang ada ditangan.

"Padahal aku udah belajar mati-matian"keluhku lalu melipat hasil ulangan. Aku sudah tidak mau melihatnya lebih lama lagi.

"Nggak apa-apa,Na...Lagian kamu mikirin apa lagi sih? Ga bisa masuk Universitas?" Somi juga ikut-ikutan melipat kertas jawabannya yang sudah dinilai―tentu saja lebih bagus dari aku.

"Piagam kamu itu udah banyak. Lagian dua bulan lagi kamu ngadain konserkan?" Tanya Somi. Sedangkan aku hanya mengangguk lemah memikirkan kenapa nilaiku sangat rendah? Terlebih lagi akhir-akhir ini nilai-nilaku juga menurun.

"Nah, itu kamu tau. Dengan piagam sebanyak itu kamu bisa masuk ke Universitas yang kamu mau. Tinggal pilih saja" aku hanya diam dan tidak membalas ocehan Somi.

Yang dibilang Somi memang benar. Aku bisa memilih Universitas mana saja yang ingin aku masuk dengan piagam lomba biola yang sudah aku menangkan.

Dan pada lomba tiga bulan yang lalu aku juga memenangkannya dan hadiahnya tentu saja piagam,uang,serta kesempatan konser dengan violinist lainnya.

Kalau memang begitu kenyataannya, aku juga tidak akan sesedih ini. Masa bodoh dengan nilai-nilaiku yang akhir-akhir ini memang menurun. Aku akan memilih focus mengaransemen dan menciptakan music untuk konserku.

Jika memang begitu.

Tapi orangtua aku tidak mengerti. Mereka menuntutku untuk memperbaiki nilai. Setidaknya setiap ulangan dan ujian nilaiku harus 85 keatas.

Hell...

Bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan nilai itu? Aku hanya menguasai pada pelajaran bahasa. Sedangkan yang lain? Kalian tau sendiri jawabannya.

Apa perlu aku menyogok sekolah agar nilai-nilai aku dapat diperbaiki tanpa aku belajar?

"Udahlah... Sekarang kita ke kantin. Makan. Kamu juga butuh energi untuk bersedih-sedih" Somi menarikku ke kantin. Tentu saja tanpa menunggu jawabanku.

Aku jalan melewati koridor menuju kantin dengan Somi yang masih menggandeng tanganku. Sudah seperti orang pacaran saja. Hey jangan berfikir macam-macam. Aku normal. Kami hanya sahabat.

Somi masih betah menyemangatiku hingga sampai dikantin. Apa aku terlihat semenyedihkan itu ?

"Makan..." Somi menyodorkan nampan makanan padaku. Lalu kembali mengambil makanan untuk dirinya. Baik sekali.

Aku menatap makanan yang ada dihadapanku lalu mengaduk-aduknya.

Demi Tuhan aku tidak nafsu makan memikirkan bagaimana orangtuaku dirumah nanti―memarahiku.

"Loh―kok nggak dimakan?" Tanya Somi seraya duduk dihadapanku.

Aku menggeleng lemah.

"Sellena" Somi manatapku tajam. "Makan atau aku―"

"okay okay aku makan" sergahku sebelum Somi melanjutkan ancaman andalannya.

"Nah gitu dong" Somi tersenyum penuh kemenangan laluia juga mulai menyuapi makanannya kedalam mulut.

Somi,tukar posisi dulu yuk? Kamu diposisi aku dan aku diposisi kamu. Atau kita tukeran orangtua saja?

©Ourmyx

Hanya Rindu Where stories live. Discover now